Pekanbaru, Ekuatorial – Sebanyak 36 sengketa perkebunan di wilayah seluas puluhan ribu hektare di Provinsi Riau, belum tuntas ditangani.

Menurut Scale Up, sengketa perkebunan yang muncul sepanjang Januari hingga Desember 2015 tersebut menjadi pangkal konflik paling dominan dari total 55 konflik sumber daya alam di provinsi tersebut. Lembaga tersebut mencatat, sumber konflik lainnya yaitu sengketa di sektor kehutanan.

Dilihat dari luas wilayah sengketa, konflik perkebunan seluas 51.138,8 hektare. Sedangkan konflik pada kawasan hutan mencapai 41.741,15 hektare. “Luasan konflik tertinggi terdapat di Kabupaten Bengkalis,” ungkap Kepala Divisi Riset dan Publikasi Scale Up, Muamar Amidy, Senin (4/1).

Scale Up juga mencatat, konflik sumber daya alam tersebut turut melibatkan tiga perusahaan perkebunan besar, yakni Asia Pulp Paper, APRIL Group, dan Wilmar. “Walaupun sudah menyatakan komitmen nol deforestasi, ketiganya masih belum menyelesaikan konflik lahan dengan masyarakat.”

Adapun, menurut Scale Up, sejumlah perusahaan yang sudah berkomitmen untuk nol deforestasi namun masih berkonflik dengan masyarakat di Riau antara lain:

  • PT Arara Abadi. Berkonflik dengan masyarakat asli Suku Sakai di Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis
  • PT Arara Abadi. Berkonflik dengan warga Dusun Solok Bongkal, Desa Koto Pait Beringin, Kabupaten Bengkalis
  • PT IKPP. Berkonflik dengan warga Desa Pinang Sebatang Barat, Kabupaten Siak Sri Indrapura
  • PT Arara Abadi. Berkonflik dengan warga Doral Kampung Dosan, Kabupaten Siak Sri Indrapura
  • PT Arara Abadi. Berkonflik dengan warga Minas Barat, Kabupaten Siak Sri Indrapura
  • PT Arara Abadi. Berkonflik dengan warga Suku Sakai Minas Asal, Kabupaten Siak Sri Indrapura
  • PT Arara Abadi. Berkonflik dengan warga Desa Bunut, Kabupaten Pelalawan
  • PT Arara Abadi. Berkonflik dengan warga Pulau Muda, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan
  • PT Sumatera Silva Lestari. Berkonflik dengan warga Desa Sei Kumango, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu
  • PT Sumatera Riang Lestari. Berkonflik dengan warga Bayas Jaya dan desa lainnya di Kecamatan Tempuling, Kabupaten Indragiri Hilir
  • PT Nusa Wana Raya. Berkonflik dengan warga Desa Segati Dusun Tasik Indah, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan
  • PT Sumatera Riang Lestari. Berkonflik dengan warga Desa Titi Akar, Kabupaten Bengkalis
  • PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Berkonflik dengan warga Desa Anak Kamal Mekar Sari dan Pelantai Lukit, Kabupaten Kepulauan Meranti
  • PT RAPP. Berkonflik dengan Kelompok Tani Sakato Basamo, Kabupaten Kuantan Singingi.

Menanggapi catatan konflik tersebut, Corporate Communications Manager PT Riau Andalan Pulp and Paper Djarot Handoko, mengatakan bahwa tiga perusahaan dalam daftar konflik Scale Up bukan perusahaan yang tergabung dalam APRIL Group ataupun PT RAPP, melainkan perusahaan mitra yang memasok bahan baku hutan tanaman industri kepada PT RAPP.

“PT SSL, PT SRL, dan PT NWR bukan anak perusahaan PT RAPP. Sementara itu, dengan Desa Anak Kamal, Pulau Padang, kami tidak ada permasalahan karena desa tersebut berada di luar konsesi RAPP ,” terang Djarot.

“Untuk Desa Pelantai Lukit di Pulau Padang, perusahaan berkomitmen untuk menyelesaikan kompensasi masyarakat. Proses penyelesaiannya tetap harus mengikuti ketentuan yang berlaku, serta didasari kesepakatan antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah,” imbuh dia.

Djarot juga membantah soal sengketa yang melibatkan Kelompok Tani Sakato Basamo di Kabupaten Kuantan Singingi tentang lahan adat dalam konsesi perusahaan. Menurutnya sengketa tersebut sudah selesai sejak 2014.

“Penyelesaian ini tertuang dalam berita acara yang ditandatangani oleh Ketua Kelompok Tani Sakato Basamo dan Datuk Nan Barompek sebagai Ninik Mamak atau pemuka adat Kenagarian Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi.” Winahyu Dwi Utami

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.