Laporan Yayasan RASI menyebutkan, mayoritas kematian pesut disebabkan oleh aktivitas manusia.
Rabu pagi di tanggal 5 November 2025 lalu, warga Desa Kuyung, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara, yang bermukim di tepi sungai besar Mahakam, melihat sesuatu yang memilukan. Satu individu pesut mahakam (Orcaella brevirostris) ditemukan mati mengapung di permukaan air. Satwa itu bernama Upin, pesut jantan dengan panjang 174 sentimeter dan berat 104 kilogram. Usianya masih belia, baru tiga tahun. Upin adalah pesut yang lahir pada Juli 2022 silam dan telah dipantau oleh tim konservasi.
Saat ditemukan warga, bangkai Upin tersangkut di keramba jaring apung milik penduduk sekitar. Kondisinya masih segar dan tidak terlalu bau. Pada bagian ekornya tampak bekas luka yang mengindikasikan bahwa Upin terjerat jaring rengge milik nelayan sebelum akhirnya tewas. Jaring rengge merupakan alat tradisional yang masih digunakan oleh nelayan. Jaring ini merupakan salah satu penyebab tertinggi kematian pesut mahakam.
Kematian Upin memperkuat kenyataan pahit bahwa populasi pesut mahakam kian menyusut. Menurut catatan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), pesut mahakam kini hanya tersisa sekitar 60 individu. Kenyataan ini menjadi salah satu pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan oleh pihak-pihak terkait untuk meningkatkan populasinya.
Ancaman ada di dalam dan di atas air
Berdasarkan laporan Yayasan Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) tentang Teknis Akhir Survei Monitoring Pesut Mahakam dan Kualitas Air 2024, mayoritas kematian pesut disebabkan oleh aktivitas manusia.
Dalam rentang 1995–2024, kematian pesut di Sungai Mahakam mencapai 124 kasus. Sekitar 70 persen di antaranya disebabkan oleh jaring rengge nelayan yang tidak sengaja menjerat pesut hingga tenggelam.
Ancaman tak hanya datang karena jaring di dalam air. Di atas air, aktivitas bongkar muat batu bara, lalu lintas tongkang, serta polusi kimia dan sedimentasi dari industri tambang dan perkebunan turut berkontribusi dalam penyusutan habitat alami pesut. Misalnya, getaran bising dari mesin kapal tongkang dapat mengganggu sistem sonar alami pesut sehingga mereka takut muncul ke permukaan saat kapal lewat dan menghambat mereka bernapas.
Sedangkan kualitas air yang buruk seperti tercemar logam berat, sedimen, dan residu bahan kimia, ikut memperburuk tempat tinggal pesut. Kondisi ini membuat ikan-ikan kecil yang menjadi makanan utama pesut semakin menurun sehingga berimbas terhadap kehidupan pesut.
Pesut mahakam merupakan satwa unik yang menjadi bagian dari ekosistem sungai Kalimantan. Kehadirannya menunjukkan bahwa sungai masih sehat, bahwa ikan masih cukup, bahwa aliran air cukup bersih. Turunnya populasi pesut menandakan fragmen serius kerusakan lingkungan
Dalam satu dekade terakhir, konversi gambut dan lahan rawa untuk perkebunan sawit, pembukaan tambang, pembangunan infrastruktur, semua ikut menekan habitat alami pesut. Akibatnya, jelajah pesut yang dulu lebar kini menyempit, keanekaragaman ikan menurun, air keruh, sedimen menumpuk.
“Upaya perlindungan pesut harus menyeluruh, mencakup pengawasan aktivitas perkapalan, pengendalian pencemaran, serta penegakan hukum terhadap praktik penangkapan ikan yang merusak ekosistem,” kata Danielle Kreb, peneliti RASI, dikutip dari Mongabay.
Upaya lintas sektor lindungi populasi pesut
Hingga saat ini, berbagai upaya terus dilakukan untuk melindungi populasi pesut melalui kolaborasi lintas sektor. Pemerintah pusat sudah mempercepat rencana aksi darurat untuk melindungi pesut, terutama melalui pembatasan lalu lintas kapal di zona inti habitat.
Upaya lainnya melalui langkah kontroversial, yakni menghentikan pengangkutan batu bara lewat jalur sungai yang menjadi jalur hidup pesut. Sebagai alternatif, batu bara harus diangkut darat, meskipun menuntut biaya lebih besar dan logistik berbeda.
“Saya ingin jalur itu (jalur hidup pesut) ditutup. Timbunan batu bara dapat diangkut melalui darat ke sungai utama, sehingga kita dapat melindungi spesies ini,” kata Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, dikutip dari Antara.
Selain itu, upaya lain yang dilakukan adalah melakukan regulasi ketat terhadap alat tangkap ikan berbahaya, misalnya larangan penggunaan jaring rengge, sawaran, dan elektrofishing. Pasalnya, alat-alat ini telah diidentifikasi sebagai penyebab utama kematian tidak sengaja bagi pesut mahakam.
Semua pihak, dari pemerintah, masyarakat, maupun pelaku industri, harus bersinergi untuk membenahi masalah ini. Jika sinergi terjalin baik, masih ada kesempatan untuk menyelamatkan populasi pesut mahakam dari ambang kepunahan. Menjaga pesut bukan hanya soal menyelamatkan satu spesies, tetapi juga menjaga masa depan sungai dan masa depan manusia sebagai bagian dari alam.
- Rumah adat Toraja berusia 3 abad runtuh di ujung palu pengadilan
- Jumlah pesut kian menyusut, terancaman dari dalam dan atas air
- Bayi gajah sumatera lahir dalam ancaman
- Suara masyarakat adat Asia Tenggara yang terus tersisih
- Santri mandiri, ubah sampah menjadi energi biogas
- Bukan sekadar tren, bangunan hijau pertaruhan terakhir melawan krisis iklim
