Posted in

MENGINFORMASIKAN PERUBAHAN IKLIM SECARA LEBIH EFEKTIF

thumbnailOleh William R. L. Anderegg

Sekarang ini, seringkali muncul pertanyaan yang cukup berani soal ketidaksepakatan atau perselisihan kita tentang fenomena perubahan iklim. Meskipun demikian, dua buku terbaru karya James Hoggan berjudul “Climate Cover-Up” dan karya Mike Hulme berjudul “Why We Disagree about Climate Change”, telah berusaha untuk mematahkan pertanyaan tersebut.

Kedua buku itu memberikan gambaran yang lebih lengkap dan sangat menarik mengenai ketidaksepakatan dalam fenomena perubahan iklim dan apa yang semestinya dilakukan dari ketidaksepakatan tersebut. Kedua penulis tersebut memang telah membuat sebuah gebrakan awal namun sayangnya tidak bisa memuaskan soal seperti apa solusi yang dibutuhkan dari ketidaksepakatan itu. Tetapi, paling tidak mereka telah memberikan sedikit masukan dengan munculnya sebuah pertanyaan, yaitu apa yang semestinya kita lakukan tentang ketidaksepakatan/perselisihan ini?
Hoggan dan Hulme menekuni persoalan rumit dan beragam ini dengan cara yang sama sekali berbeda, tentu dengan tingkat keberhasilan yang berbeda pula. Dalam esai ini, pertama kali akan saya kemukakan beberapa poin utama dari “Climate Cover-Up” dan “Why We Disagree about Climate Change”, terutama difokuskan kepada hambatan-hambatan dalam menginformasikan perubahan iklim secara efektif. Kemudian akan saya ungkapkan bagaimana Hoggan dan Hulme membahas tentang perubahan perilaku di kalangan akademis dan masyarakat luas dalam menginformasikan perubahan iklim secara lebih jelas dan lebih efektif.
Hoggan memberikan sebuah perspektif bagaimana strategi-strategi yang diterapkan oleh public relations (PR)/hubungan masyarakat (Humas) dapat digunakan untuk menyebarkan pesan kepada masyarakat soal pemahaman mengenai perubahan iklim. Pesan yang disampaikan Hoggan sangat berguna bagi ilmuwan dan kalangan akademisi lainnya, terutama dalam menjembatani ketidakpahaman masyarakat mengenai perubahan iklim.
Pesan yang disampaikan Hoggan tiga kali lipat lebih sederhana dan mudah untuk diingat. Buku “Climate Cover-Up” diawali dengan penjelasan mengenai iklim dan latar belakang public relations (PR). Hoggan menggunakan anekdot dan menelusuri inter-koneksi antara individu dengan kelompoknya. Hoggan juga berupaya untuk menuangkan pemikirannya mengenai hambatan-hambatan dalam aksi terkait perubahan iklim dan bagaimana masyarakat mengambil tindakan terhadap hal tersebut.
Hoggan melihat bahwa peran dan pengaruh dari media dan para politisi teramat penting dalam hal ini. Selain itu, Hoggan juga menyoroti bagaimana pentingnya dukungan masyarakat terhadap berbagai kebijakan mengenai iklim yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat. Saat ini, dukungan masyarakat memang dinilai sangat sedikit dan cukup lesu. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh peran media yang sangat kuat dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap perubahan iklim.
Mengenai keterkaitan media dalam hal ini, Hoggan berpendapat bahwa berita yang bias akan dengan mudah menimbulkan ketidakpastian dan kebingungan di tengah masyarakat. Efeknya adalah kemunculan opini publik tertentu terhadap masalah perubahan iklim ini. Media memang berhak untuk mengisi setiap halaman mereka dengan pendapat yang terbuka, tetapi tetap harus bertanggung jawab terhadap para konsumen dengan cara menciptakan refleksi yang wajar terhadap kredibilitas penulis dalam isu yang diangkat, ketertarikan penulis terhadap isu, dan mengeluarkan pendapat yang merupakan fakta. Bagi Hoggan, yang paling penting adalah media harus menyampaikan kredibilitas dan ketertarikan dari para ahli sebagai narasumber, serta tentunya menyajikan bukti dan kredibilitas para ahli di samping pendapat yang dikeluarkannya, tentu agar komunikasi tentang iklim berjalan secara efektif.
Bagian-bagian terakhir dari “Climate Cover-Up” mencoba untuk memberikan masukan mengenai hal-hal apa saja yang bisa kita lakukan dalam menanggapi fenomena perubahan iklim. “Pertama dan yang paling penting adalah mendapatkan informasi untuk dirimu sendiri,” begitu pendapat Hoggan. Dalam sebuah negara demokrasi, masyarakat yang memiliki pengetahuan akan terhindar dari kebingungan dan ketidakpastian yang mungkin muncul. Sikap tersebut akan memunculkan tuntutan dari masyarakat kepada pemerintah agar segera mengatasi masalah yang tengah terjadi. Sebagai penutup, Hoggan berpendapat bahwa untuk mencapai perubahan, diperlukan sosok pemimpin yang berani dan tentunya dukungan dari masyarakat.
Sementara itu, buku karya Mike Hulme berjudul “Why We Disagree about Climate Change” menjadi salah satu karya yang mudah dicerna sekaligus mencerahkan bagi orang awam sekalipun. Pengantar buku tersebut banyak sekali memberikan latar belakang mengenai sisi-sisi dari perubahan iklim, keterlibatan faktor ekonomi di dalamnya, dan keterlibatan faktor religi di dalam masalah tersebut. Hulme menggunakan pendekatan “post-modern” yang berfokus pada “gagasan mengenai perubahan iklim”, serta tidak hanya membahas mengenai fenomena fisik dari perubahan iklim itu sendiri.
Hulme mencoba untuk menguraikan konteks sosial tentang gagasan mengenai iklim dan perubahan iklim, serta penemuan ilmiah baru-baru ini mengenai “anthropogenic climate change”. Hulme menyoroti tiga keterbatasan, yaitu ilmu pengetahuan tentang iklim akan selalu memiliki ketidakpastian yang besar; ilmu pengetahuan selalu berada di dalam konteks yang dibentuk oleh masyarakat dari dalam; dan banyak hal mengenai perubahan iklim yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan, misalnya saja adalah tingkat “bahaya” dari efek gas rumah kaca (GRK).
Buku karya Hulme mencoba melihat banyaknya segi dari perubahan iklim. Hulme melihat keterkaitan masalah ekonomi, keterlibatan faktor religi, dan faktor psikologi. Sebagai catatan, Hulme juga melihat berbagai isu yang pembahasannya sangat kompleks di media soal bagaimana menyampaikan informasi mengenai perubahan iklim, masalah pembangunan dan populasi, strategi perubahan iklim dalam Protokol Kyoto dan lain sebagainya. Hulme berpendapat bahwa tidak akan ada langkah yang signifikan mengenai perubahan iklim jika masih ada perbedaan pendapat mengenai perubahan iklim di antara kita.
Hulme banyak menyoroti bagaimana semestinya banyak disiplin ilmu yang harus terlibat dalam memahami konteks perubahan iklim. Ilmu pengetahuan sosial dan humaniora tentu juga memiliki peran yang lebih besar dalam kaitannya dengan perubahan iklim. Hulme mencoba menyimpulkan bahwa kita harus melihat perubahan iklim bukan sebagai “masalah” yang mesti “dipecahkan”, tetapi sebagai sebuah kendaraan yang digunakan untuk merealisasikan banyaknya harapan.
Kekuatan yang dimiliki dalam buku karya Hulme sebenarnya juga merupakan kelemahan terbesar dari karya itu. Inti yang disampaikan oleh Hulme adalah bahwa kita tidak sepakat mengenai fenomena perubahan iklim karena memang kita semua berbeda, tetapi dalam buku tersebut tidak dijelaskan siapa sebenarnya “kita” itu. Tidak seperti karya Hoggan yang diakhiri dengan hal-hal apa saja yang semestinya dilakukan oleh masyarakat terkait fenomena perubahan iklim ini, karya Hulme tidak memberikan masukan mengenai bagaimana mengakhiri ketidakpastian atau perselisihan mengenai perubahan iklim.
Karya Hoggan dan Hulme memang merupakan sebuag pencerahan bagi fenomena perubahan iklim yang terjadi sekarang ini. Kedua karya tersebut seperti memberikan masukan kepada kita semua soal apa yang semestinya kita lakukan di tengah ketidaksepakatan atau perselisihan mengenai perubahan iklim. Bagaimana kita melakukannya? Bagaimana semestinya memberikan pemahaman kepada masyarakat secara umum mengenai fenomena perubahan iklim? Tentunya agar tidak muncul kebingungan di tengah masyarakat.
Saya berpendapat bahwa ilmuwan iklim dan kalangan akademisi perlu memiliki peran yang lebih baik dalam dunia ilmu pengetahuan dan juga dalam fenomena perubahan iklim. Transparansi dan mencoba untuk pro-aktif memang selalu menjadi ciri khas dari metode ilmiah. Tuduhan menyembunyikan setiap aspek penelitian akan merusak kepercayaan masyarakat, terutama dalam hal ilmu pengetahuan mengenai perubahan iklim. Dengan bersikap terbuka dan transparan mengenai proses dan sumber data, tentunya hal tersebut akan menjunjung tinggi etika profesi, dan tuduhan yang ada akan dengan cepat teratasi.
Dari apa yang telah diungkapkan oleh Hulme terkait dengan fenomena perubahan iklim, sudah semestinya bekerja secara bersama-sama untuk mengatasi masalah global tersebut, mulai para sarjana, media, tokoh politik, dan masyarakat secara umum. Empat hal utama yang mesti dilakukan untuk menciptakan kolaborasi yang efektif dari berbagai unsur masyarakat tersebut, yaitu meningkatkan partisipasi dan kolaborasi inter-disipliner, meningkatkan keterlibatan kalangan akademisi untuk terlibat dalam wacana publik, meningkatkan komunikasi dan pelatihan epistemologi bagi lulusan kalangan akademisi, serta menyediakan pelatihan bagi kalangan media.
Bagi kalangan media, mereka harus menyajikan informasi yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya bagi masyarakat. Poin yang disampaikan Hoggan adalah bahwa informasi yang diperoleh oleh seorang warga negara merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya penipuan besar-besaran. Informasi yang disampaikan oleh media dapat berfungsi sebagai jembatan penghubung bagi masyarakat dengan kelompok lainnya. Oleh karena itu, jurnalis mesti dilatih agar bisa menyajikan berita yang berbobot.
Menginformasikan resiko dan dampak dari perubahan iklim memang akan sangat sulit dan tentunya membutuhkan strategi dari multi-disiplin yang ada. Hal ini justru sangat diperlukan oleh kalangan media, guna menyampaikan informasi kepada masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Al Gore dalam sambutannya di penyerahan nobel, “Jalan di depan memang terjal. Batasan dari apa yang kita percayai saat ini masih sangat jauh dari apa yang seharusnya kita lakukan. Selain itu, di sini dan di sana, melewati apa pun, bayangan akan tetap jatuh.”

Diterjemahkan oleh Prihandoko

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.