Perjanjian multilateral untuk melindungi keanekaragaman hayati dan alam ini mengangkat tiga poin penting, yakni infrastruktur, energi, dan kesehatan. Negara-negara peserta konvensi, termasuk Indonesia, memikirkan cara meminimalisir dampak dari pembangunan jalan, jembatan, bendungan, misalnya terhadap kelangsungan hidup satwa liar.

Oleh Shinta Maharani 

Liputan ini pertama kali diterbitkan di Tempo.co pada tanggal 17 November 2018. Shinta Maharani adalah jurnalis yang berbasis di Jakarta dan penerima beasiswa journalisme untuk Deforestasi dan Keanekaragaman Hayati Indonesia yang dikelola oleh Climate Tracker.

 

Sharm el-Sheikh, MESIR. Konvensi Keanekaragaman Hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Convention on Biological Diversity (CBD) digelar di Sharm el-Sheikh, Mesir, pada 13 hingga 29 November 2018. 

Perjanjian multilateral untuk melindungi keanekaragaman hayati dan alam ini mengangkat tiga poin penting, yakni infrastruktur, energi, dan kesehatan.

Tempo berkesempatan meliput konvensi atas dukungan Climate Tracker, sebuah jaringan global yang beranggotakan sepuluh ribu jurnalis muda peliput iklim.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno, mengatakan tiga poin penting itu dibahas dalam pertemuan tingkat tinggi pada 14-15 November.

Pertemuan terbatas itu melibatkan menteri lingkungan hidup dari negara-negara peserta konvensi dan pejabat PBB. 

“Banyak negara bicara dampak pembangunan infrastruktur, misalnya jalan terhadap keberadaan satwa dan biodiversitas lainnya,” kata Wiratno di Sharm El-Sheikh, Kamis (15/11). 

Negara-negara peserta konvensi, kata Wiratno, memikirkan cara meminimalisir dampak dari pembangunan jalan, jembatan, bendungan, misalnya terhadap kelangsungan hidup satwa liar.

Pembangunan jalan membuat orang berpindah dari area terpencil ke tempat baru. Situasi itu mengancam kehidupan satwa liar sehingga harus ada usaha untuk meminimalisir dampak negatif. 

“Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan SK Menteri Lingkungan Hidup tentang standar jalan yang melewati kawasan konservasi dan kawasan hutan,” kata Wiratno. 

Poin penting lainnya adalah ihwal pengurangan bahan bakar yang berasal dari energi fosil. Indonesia  mendorong penggunaan energi terbarukan yang ramah lingkungan. 

Sedangkan, poin kesehatan, di antaranya, bicara soal dampak penggunaan pestisida di sektor pertanian yang mengganggu keanekaragaman hayati.

Direktur Jenderal World Wildlife Fund (WWF) Internasional, Marco Lambertini, mengatakan semua negara peserta konvensi yang terlibat harus lebih ambisius dan mempunyai target baru, serta target yang lebih jelas untuk mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati dunia.

Degradasi lahan, deforestasi, dan perubahan iklim menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati dunia. 

“Hilangnya biodiversitas sudah diprediksi sepuluh tahun lalu. Biaya untuk mengatasinya sangat besar,” kata Marco.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.