Pembangunan kota, eksploitasi sumber air tanah yang masif, pemanasan global serta rendahnya kesadaran masyarakat, menjadi faktor-faktor penyebab utama permukaan tanah Jakarta kian tergerus. Berbagai usaha dilakukan, termasuk membangun tanggul raksasa, untuk menghentikan air laut terus merambah ke permukaan. Namun tanggul raksasa tidak akan menjadi solusi, jika masyarakat tetap kurang peduli terhadap lingkungan.

Oleh: Bina Karos
Muara Baru, JAKARTA. Ibukota negara terbesar di Asia Tenggara  yang terancam akan tenggelam, sudah lama diprediksi oleh para ilmuwan dan para peneliti. Menurut penelitian yang dirilis oleh Forum Guru BesarInstitut Teknologi Bandung, setelah tahun 1975 penurunan tanah di Jakarta semakin signifikan dan beberapa faktor penyebabnya adalah cepatnya pembangunan kota, eksploitasi sumber air tanah secara masif dan pemanasan global. Pemanasan global mengakibatkan naiknya permukaan air laut yang sudah sering merendam wilayah pesisir Jakarta Utara. Bahkan di beberapa wilayah, tinggi permukaan air laut melebihi permukaan tanah.
Penelitian itu juga menyebutkan beberapa faktor penyebab kebutuhan air di Jakarta yang akan terus melonjak hingga tahun 2030. Diantaranya penggunaan air secara berlebihan oleh industri dan perhotelan, peningkatan aktifitas perindustrian dan ekonomi, pertumbuhan populasi, gangguan signifikan terhadap fungsi ekologi utama dataran tinggi wilayah Jakarta sebagai daerah resapan air untuk kota Jakarta dan luasnya pemompaan air tanah ilegal. Air tanah yang terus disedot membuat lapisan bawah tanah menjadi keropos dan mudah tergerus. Di beberapa wilayah permukaan tanah anjlok hingga mencapai tiga meter dalam sepuluh tahun terakhir.
Sejumlah solusi untuk mengamankan ibukota dari rendaman air laut dicoba ditempuh seperti, pembangunan tanggul laut atau giant sea wall setinggi tiga hingga lima meter di pesisir Utara Jakarta yang membentang di kawasan Muara Baru, Muara Anke, Pluit dan di wilayah Cilincing. Upaya lain yang ditempuh adalah pengangkatan tumpukan sampah yang menutup aliran sungai dan waduk yang menjadi tempat penampung air didaratan.
Sumber: Bina Karos.
Pembangunan gedung tinggi untuk hunian dan perkantoran di kawasan pesisir Utara Jakarta ikut menyumbang ancaman penurunan tanah. Kavling bangunan ini juga diperkeras dengan beton dan aspal yang mengakibatkan daya tanah untuk meresap air semakin sedikit yang mengakibatkan ancaman banjir semakin nyata.
Sumber: Bina Karos.
Tinggi permukaan air laut di kawasan Pelabuan Kali Adem, Jakarta Utara, sudah mendekati tinggi permukaan tanah daratan. Saat air laut pasang, sebagian titik permukaan tanah di kawasan ini ikut terendam rob air laut.
Sumber: Bina Karos.
Deretan bangunan tinggi yang berdiri tegak di pesisir pantai Pluit dlihat dari Pelabuhan Kali Adem, Jakarta Utara.  Untuk mengurangi ancaman penurunan permukaan tanah, pemerintah harus membatasi izin pembangunan bangunan tinggi di pesisir pantai.
Sumber: Bina Karos.
Deretan ratusan tiang pancang beton (Spin Pule) sudah terpasang untuk menahan gelombang pasang air laut di kawasan pesisir Kali Baru dan Muara Baru, Jakarta Utara.
Sumber: Bina Karos.
Para pekerja sedang memasang rakit bambu yang akan dilapisi terpal untuk mempermudah pekerja menyelesaikan penyempurnaan tiang pancang beton di kawasan pesisir Muara Baru dan Kali Baru.
Sumber: Bina Karos.
Batu pemecah ombak (tetrapod) sudah tidak maksimal terutama saat air laut pasang. Hal ini disebabkan oleh naiknya permukaan air laut, sementara di sisi lain permukaan tanah  turun, seperti di kawasan Pelabuhan Kaliadem.
Number: Bina Karos.
Warga memancing dari balik tembok penahan ombak sekaligus pembatas antara daratan dan laut di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara.
Sumber: Bina Karos.
Tumpukan sampah  menutupi genangan air di atas tanggul penahan banjir di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara. Di tempat ini posisi genangan air jauh lebih tinggi dari pemukiman warga.
Sumber: Bina Karos.
Deretan pipa pembuangan air di Stasiun Pompa Pluit. Pompa air di stasiun ini mejadi infrastruktur penting untuk drainase dan pengendalian banjir di Ibukota.
Sumber: Bina Karos.
Rembesan air laut menggenangi  titik permukaan tanah yang lebih rendah, seperti di kawasan Pelabuhan Muara Baru dengan latar belakang tembok pembatas laut dan daratan.
Sumber: Bina Karos.
Tumpukan sampah di lingkungan pemukiman warga di kawasan pesisir Kali Baru, Cilincing, Jakarta Utara.
Sumber: Bina Karos.
Seorang ibu dan anaknya berjalan di tengah tumpukan sampah di pemukiman warga di Cilincing, Jakarta Utara. Sampah berkontribusi besar atas bencana banjir karena menutup saluran air.
Sumber: Bina Karos.
Tanggul laut yang yang baru selesai dibangun di kawasan Kali Baru, Cilinging, Jakarta Utara. Tanggul ini menjadi vital untuk menyelamatkan pemukiman warga dari gelombang air laut karena ketinggian permukaan air laut dan pemukiman warga hampir sama.
Sumber: Bina Karos.
Tumpukan sampah berkontribusi besar atas terjadinya bencana banjir. Selain menutupi saluran air juga menyebabkan pendangkalan sungai.
Sumber: Bina Karos.
Tumpukan berbagai jenis sampah, terutama sampah plastik yang tersebar di pemukiman nelayan di Kali Baru, Cilincing, Jakarta Utara. Kawasan ini kerap menjadi langganan banjir karena saluran air tertutup tumpukan sampah. EKUATORIAL.
There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.