Masyarakat adat di Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Karangasem, yang sebagian besar petani, bergelut dengan investasi, mempertahankan Subak, sistem pengairan yang telah menjadi tonggak dalam tradisi dan tatanan sosial yang berusia ribuan tahun.

Oleh Miftah Faridl

Sistem pengairan tradisional Bali, yang biasa disebut Subak adalah warisan bernilai tinggi. Subak tidak hanya mengenai sistem pengairan tapi juga menyangkut sistem sosial dan kehidupan masyarakat yang sudah berusia ribuan tahun. Walau unggul dan penuh tradisi, tapi Subak juga mengalami tekanan karena perubahan ekonomi masyarakat Bali yang semula adalah masyarakat agraris, dan kemudian berubah mengandalkan industri pariwisata. 

Liputan in-depth ini menceritakan bagaimana pergulatan masyarakat adat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Yeh Ho di Kabupaten Tabanan dan Desa Peladung di Kabupaten Karangasem, yang hidup sebagai petani, berhadapan langsung dengan dampak investasi.

Di satu sisi, investasi dianggap sebagai pintu terbukanya mimpi-mimpi kesejahteraan. Di sisi lain, ada kenyataan yang harus mereka hadapi; hancurnya sistem religi (Tri Hita Karana) yang dimanifestasikan dalam Subak.

Air yang menjadi sumber kehidupan, termasuk Subak, menjadi komoditas yang diperebutkan. Subak yang menyandarkan harapan hidup dari ketersediaan air dari sumber mata air dan sungai, berjibaku melawan industri pariwisata dan konsumsi air minum dalam kemasan yang merebut sumber-sumber mata air Subak. Kepungan kepentingan ini, telah meredupkan masa depan Subak di Pulau Dewata. 

Sampai saat ini, para petani Subak yang menghidupi jutaan manusia, masih terus menjalankan Subak-nya di tengah kepungan perusahaan dan industri pariwisata.

Liputan ini juga menyoroti keberhasilan masyarakat adat di Desa Peladung, Karangasem dalam menghadapi godaan investasi yang ingin menguasai sumber air mereka. Bagi para petani ini, menjadi petani adalah bentuk pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widhi.*

*Liputan ini merupakan kerjasama antara CNN TV Indonesia dan Ekuatorial.com, yang didukung oleh Internews’ Earth Journalism Network, dan telah ditayangkan pada tanggal 25 April 2020.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.