Posted in

DELRI BIDIK BAP JADI KESEPAKATAN KUNCI INTERNASIONAL BARU

thumbnailakarta – Mengingat pesimisme tidak akan lahirnya kesepakatan kunci pada Pertemuan Para Pihak Konferensi Perubahan Iklim (COP-UNFCCC) ke 16 di Cancun Meksiko mendatang, Ketua Delegasi Republik Indonesia (Delri) Rachmat Witoelar menyatakan akan menawarkan kesepakatan Rencana Aksi Bali (Bali Action Plan/BAP) ditingkatkan menjadi solusi kesepakatan kunci baru yang disetujui oleh seluruh negara dunia.

“Salah satu tujuan Delri di Cancun adalah untuk mengkokohkan apa yang sudah diputuskan di Bali agar dapat menjadi kesepakatan dunia,” ujar Rachmat yang juga merupakan Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), pada Diskusi Publik “Harapan, Tujuan, dan Posisi Indonesia pada COP 16 Cancun, Meksiko”, Selasa (16/11/2010), di Jakarta.

Tujuan itu, lanjutnya, sangat mungkin untuk dicapai karena Delri memiliki posisi yang strategis dalam negosiasi perubahan iklim. Terlebih dengan kenyataan bahwa terdapat perbedaan kepentingan antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang dalam negosiasi perubahan iklim tersebut.

“Sekarang ini negosiasi perubahan iklim sudah berubah menjadi negosiasi yang sifatnya politis,” tambah Rachmat yang dikenal juga sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim.

Dalam penjelasan selanjutnya, ia mengungkapkan bahwa tujuan lainnya yang dibawa oleh Delri dalam COP 16 Cancun antara lain adalah mendukung keberlanjutan dan kemajuan proses negosiasi internasional atau multilateral perubahan iklim, mengambil manfaat dari proses multilateral untuk kepentingan nasional, dan mengambil manfaat dari pertemuan dan proses bilateral untuk kepentingan nasional.

Sementara itu, mengenai negosiasi perubahan iklim sebagai salah satu negosiasi tingkat internasional yang diikuti oleh Indonesia, Direktur Eksekutif Intitute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, pada kesempatan yang sama, mengungkapkan bahwa sudah seharusnya negosiasi multilateral dan internasional tersebut dimanfaatkan oleh Indonesia untuk kepentingan bangsa. “Hal yang paling penting adalah bagaimana kita (Indonesia – red.) dapat memanfaatkan forum internasional tersebut agar dapat menghasilkan keuntungan finansial dan ekonomi,” lanjutnya.

Terkait dengan negosiasi perubahan iklim, sudah semestinya Indonesia dapat memanfaatkan negosiasi tersebut untuk menyukseskan target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari usaha sendiri sebesar 26 persen sebagai Business as Usual Scenario pada tahun 2020 mendatang, seperti yang telah dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan disampaikan di depan forum KTT G 20, di Pittsburgh, Amerika Serikat, pada tahun 2009 yang lalu.

Untuk penyelenggaraan COP 16 Cancun sendiri, meskipun banyak yang menyangsikan terciptanya kesepakatan kunci di sana, namun setidaknya cukup realistis untuk berharap agar COP 16 Cancun dapat menjadi momentum untuk membangun kepercayaan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang dalam perundingan multirateral perubahan iklim di bawah UNFCCC, serta menjadi pijakan untuk tercapainya kesepakatan yang ambisius, adil, dan mengikat pada COP 17 di Afrika Selatan tahun 2011 mendatang, tentu dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip keadilan iklim.

Konferensi perubahan iklim ke-16 (COP 16 UNFCCC) sendiri akan digelar kembali di Cancun, Meksiko, pada 29 November – 10 Desember 2010 mendatang. (prihandoko)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.