Posted in

DESAKAN UNTUK LEBIH PERHATIKAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM MENINGKAT

Jakarta – Kenaikan muka air laut sebagai salah satu dampak perubahan iklim terhadap sektor kelautan dan pesisir menjadi hal yang dikhawatirkan oleh negara-negara di dunia. Terlebih lagi bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Dibutuhkan strategi adaptasi perubahan iklim yang dapat meminimalisir dampak perubahan iklim terhadap sektor tersebut. Di Indonesia, ternyata belum ada peraturan spesifik mengenai adaptasi perubahan iklim untuk sektor tersebut.

“Sampai saat ini, belum ada peraturan pemerintah yang secara khusus mengatur tentang proses adaptasi masyarakat pesisir terhadap perubahan iklim. Oleh sebab itu, hal yang mendesak adalah perlu dikeluarkannya peraturan pemerintah terkait adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim. Sehingga jelas siapa berbuat apa dan tentunya akan ada juga dukungan anggaran yang memadai,” jelas Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM) atau Center for Ocean Development and Maritime Civilization Studies (COMMITS), Suhana, Kamis (18/11/2010).

Lebih lanjut, menurutnya, memang sudah ada program pemerintah untuk mendorong kegiatan adaptasi masyarakat pesisir terhadap perubahan iklim, namun belum memadai dan tidak dilakukan secara sistematis. “Kemampuan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat – red.) yang terkait pun sangat terbatas. Meskipun begitu, saat ini LSM lebih banyak mendampingi masyarakat pesisir, khususnya nelayan dalam beradaptasi dengan perubahan cuaca yang ekstrim akhir-akhir ini,” tambahnya.

Berkaitan dengan permukaan air laut, diperkirakan bahwa kenaikan muka air laut sebesar 8 mm per tahun akan menenggelamkan kawasan pesisir di Indonesia seluas kira-kira 476 ribu hektar dalam 100 tahun dari sekarang. Oleh karena itu, pemerintah telah menyatakan bahwa kawasan pesisir Indonesia sudah memasuki fase berisiko tinggi terhadap kenaikan muka air laut, sehingga Indonesia harus melakukan tindakan yang serius. Pentingnya Pertemuan Cancun untuk menghindari dampak perubahan iklim yang lebih jauh terhadap sektor kelautan dan pesisir, pelaksanaan Pertemuan Para Pihak Perubahan Iklim (COP UNFCCC) ke-16 di Cancun, Meksiko, 29 November – 10 Desember mendatang, tentu menjadi sangat penting. Sangat wajar jika pertemuan tersebut diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan yang berkaitan dengan isu kelautan dan pesisir.

Salah seorang anggota Delegasi RI (Delri) untuk pertemuan tersebut, Liana Bratasida menyatakan bahwa Delri akan memperjuangkan isu kelautan agar dapat masuk menjadi salah satu teks yang disepakati dalam perundingan di Cancun tersebut. “Dalam perundingan perubahan iklim, isu kelautan memang belum masuk menjadi text draft yang disepakati, melainkan masih menjadi catatan kaki saja. Hal ini mesti diperjuangkan oleh Delri, terutama dalam kaitannya dengan adaptasi perubahan iklim,” jelas Liana yang juga menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Lingkungan Global dan Kerjasama Internasional, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Upaya tersebut sudah semestinya dilakukan, mengingat masih ada perdebatan mengenai peran laut dalam perubahan iklim. Akhirnya, isu kelautan ini menjadi alot dalam perundingan internasional perubahan iklim. “Isu kelautan ini menjadi alot pembahasannya, karena sampai saat ini belum ada suatu hasil penelitian yang disepakati bersama bahwa laut itu berperan sebagai penyerap atau sumber karbon,” begitu penjelasan Suhana.

Perdebatan ini, sambungnya, sebenarnya dapat diselesaikan apabila PBB menunjuk lembaga ilmiah independen untuk melakukan kajian di seluruh wilayah dunia terkait dengan peran laut dalam perubahan iklim. Ditambah lagi karena laut berperan juga sebagai salah satu sumber pangan dunia. Sementara mengenai posisi Indonesia dalam perundingan di Cancun, ia mengungkapkan bahwa sudah semestinya Delri memperjuangkan kepentingan nasional, terutama yang terkait dengan isu kelautan dan pesisir. Sebab dampak perubahan iklim sudah dirasakan oleh masyarakat pesisir dan masyarakat pulau-pulau kecil di Indonesia.

“Delegasi Indonesia harus mendesak negara-negara maju untuk menurunkan pembuangan emisi karbon ke udara yang dilakukan oleh industri-industrinya. Selain itu, perlu juga mendesak PBB untuk bertanggung jawab dalam proses adaptasi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil terhadap ancaman perubahan iklim saat ini,” tutupnya. (prihandoko)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.