Posted in

GARA-GARA AIR, KELOMPOK SIPIL AKAN TUNTUT GUBERNUR JAKARTA

thumbnailGara-gara akses air bersih yang buruk, 9 kelompok sipil dalam Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Privatisasi Air berniat menuntut Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke).
Jakarta-Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Privatisasi Air, Rabu (22/6) menyatakan berniat mengajukan tuntutan hukum sipil atau citizen law sue ke Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo untuk memutuskan kontrak distribusi air pipa PAM JAYA dengan 2 perusahaan swasta PT AETRA dan PT PALYJA.

Mereka menilai swastanisasi air telah gagal, terbukti dari 13 tahun kontrak masih ada 75 persen warga Jakarta tak terlayani air pipa dan 50 persen jaringan pipa PAM JAYA mengalami kebocoran. PAM JAYA sendiri hingga 2010 mengalami kerugian Rp 580 miliar yang dibebankan ke Anggaran Pendapatan Belanja Negara Daerah Jakarta.

“Jadi masalah air ini bukan hanya masalah mereka yang ada di Jakarta Utara yang sudah mengalami krisis air, tapi juga masalah kita semua, karena kita tahu dampaknya kepada krisis kesehatan dan buruknya kualitas sumber daya manusia,” kata Nurkholis Hidayat, Pengacara Publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Sementara Koordinator Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KruHA) Hamong Santono menyatakan, saat ini Koalisi masih menunggu Fauzi Bowo memenuhi janjinya menerima para pakar air dari Koalisi Masyarakat Tolak Privatisasi Air. Pada Senin (6/6), Kepala Biro Sarana dan Prasarana Kota Asep Jatneka kepada perwakilan Koalisi, menyatakan Gubernur Jakarta bersedia menerima audiensi para pakar air dari Koalisi untuk membahas pemutusan kontrak PT PALYJA dan PT AETRA.
Audiensi ini bertujuan mencari ‘celah” dalam kontrak PAM JAYA dengan PT PALYJA dan PT AETRA, agar saat Pemeritah DKI Jakarta memutus kontrak, mereka tak dikenai sanksi hingga Rp 6 triliun. Menurut Hamong, tuntutan Koalisi bisa berubah menjadi dukungan jika Fauzi Bowo sepakat memutus kontrak.

Sambil menunggu audiensi, Nurkholis menyatakan selama 60 hari ke depan akan ada dibuka 21 posko di daerah krisis air Jakarta, yaitu dari Kamal Barat hingga Kampung Marunda Timur. Dari posko-posko inilah akan ditampung dukungan citizen law sue, yang akan dilakukan berdasarkan dua alasan : subyektif dan obyektif.

Subyektif, karena kontrak air PAM JAYA dengan PT AETRA dan PT PALYJA dilakukan di bawah rezim Soeharto yang sarat kolusi dengan Salim Group dan Sigit Soeharto. Dengan alasan ini, menurut Nurkholis, seharusnya pada zaman reformasi kontrak tersebut dapat dituntut untuk dibatalkan.

Alasan obyektif, menurut Nurkholis, akan berdasarkan pelanggaran Pasal 33 UUD 45 mengenai kesejahteraan sosial. Dalam pasal tersebut dinyatakan bumi, air dan tanah adalah milik negara dan diselenggarakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Atas alasan ini, Koalisi menilai pengelolaan air seharusnya dikembalikan ke negara dan bukan oleh perusahaan swasta yang berorientasi laba.

“Memang ada Undang-Undang No 7 Tahun 2004 yang telah melegalisasi privatisasi air. Tapi harus diingat privatisasi ini tetap melanggar UUD 45 yang konstitusional,” kata Nurkholis.

LBH Jakarta menyatakan Pemerintah DKI Jakarta seharusnya tidak ragu memutus kontrak ini, sekalipun ada sanksi. Ini karena di Bolivia, pernah terjadi kasus serupa. Perusahaan PARTEL menuntut pemerintah setempat sebesar US $ 25 juta karena memutus kontrak.

“Tapi tuntutan itu gagal, karena kelompok masyarakat sipil di sana jelas-jelas mendukung pemerintah. Kami di sini juga melakukan siap hal serupa,” kata Nurkholis.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.