Posted in

PRIVATISASI AIR KURANGI JATAH AKSES AIR ASIA TENGGARA 22%

thumbnailSemakin maraknya privatisasi air di Asia Tenggara terutama di Filipina, Malaysia dan Indonesia, membuat penduduk di regional ini terancam kekurangan air di masa depan. Pada 2015, diprediksi hanya 88 persen penduduk Asia Tenggara yang akan bisa menikmati air bersih. Sekitar 22 persen sisanya, terutama penduduk miskin, harus terjebak dengan sanitasi air yang buruk. Padahal, pada 2015 Asean justru berencana memulai integrasi ekonominya secara keseluruhan.

Jakarta-ASEAN sebenarnya telah memiliki Rencana Aksi Strategis Asean tentang Lingkungan Hidup pada 1994-1998, yang mendukung  rekomendasi khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa Agenda 21 tentang hak air bagi seluruh penduduk tanpa terkecuali. Rencana Asean ini menyebutkan bahwa selain menjaga hak penduduk akan air, juga menjaga pasokan air yang berkualitas baik, yang terjaga kualitas hidrologis, biologis dan kimianya dari ekosistem, dengan mengadaptasikan aktivitas manusia dalam batas-batas kapasitas alam dan pemberantasan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air.

Namun sejak 1990s, privatisasi air justru mulai marak di Asia Tenggara. Di Indonesia, setelah menerima pinjaman dari Bank Dunia, Pemerintah Indonesia menetapkan UU No 7 Tahun 2004 tentang Reformasi Hukum Air. Undang-undang ini memarakkan industri air mineral di Indonesia dan menegaskan air sebagai bagian dari komoditas ekonomi. Akibatnya, saat ini sedikitnya ada 30 proyek privatisasi air di Indonesia, dengan Jakarta dan Batam sebagai daerah terbanyak.

“Ini adalah pelanggaran, karena hak akses terhadap air telah diakui sebagai hak asasi manusia bukan air sebagai komoditas ekonomi,” kata Hamong Santono, Koordinator Koalisi Hak Rakyat untuk Air (KruHA).Hamong merujuk pada kesepakatan PBB yang menyepakati hak akses terhadap air adalah hak asasi manusia, sama seperti halnya hak kebebasan berpendapat, kebebasan beragama dan sebagainya.

Hal serupa terjadi di Malaysia dan Filipina. Di Malaysia, maraknya privatisi air sejak 1990-an telah menaikkan tarif air publik sebanyak 15 persen. Sementara di Filipina, privatisasi air yang dipicu pinjaman IFC (International Finance Coorporation) dari Bank Dunia, membuat konstruksi waduk-waduk oleh swasta menimbulkan kekeringan air bagi penduduk dan memicu masalah sosial.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.