Posted in

REDD DIKRITIK KUNTORO JANJI BICARA TERBUKA

thumbnailSIEJ,Durban- Pelaksanaan proyek percontohan REDD+ di Kalimantan Tengah dikritik Friends of the Earth, dianggap tak akomodatif terhadap masyarakat. Kuntoro berjanji mengundang para pengkritiknya.  “Saya belum tahu dengan jelas laporan itu, tetapi kami akan undang mereka (berdiskusi),”katanya didampingi Wakil Ketua Satgas REDD+ Heru Prasetyo usai konferensi pers di COP17 Durban, Rabu (8/12).

Ketua Satuan Tugas REDD+ Indonesia Kuntoro Mangkusubroto menanggapi santai kritik beberapa lembaga masyarakat tentang kinerja program pengurangan emisi itu di Indonesia.  Ia berjanji akan membahas kritik tersebut dan mengundang mereka untuk membahasnya. Salah satu kritik  tersebut datang dari Friends of the Earth (FoE) International, yang menyoroti kinerja proyek percontohan KFCP Kalimantan Forest Carbon Partnership yang merupakan proyek percontohan REDD+ antara pemerintah daerah Kalimantan Tengah dengan Australia. Proyek itu dilaksanakan di bekas lahan gambut satu juta hektare yang dulu gagal diubah menjadi lahan padi.

Menurut FoE  dalam laporan bertajuk In the REDD: Australia’s carbon offset project in Central Kalimantan  itu,  terdapat beberapa kelemahan KFCP, antara lain tidak memperhatikan aspirasi masyarakat lokal dan sekitar hutan karena proses sosialisasinya kurang.  Alasan lain, proyek itu direncanakan sebagai  offset karbon Australia, menurut beberapa laporan yang dikutip FoE. Padahal proyek REDD+ tidak seharusnya mengurangi kewajiban Australia untuk menurunkan emisinya. Laporan yang antara lain dibantu investigasinya oleh Yayasan Telapak Indonesia dan Environmental Investigation Agency itu juga menyoroti Kelemahan lainnya, seperti luas area reboisasi lahan gambut itu relatif kecil, sekitar 3 ribu hektare, sangat jauh bila  dibandingkan dengan rebosisasi yang dilakukan sendiri masyarakat setempat yang mencapai 50 ribu hektare

Utusan khusus Norwegia untuk perubahan iklim Hans Brattskar yang turut dalam konferensi pers itu menyatakan bahwa negaranya puas dengan kemajuan yang dicapai proyek-proyek REDD+  di Indonesia, bahkan ia memuji apa yang dilakukan Satgas, “ proyek yang ada di Indonesia ini merupakan yang pertama di dunia, dan dapat menjadi model di seluruh dunia,”ujarnya,”dan kami akan terus mendukung untuk program di tahun 2012.”  Direktur Eksekutif UNEP Achim Steiner juga mengakui keberhasilan itu dan menyatakan bahwa proses yang dijalani proyek percontohan REDD+ di Indonesia kompleks dan sangat sulit (IGGM).

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.