Posted in

PELAJARAN BARU DARI LERENG GUNUNG MERAPI

Hilangnya anakan elang jawa itu juga membawa kesedihan mendalam bagi Lim Wen Sim, seorang pengamat dan peneliti burung senior di Yogyakarta. “Saya belum berani naik ke lereng Merapi lagi,” ujarnya pelan. Maklum, selama bertahun-tahun, Lim aktif mengamati kehidupan elang jawa (Spizaetus bartelsi) dan mencari sarangnya. Ia pernah tercatat sebagai penangkap elang jawa tecepat di Asia Tenggara saat melakukan tagging(memberikan tanda di sayap).

 

Elang jawa adalah salah satu spesies burung paling banyak diteliti. Sebagai obyek penelitian, elang jawa sangat ‘seksi’ karena pemerintah menetapkan burung ini sebagai satwa nasional sejak 3 Januari 1993. Ada setumpuk penelitian untuk melestarikan burung yang terancam punah itu. Misalnya Okober 1996 silam terbentuk Kelompok Kerja Pelestarian Elang Jawa (KKPEJ) yang terdiri dari wakil pemerintah, LSM lingkungan baik nasional maupun internasional yang melakukan banyak hal (termasuk penelitian) untuk mempertahankan kehidupan spesies burung yang menjadi inspirasi bagi lambang Garuda Pancasila itu.

Menurut Ige Kristanto dan Lim, selama ini belum pernah terbetik berita tentang kasus anakan elang jawa yang ‘dirampok” kawanan kera ekor panjang (Macaca fascicularis). “Ini adalah pelajaran baru,” tandas Ige Kristanto. Yang menarik pula, mengapa kera ekor panjang yang biasa makan tumbuhan dan buah-buahan ini harus memangsa anakan burung pula?

Selama ini musuh yang paling ganas bagi anakan elang jawa adalah pemburu. Anakan elang jawa menjadi sasaran empuk karena menangkap yang dewasa dalam kondisi hidup, sangat sulit. Di pasar hewan, harga jual elang jawa sangat mahal karena dapat menjadi hewan peliharaan yang eksklusif.

Tetapi Lim belum yakin seratus persen jika kawanan kera ekor panjang yang mengambil anakan elang jawa itu. “Ada kemungkinan macan tutul yang melakukannya,” ungkap Lim. Alasannya sarang itu berada di wilayah tinggal macan tutul (Panthera pardus).

Bagi Lim, misteri lainnya adalah mengapa pasangan elang jawa itu tidak membangun sarangnya di sebuah pohon yang terisolasi dari pepohonan lainnya. Cara seperti ini biasa dilakukan raptor lainnya. Dengan membangun sarang di pohon yang berdekatan dengan pohon-pohon lainnya menyebabkan musuh-musuh elang jawa mudah mengakses sarangnya. Perilaku yang tidak semestinya ini tentu menjadi pertanyaan besar bagi dunia ilmu pengetahuan burung (ornythology).

Namun demikian, Ige Kristanto masih berharap pasangan elang jawa itu mau bertelur kembali tanpa harus menunggu masabreeding tahun depan. Sebab ada pengalaman di Jawa Barat – wilayah dimana populasi burung ini tercatat paling banyak – pasangan elang jawa mau breeding lagi setelah anaknya diambil para pemburu.

Namun yang jelas, masa depan elang jawa di lereng Gunung Merapi yang berjumlah tak lebih dari hitungan jari itu menjadi kian suram. Kera ekor panjang, menambah panjang daftar musuhnya. Populasinya di lereng Gunung Merapi banyak lagi!

-Baca juga “Kisah Hilangnya Anakan Elang Jawa di Lereng Gunung Merapi”

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.