Posted in

LSM KHAWATIR HTI DAN KEBUN SAWIT MASUK REDD+

thumbnail

 

LSM mengkhawatirkan HTI dan kebun sawit masuk dalam mekanisme REDD+. Namun hal itu dibantah oleh Ketua Kelompok Kerja Alih Guna Lahan dan Kehutanan (LULUCF) Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Doddy S Sukadri.

DNPI Bantah Masuk REDD+

KOPENHAGEN (RP) – Dalam konvensi perubahan iklim (UNFCCC) COP 15 di Kopenhagen Denmark , persoalan Reducing Emission from Deforestation and Degradation plus (REDD) dan REDD+, yakni semacam pemberian intensif (kompensasi finansial) kepada negara-negara berkembang yang mampu mengurangi emisi dari deforestasi menjadi salah topik pembahasan yang hangat. Apalagi disebut-sebut, bahwa HTI dan kebun sawit masuk dalam mekanisme REDD+

Masuknya HTI dan kebun sawit dalam mekanisme REDD+, menurut Teguh Surya dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dapat dilihat dari definisi hutan yang digunakan dalam pembahasan UNFCCC yang mengadopsi definisi hutan FAO. Di mana di dalam pengertiannya, wilayah dengan penutupan vegetasi pohon lebih dari sepuluh persen dapat diklasifikasikan sebagai hutan. Sehingga perkebunan monokultur skala besar seperti perkebunan sawit dan HTI bisa dianggap hutan.

“ Kan ini celaka, masa kebun sawit dan HTI masuk dalam REDD+. Alasan mereka bahwa setelah menebangkan, mereka melakukan penanaman. Padahal gara-gara HTI dan kebun sawitlah hutan alam luluh lantak. Keputusan ini seperti ditunggangi perusahan,” ungkap Teguh Surya, usai menjadi pembicara pada Media Clinic – What’s a Forest Worth? Di ruang Asger Jorn, Bella Center, Kamis (10/12) lalu.

Kekhawatiran yang sama juga diungkapkan oleh RahmatHidayat, Direktur Warsi Jambi. Menurutnya, masuknya HTI dan kebun sawit agar berpotensi alih fungsi lahan dari hutan ke perkebunan dan HTI akan semakin tinggi.

Namun tuduhan LSM itu dibantah oleh Ketua Kelompok Kerja Alih Guna Lahan dan Kehutanan (LULUCF) Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Doddy S Sukadri, Jumat (11/12) petang waktu setempat.

Menurutnya “plantation” yang disebut-sebut dalam pembahasan COP15 di Kopenhagen adalah penanaman pohon kehutanan dan itu berarti tidak termasuk tanaman sawit dan akasia atau eucalyptus. “Plantation yang dimaksud itu seperti Gerhan (Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan). Jadi tanaman kehutanan,” ungkapnya.

Doddy juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan REDD+ meliputi hutan konservasi, manajemen hutan berkelanjutan, dan peningkatan kapasitas penyerapan karbon. Di mana yang dimaksud dengan menajemen hutan berkelanjutan contohnya upaya pencegahan ilegal logging dan peningkatan penyerapan karbon seperti intensif penanaman di dalam kawasan hutan sehingga lebih banyak tutupan kanopi hutan. (ndi).

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.