Posted in

TINDAK KEKERASAN OLEH APARAT KEMBALI TERJADI DALAM PEREBUTAN LAHAN

thumbnailJakarta – Aksi kekerasan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Republik Indonesia kembali terjadi terhadap masyarakat dan aktivis lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) di Desa Pering Baru, Kabupaten Seluma, Bengkulu. Aksi kekerasan ini di alami oleh dua orang anggota aktivis Walhi dan 20 orang warga.

Seperti dikatakan oleh Manager Regional Eksekutif WALHI Nasional, Mukri Friatna, kejadian ini berawal dari 20 warga yang menduduki lahan mereka seluas 250 hektar yang telah dikembalikan oleh PTPN VII semenjak 24 April yang lalu, karena telah habis masa pinjamnya selama 25 tahun tepatnya pada bulan Februari yang lalu, setelah melalui beberapa kali perundingan.

“Karena selama ini tidak ada manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Maka mereka ingin mengelola lahan mereka secara mandiri,” ungkap Mukri ketika ditemui di Sekretariat Walhi, di Jakarta (28/07).

Namun, lanjutnya, pada tanggal 23 Juli yang lalu, ketika warga yang sedang melakukan pelatihan mendengar adanya eskavator yang mau masuk untuk menggusur lahan mereka, mencoba untuk menghadang eskavator untuk tidak membabat tanaman yang baru mereka tanam.

“Mereka hanya melakukan aksi duduk diam di lahan mereka,” ujar Mukri

Mukri, menegaskan, bahwa pihaknya mengutuk keras aksi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum ini. Sebab, masa yang duduk itu hanya berjumlah 20 orang, sedang kan polisi yang dating lebih dari 100 orang.

Bahkan aksi kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri di Bengkulu ini telah mengangkangi ucapan Kapolri pada hari jadi Polri yang Ke-64 pada 1 Juli yang lalu, bahwa Polri akan melakukan reformasi diri.

“Aksi kekerasan itu terbukti pada salahsatu anggota Walhi yang memang kondisinya cacat, kakinya pincang, kemudian kakinya dipatahkan lagi, dan rata-rata warga yang lain mengalami lebam dan luka di kepala. Yang membuat kami resah, mereka tidak boleh mendapat pengobatan. Bahkan untuk bertemu pengacarapun di tolak,” ungkap Mukri

Yang lebih menyedihkan lagi, sebut Mukri, pada insiden tersebut juga terjadi tindak pelecehan seksual oleh anggota anggota Polri yang dialami oleh enam orang perempuan yang berada di lokasi.

Aksi pelecehan seksual ini, imbuhnya, dengan menyuruh ke enam perempuan itu untuk membuka baju mereka, kemudian pasang lagi, buka lagi dan bahkan ada yang sampai disuruh membuka pakaian dalamnya.

“Kemarin saya dapat update yang terbaru, yang melakukan pelecehan seksual itu mau dilaporkan ke propam polda, khususnya untuk pelecehan seksual tersebut. Tapi belum ada keterangan pasti apakah laporan tersebut sudah diterima atau belum,” ujarnya

Dalam siaran pers bersamanya, WALHI, KIARA, Kontras, ICW, KPA, JKPP, ICEL, SPI, AGRA, mengutuk tindakan sistematis aparat Kepolisian yang bertentangan dengan UUD 1945, UU No. 39 Tentang HAM.

Meminta kepada pemerintah untuk mengevaluasi dan menghentikan investasi skala besar di sektor perkebunan, kehutanan dan kelautan. Karena hal tersebut, di lapangan terbukti telah menimbulkan konflik agraria yang mengakibatkan kenyamanan dan ketenteraman masyarakat terganggu.

Selain itu, mereka juga mendesak peradilan atas pelanggaran HAM yang dilakukan aparatur keamanan maupun koorporasi.(teddy setiawan) 

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.