Posted in

MEMBUAT API DI KALA SULIT

thumbnailJakarta – Tugas peliputan ke sebuah daerah terpencil akan menjadi tugas yang menyenangkan, sekaligus membahayakan. Menyenangkan karena agenda liputan itu akan menjadi sarana bekerja sekaligus rekreasi. Namun bisa membahayakan, seperti bila tersesat di tengah hutan. Pengetahuan untuk membuat perapian menjadi penting, bila kondisi seperti itu yang harus dihadapi.

Ketika mungkin suatu saat nanti kita menghadapi kondisi-kondisi seperti tersebut di atas (kondisi survival/bertahan hidup), maka pemahaman atas pengetahuan mengenai bagaimana caranya bergiat di alam terbuka tentu akan berperan besar untuk mengatasinya. Salah satunya yang terpenting adalah kemampuan untuk membuat api. Dalam kondisi survival, kemampuan untuk membuat api akan dapat membuat perbedaan antara hidup dan sekarat.

Fungsi api dalam kaitannya dengan kondisi survival memang sangat banyak, terutama dapat memenuhi berbagai kebutuhan, misalnya menyediakan kehangatan dan kenyamanan, untuk memasak dan menghangatkan makanan, untuk memurnikan air, mensterilkan perban, isyarat atau sinyal untuk penolong, dan memberikan perlindungan dari binatang. Yang paling penting, secara psikologis, api dapat memberikan kedamaian pikiran dari ketegangan.

Tempat dan Material

Sebelum membuat api, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan, antara lain areal medan dan cuaca di mana kita berada, ketersediaan bahan-bahan dan alat pendukung, arah angin, serta keadaan sekeliling agar terhindar dari bahaya kebakaran. Dari semuanya, pemilihan lokasi atau tempat dan pemilihan material untuk membuat api menjadi dua hal yang patut dikedepankan.

Untuk masalah tempat, usahakan mencari tempat yang kering, terlindung dari angin, dan tersedianya kayu atau bahan bakar lainnya. Sebisa mungkin memang diusahakan untuk mencari tempat yang terlindung, kecuali untuk kebutuhan sebagai tanda atau sinyal. Selain itu, jangan pernah menyalakan api di bawah pohon karena beresiko terjadi kebakaran. Dianjurkan juga untuk membersihkan dedaunan, ranting-ranting, jamur, dan rumput kering dalam radius dua meter melingkar dari lokasi perapian. Jika tanahnya lembab atau basah, maka buatlah alas dari batang kayu yang lapisi dengan tanah, atau alasi dengan batu.

Sementara untuk masalah material, terdapat tiga tipe material untuk membuat api, yaitu Tinder (penyala), Kindling (pemancing), dan Fuel (bahan bakar). Tipe Tinder (penyala) adalah material kering yang akan menyala dengan bantuan panas atau percikan api. Contoh dari tipe Tinder adalah kayu kering yang diserut, rumput kering, pakis mati, lumut kering, jamur kering, jerami serbuk gergaji, dedaunan kering, batang pohon yang mati atau membusuk, serabut tumbuhan yang mengering, daun palem atau kelapa yang sudah mati, mesiu, kapas, kain kasa, bagian luar bambu yang diserut, dan lain-lain.  Â

Tipe Kindling (pemancing) adalah material yang sudah disiapkan dan gampang menyala, yang akan ditambahkan setelah bahan dari tipe Tinder menyala. Material dari tipe Kindling juga harus kering dan mudah terbakar dengan cepat. Material dari tipe Kindling akan meningkatkan temperatur api dan akan membuat nyala api lebih besar. Contoh dari tipe Kindling adalah ranting kecil, potongan kayu kecil, kayu yang dipisah-pisahkan, karton tebal, potongan kayu yang diambil dari bagian dalam potongan kayu besar, kayu yang tersiram dengan cairan yang mudah terbakar, dan lain sebagainya.

Tipe terakhir, yakni tipe Fuel (bahan bakar) adalah material yang diperlukan saat api sudah menyala besar, di mana membutuhkan bahan bakar yang agak besar dan terbakar secara perlahan-lahan. Contoh dari tipe Fuel adalah kayu kering yang masih berdiri, cabang pohon yang sudah mati dan kering, bagian dalam dari batang pohon tumbang yang sudah kering, dahan atau cabang dari pohon tumbang yang sudah kering, rumput kering yang dibelitkan jadi satu, kotoran hewan yang sudah mengering, gemuk hewan, batubara, serpih mengandung minyak, dan lain-lain.

Menyalakan Api

Salah satu hal yang perlu diperhatikan ketika menyalakan api adalah usahakan untuk menyalakannya dari arah yang berlawanan dengan arah angin. Selain itu, material dari tipe Tinder, Kindling, dan Fuel juga mesti diletakkan sedemikian rupa agar nantinya api yang dibuat akan terus menyala sepanjang yang kita butuhkan. Untuk menghasilkan api dari material tipe Tinder, terdapat dua metode yang digunakan sebagai pemantik dan penyedia sumber panas awal, yaitu metode modern dan metode primitif.

Metode modern identik dengan dipergunakannya alat-alat modern dalam aplikasinya, yaitu alat-alat yang biasa kita pakai untuk menyalakan api dalam kehidupan sehari-hari. Metode modern ini terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu korek api, Convex Lens, dan Metal Match. Untuk korek api, perlu dipastikan bahwa korek api ini memiliki sifat tahan air (waterproof), atau bisa juga disimpan di dalam wadah yang tahan air.

Jenis kedua yaitu Convex Lens merupakan jenis metode modern yang menggunakan lensa sebagai alat utamanya dan hanya bisa digunakan saat siang hari ketika matahari tengah bersinar terang. Lensa yang digunakan dapat berasal dari lensa teropong, kamera, teleskop, atau kaca pembesar. Sudut peletakan lensa juga mesti diatur sedemikian mnugkin agar sinar matahari dapat terkumpul di atas material tipe Tinder yang sebelumnya telah dipersiapkan. Lensa pun harus dipegang erat-erat hingga material dari tipe Tinder menyala dan mulai membara. Kemudian, tiuplah material tipe Tinder agar nyala api tetap terjaga.

Jenis ketiga yaitu Metal Match merupakan jenis metode modern yang menggunakan bahan-bahan logam untuk menyalakan api. Caranya adalah dengan menempatkan daun kering di bawah material jenis Tinder dengan bagian yang mengarah ke sudut tertentu. Lalu tempatkan Metal Match di atas daun kering, kemudian pegang Metal Match dengan satu tangan dan pegang juga pisau di tangan satunya lagi. Goreskan pisau dengan Metal Match untuk menghasilkan percikan api. Percikan api akan mengenai material jenis Tinder dan saat sudah mulai membara maka dianjurkan untuk meniupnya perlahan-lahan hingga benar-benar menyala.

Sementara itu, metode primitif merupakan metode menyalakan api yang telah digunakan selama berabad-abad lamanya oleh nenek moyang kita. Metode ini telah dipercaya karena merupakan metode yang dipakai dari zaman ke zaman sejak manusia ada di bumi. Metode primitif ini terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu Flint and Stell, Fire-Plow, serta Bow and Drill.  Â

Flint and Stell merupakan cara yang paling mudah untuk digunakan karena metode batu api dan metode Stell ini dapat menghasilkan percikan api langsung. Caranya adalah dengan melakukan benturan terhadap batu api atau benda keras lainnya, dan mungkin juga antara tajamnya batu karang dengan baja karbon. Cara ini memang memerlukan kelenturan pergelangan tangan dan latihan yang cukup. Saat percikan ditangkap oleh material tipe Tinder, maka tiuplah pelan-pelan hingga percikan api menyebar dan mulai terbakar.

Jenis kedua yaitu Fire-Plow merupakan sebuah cara yang memanfaatkan metode friksi pengapian. Cara yang digunakan adalah dengan menggosokkan batang kayu keras yang berlawanan dengan kayu lembut sebagai alasnya. Sebelumnya. dasar atau alasnya memang harus dipotong mendalam dan dilubangi secara memanjang. Kemudian batang kayu yang keras itu mesti digerakkan seperti membajak secara naik-turun. Gerakan membajak ini akan mendesak keluarnya partikel atau butir serabut kayu dan lambat laun akan menimbulkan bunga api.

Jenis ketiga yaitu Bow and Drill merupakan teknik membuat api yang menggunakan Bow (busur) dan Drill, serta membutuhkan kegigihan untuk menghasilkan bunga apinya. Beberapa materi yang diperlukan dalam teknik ini antara lain Socket, Drill, Fire Board, dan Bow. Socket adalah sebuah pegangan yang terbuat dari kayu atau tulang yang diberikan lubang untuk menahan dan menekan Drill. Bentuk Drill pun harus lurus, dan sebisa mungkin berasal dari kayu yang keras dengan diameter 2 cm dan panjang 25 cm. Ujung atasnya bulat rata dan ujung bawahnya dibuat mengecil serta tumpul.

Fire Board merupakan kayu lunak dengan tebal kira-kira 2,5 cm dan lebar 10 cm. Potonglah ke dalam kira-kira 2 cm dari satu tepi sisinya dan juga pada bagian bawahnya. Buatlah potongan berbentuk V yang berasal dari permukaan bawahnya sebagai penekan. Sementara Bow atau busur adalah sebuah tongkat yang terbuat dari kayu muda (berwarna hijau) dengan diameter 2,5 cm, lengkap dengan benangnya. Tipe kayu untuk Bow ini tidaklah terlalu penting dan tali busurnya pun bisa menggunakan jenis pengikat apapun. Ikatlah ujung busur yang satu dengan yang lainnya dan jangan sampai kendur.

Untuk menggunakan Bow dan Drill, yang pertama kali mesti dilakukan adalah menyiapkan lapisan untuk api. Kemudian tempatkan gumpalan material tipe Tinder di bawah lubang potong berbentuk V. Tempatkan satu kaki di atas papan api (Fire Board). Lalu pegang Socket dengan satu tangan dan masukan pada bagian atas Drill. Berikanlah tekanan pada Drill sambil menarik maju-mundur busur yang talinya sudah terikat pada Drill, sehingga Drill akan berputar-putar bolak-balik. Tambahkan tekanan pada Drill dan mempercepat gerakan busur. Aksi ini akan membuat panas dan menghasilkan bunga api yang akan ditangkap oleh material tipe Tinder. Kemudian tiuplah pelan-pelan sehingga menyala apinya.

Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa bila dibandingkan dengan metode modern, metode primitif yang dipakai untuk menyalakan api memang sedikit lebih melelahkan dan membutuhkan kesabaran serta latihan yang cukup. Hal ini juga karena bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat api dari metode primitif ini sebagian besar harus kita peroleh sendiri dari alam terbuka. Meskipun begitu, cara ini sudah dijamin cukup ampuh dan dapat dipercaya untuk menghasilkan sumber api sejak berabad-abad yang lalu. (prihandoko)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.