Bencana banjir di Wasior merupakan peringatan keras pada pemerintah untuk merubah model kebijakan pengelolaan alam di Papua, demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Institut Hijau Indonesia, Slamet Daroyni, Jumat (8/10/10).

Dikatakan Slamet, berdasarkan data yang dihimpun pada tahun 2010 oleh pihaknya, menunjukan bahwa Papua Barat memiliki wilayah yang rentan terhadap potensi bencana ekologis. Hal tersebut, imbuhnya, karena luas hutan primer dan hutan sekunder yang ada di Papua Barat tersebut mengalami alih fungsi yang sangat besar.

“Berdasarkan data satelit, tahun 2005-2009, menunjukan telah terjadi deforestasi seluas 1.017.841,66 hektar atau sekitar 254.560,41 hektar per tahun. Jika deforestasi nasional seluas 1,17 juta hektar per tahun, berarti Papua Barat menyumbang sekitar 25% dari angka itu,” Demikian dikatakan Slamet pada wartawan pada saat acara konferensi pers mengenai bencana Wasior di kantornya, Ligamas Perdatam, Jakarta (08/10/2010).

Pada kesempatan itu, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Andrie S Wijaya menyebutkan, bahwa bencana banjir di Wasior disebabkan oleh perubahan bentang alam yang tak terpulihkan oleh kegiatan industri ekstraktif, menjadi indikasi kuat terjadinya bencana alam tersebut.

“Di Wasior ini adalah akibat kerakusan industri ekstraktif dan tanpa ada perencanaan yang bijak dan punya hati nurani. Ironinya, pemerintah masih mengandalkan industri tersebut sebagai basis pertumbuhan ekonomi Negara,” tutur Andrie.

Adapun Manajer Kampanye Pangan dan Air Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), M. Islah menyebutkan, jika usaha pengkotak-kotakan bentang alam untuk kepentingan pertambangan dan praktek-praktek penyebab deforestasi di Papua Barat tidak segera dihentikan, ia khawatir bencana seperti ini akan terus terjadi, bahkan akan bertambah parah.

“Tidak bisa seenaknya seperti itu. Kalau ini diteruskan, bencana tak akan pernah berhenti. Dan yang akan menjadi korban di sana pastinya masyarakat sekitar,” ujar Islah.

Dengan melihat kondisi yang seperti ini, ia meminta pemerintah untuk segera melakukan pemulihan pada wilayah Indonesia. Hal ini, tegasnya, agar masyarakat yang hidup di atas muka bumi Indonesia merasa aman dan selamat dari bencana alam.

Selain itu, lanjutnya, biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dan sumbangan dari masyarakat untuk korban bencana alam, jauh lebih besar dari keuntungan yang didapat pemerintah jika dibandingkan dengan penerimaan Negara dari pajak yang diberikan oleh perusahaan pertambangan dan pemilik Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

“Untuk melakukan pemulihan ini, pemerintah harus mengeluarkan moratorium penebangan hutan dan moratorium pertambangan,” tuturnya.

Wasior adalah Ibu Kota Kabupaten Teluk Wodama, Provinsi Papua Barat. Teluk Wodama Terletak di sepanjang Tengkuk Kepala Cendrawasih. Luas wilayah Wasior 461,16 km2, dengan kemiringan 0-40 m dari permukaan laut dan berjarak sekitar 120 km dari Manokwari. (Teddy Setiawan)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.