Bali, Ekuatorial – Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat, Indonesia memiliki luas terumbu karang sekitar 51.000 km2 atau 18% dari total luas terumbu karang dunia. Sayangnya selama 50 tahun terakhir, penurunan kualitas terumbu karang Indonesia telah meningkat dari 10% menjadi 50% berdasarkan laporan Reef at Risk pada 2002 dan hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyimpulkan, sampai akhir 2012 sekitar 30,4% terumbu karang Indonesia berada dalam kondisi rusak.

Tekanan dari aktivitas manusia dan perubahan iklim dinilai menjadi faktor utama kerusakan karang yang menyebabkan stres, pemutihan, dan kematian karang. Peneliti senior terumbu karang dari LIPI Prof. Dr. Suharsono juga pernah menyebutkan bahwa sekitar 16% terumbu karang di Indonesia mengalami kerusakan permanen akibat perubahan iklim. “Suhu di laut yang semakin meningkat setiap tahun dapat mengakibatkan pemutihan massal terumbu karang. Sejak 1998, sudah ada sekitar 16 persen terumbu karang yang mengalami kerusakan secara permanen,” katanya. Jika terserang pemutihan, maka persentase kematiannya bisa mencapai 60 sampai 90 persen.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa genus karang yang berbeda memiliki kerentanan terhadap pemutihan yang berbeda pula. Penelitian James R. Guest yang dimuat pada jurnal PLOS One 2012, menemukan bahwa genus Acropora dan Pocillopora merupakan jenis karang yang sangat rentan.

Salah satu cara identifikasi genus karang adalah menggunakan perangkat terbaru Coral Finder. Perangkat berupa foto-foto genera terumbu karang yang dicetak pada 29 halaman berbahan dasar plastik tahan air, yang dilengkapi dengan informasi tentang ciri-ciri fisik yang membedakannya dengan genera lainnya, kaca pembesar dan pulpen bawah air. Coral finder diklaim mampu mengidentifikasi 80 genus karang keras di Asia Pasifik.

Coral Finder dikembangkan oleh Russell Kelley dari Coral Identification Capacity Building Program (CICBP). Perangkat ini dinilai berhasil membantu mengidentifikasi genus terumbu karang bahkan oleh pemula. Salah satu lokasi pelatihan identifikasi terumbu memakai Coral FInder diadakan oleh CICBP dan The Nature Conservancy (TNC) dan Yayasan Reef Check Indonesia (YRCI) di Pantai Tulamben, Bali. Sebelumnya, pelatihan sejenis juga diadakan di Wakatobi, Berau dan Kepulauan Seribu

“Kita cukup percaya dengan ini (Coral Finder) bisa mendapatkan data genus karang yang berkualitas,” ujar Rizya Ardiwijaya, Science Specialist TNC sekaligus pelatih pemakaian Coral Finder. Rizya melanjutkan bahwa selama pengalamannya melatih penggunaan Coral Finder, dari level pemula pun 90% karang yang diamati dapat diidentifikasi dengan benar.

Ia juga menjelaskan pentingnya identifikasi genus karang dan manfaat Coral Finder. “Dengan mengetahui genus karang, monitoring terumbu karang yang dilakukan dapat lebih berkembang, untuk melihat coral resillience dan penyakit karang. Ini menggambarkan tingkat kualitas suatu perairan,” paparnya. Informasi ini dapat digunakan untuk pelaporan dan monitoring lebih lanjut dan lebih dini terhadap kesehatan terumbu karang.

Rizya mengatakan, materi identifikasi dalam Coral Finder diadopsi dari buku Corals of the World karya J.N.E. Veron. Bedanya, Coral Finder telah disusun secara sistematis untuk tujuan identifikasi di lapangan dan dirancang untuk dapat dibawa ke bawah laut. Ratih Rimayanti

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.