Klaten, Ekuatorial – Status darurat kekeringan melanda 34 desa di Klaten. Kejadian tersebut mendorong Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten, melakukan penggalian pada sumber mata air Bebeng, yang masih tertutup timbunan sisa material vulkanik Gunung Merapi, paska erupsi tahun 2010 lalu.

Kepala BPBD Klaten, Sriwinoto mengungkapkan bahwa sumber mata air di Bebeng tersebut satu satunya sumber mata air yang ada dilereng Merapi, dan selama ini dimanfaatkan masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan air bersih. Mereka melakukan penggalian kembali mata air yang tertutup longsoran material tersebut. Lokasinya terletak sekitar 4 kilometer dari puncak Merapi.

“Penggalian dilakukan dengan alat berat untuk menyingkirkan material sisa erupsi Merapi 2010. Agar sumber air berfungsi kembali,” jelas Sri Winoto di Klaten Jawa Tengah, Senin (22/9).

Selain melakukan penggalian sumber mata air yang tertutup erupsi gunung merapi, BPBD Klaten juga melakukan perbaikan pipa saluran air dilokasi sumber mata air Bebeng di lereng Merapi

“Untuk mengatasi darurat kekeringan, BPBD Klaten memberikan bantuan pipa saluran air dan perbaikan bak air di Desa Bumiharjo Kecamatan Kemalang,” ungkapnya.

Menurut Bupati Klaten, Sunarna sebanyak 80.000 jiwa mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Desa yang paling parah mengalami krisis air, berada di atas atau di seputaran lereng Merapi.

“Dari laporan dari petugas di lapangan sejumlah sumber air sudah mulai mengalami penyusutan debit air. Sehingga masyarakat semakin kesulitan untuk mendapat air bersih,” ujar Sunarna.

Selain warga, dampak kekeringan yang melanda wilayah Klaten juga dirasakan para petani. Para petani ini kesulitan air untuk mengairi sawahnya. Merekapun memutar otak agar bisa mendapatkan air.

Dirjo salah satu petani asal Dusun Jetis, Desa Kenaiban, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten mengaku iuran bersama empat orang perani lainnya yang lokasi sawahnya berdekatan untuk membuat sumur pompa baru agar bisa mengairi sawah mereka yang luasnya hampir 16 hektare (ha).

“Kita iuran Rp. 200 ribu per orang untuk buat sumur dan beli pipa air. Sebab sungai didekat sawah mereka mulai sedikit debit airnya,” katanya.

Terpisah Kepala desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Sutarno menyebutkan saat ini banyak masyarakat mulai membeli pasokan air bersih dari pihak swasta dilereng Merapi. Pasalnya bila hanya mengandalkan pasokan air dari Pemerintah Kabupaten Klaten akan terlalu lama diterima.

Meskipun harga satu tangki air bersih dengan kapasitas 5 ribu liter dijual dengan harga Rp 300 ribu pertangki cukup mahal, namun warga tak memiliki pilihan lain.

“Padahal sebelumnya per tangki dengan kapasitas 5 ribu liter,hanya Rp 240 ribu kini mencapai Rp 300 ribu sangat berat bagi warga desa. Itupun harus antri dulu, tidak langsung dikirim,” ungkap Sutarno.

Menurut Sutarno tingginya biaya untuk membeli air, memaksa para warganya menjual hewan ternaknya. Apalagi penggunaan air juga dibatasi agar tidak cepat habis. Sehingga dibandingkan hewan ternaknya mati sia-sia karena kehausan, mereka pun lebih memilih menjual hewan miliknya. Bramantyo

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.