Boyolali, Ekuatorial – Kekeringan yang melanda wilayah Surakarta membuat mata air mulai mengering. Karena sulit air, warga nekat mengambil air yang sudah tak layak lagi dipergunakan.

Seperti yang dialami warga Dusun Glagah, Desa Dukuh, Kecamatan Tangen, Sragen, Jawa Tengah. Danuri salah satu warga Glagah mengatakan meski air yang mereka dapatkan kondisinya tidak jernih, tetapi mereka tak memiliki pilihan lain.

“Sumur – sumur kami kering semua. Sementara pasokan air minum sampai saat ini belum juga ada. Ya terpaksa kami tetap mengambil air di bilik itu. Apalagi hewan-hewan kami juga butuh air,” terang Danuri saat ditemui Ekuatorial, Jumat (19/9).

Menurut Danuri, air yang mereka dapat tidak langsung saat itu juga dimasak. Namun, air yang mereka dapatkan setelah mengantri tersebut dibiarkan semalam dahulu mengendap. Baru keesokan harinya air tersebut dikomsumsi. Agar gentong tempat penyimpanan air bisa terisi penuh, wargapun berulang kali bolak-balik menuju bilik air tersebut.

Danuri berharap, ada droping air untuk meringankan beban warga. Apalagi, sumur pantek dari proyek pemerintah sudah lama tak berfungsi. Padahal warga sempat sudah mengeluarkan uang untuk iuran agar proyek sumur pantek seharga Rp 12 juta bisa berjalan.

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Sragen, Wangsit Sukono megakui banyak wilayahnya yang mulai mengalami kekeringan. Setidaknya ada 36 desa di 11 Kecamatan di Sragen yang mulai dilanda kekeringan. Bahkan sejumlah warga di beberapa kecamatan sudah mulai meminta droping air bersih karena air memang sudah tidak lagi.

“Beberapa desa sudah mulai meminta droping air. Dari data masuk, sedikitnya 36 desa di 11 Kecamatan mulai dilanda kekeringan,” ujar Wangsit.

Kecamatan Tangen, Jenar, Tanon, Mondokan, dan Sumberlawang yang paling parah kekeringannya. Langkah awal yang dilakukan pihaknya, selain melakukan droping air, Dinsos juga melakukan kerjasama dengan PDAM Sragen menyiapkan sejumlah tempat penampungan air atau tandon untuk menyimpan air yang didroping.

Kondisi tak jauh berbeda juga dialami enam kecamatan di bawah kaki Gunung Merapi, Boyolali, Jawa Tengah. Keenam wilayah Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah yang mulai dilanda kekeringan yaitu Musuk, Kemusu, Wonosegoro, Juwangi, Karanggede, dan Andong masuk dalam kategori darurat dan krisis air.

Kepala Bidang Penanggulangan Bencana dan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali, Purwanto mengakui bila kekeringan ini tidak saja berimbas pada kelangsungan sektor pertanian, namun juga mengancam kehidupan warga. Dampak dari kekeringan tersebut memicu langkah serius upaya untuk menyelamatkan masyarakat dari krisis air bersih. Namun Pemkab Boyolali terkendala oleh ketersediaan dana.

“Langkah tersebut cukup sulit dilakukan. Pasalnya, anggaran yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Boyolali terbatas, hanya Rp105 juta,” jelasnya di Boyolali, Jumat (19/9).

Pemkab Boyolali kini telah mengumpulkan data dari enam kecamatan yang dilanda kekeringan parah. Bahan tersebut dijadikan bahan masukan untuk meminta bantuan dari pusat. Pasalnya, untuk untuk mendapat dana bantuan dari pusat harus melalui banyak persyaratan yang harus di penuhi oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali. Bramantyo

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.