Manado, Ekuatorial – Kota Manado menjadi langganan banjir dan longsor, khususnya di awal-awal tahun dalam dekade terakhir ini. Terparah terjadi pada 15 Januari 2014, yang memporak-porandakan sebagian besar wilayah ibukota Provinsi Sulawesi Utara itu. Sayangnya pemerintah setempat dinilai kurang tanggap untuk melakukan langkah-langkah meminimalisir terjadinya bencana. Bahkan pengrusakan lingkungan dengan penggundulan bukit-bukit dan daerah tangkapan air terus terjadi.

Akademisi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Rignolda Djamaludin MS mengungkapkan, belajar dari bencana banjir dan longsor yang menjadi langganan selama ini, seharusnya Pemerintah kota (Pemkot) Manado membuat kajian sekaligus kebijakan dalam pengelolaan daerah tangkapan air. Menurut Rignolda, daerah tangkapan air ini memberikan kontribusi yang besar dalam menahan air sehingga tidak secara drastis masuk ke kota Manado. Lanjut dia, yang terjadi justru pembongkaran secara besar-besaran di kawasan ring road yang merupakan daerah tangkapan air. Akibatnya sungai serta drainase tak mampu menampung volume air.

“Sehingga yang terjadi kemudian bukan cuma banjir air yang menerjang Manado, melainkan juga lumpur akibat pembongkaran bukit-bukit yang selama ini berperan sebagai daerah tangkapan air. Kondisi ini diperparah ketika sungai dan drainase tak mampu menampung debet air, sementara air laut pasang. Akibatnya sebagian besar kota Manado direndam banjir,” papar salah satu anggota Senat Unsrat ini.

Lanjut Rignolda, hal itu yang harus diperhatikan oleh Pemkot Manado sebagai langkah jangka panjang untuk merawat lingkungan secara baik. “Persoalannya adalah pemerintah membiarkan gunung-gunung dicukur untuk membangun pemukiman di daerah tangkapan air,” papar dosen yang juga aktivis lingkungan hidup ini.

Secara terpisah, Veronica Kumurur, yang juga Akademisi Unsrat berpendapat, banyak faktor yang melatarbelakangi sehingga bencana banjir ini terus terjadi. “Berkurangnya daerah hijau, perubahan bentang lahan, serta alih fungsi lahan dari hutan menjadi pemukiman terutama di daerah dataran tinggi menjadi penyebab banjir. Apalagi di wilayah ring road yang dibangun pemukiman-pemukiman baru,” papar Veronica.

Veronica, Mantan Ketua Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Wilayah Kota yang saat ini menjabat Kepala Laboratorium Pemukiman di Fakultas Teknik Unsrat juga menghimbau agar pemerintah lebih peka lagi dalam memberikan perijinan mendirikan bangunan, yang harus melalui tahapan kajian.

”Pemerintah seharusnya benar-benar melakukan perbaikan terutama dalam penertiban ijin-ijin mendirikan bangunan. Dan salah satu langkah yang harus dilakukan pemerintah yakni penataan sempadan sungai,” ujar Veronica.

Diketahui, kawasan ring road merupakan daerah perbatasan antara Kota Manado dan Kabupaten Minahasa. Kawasan ini dulunya adalah perbukitan dengan pohon-pohon besar yang tumbuh di sana. Sayangnya, saat ini daerah tangkapan air itu sudah dirombak untuk membangun pemukiman mewah Citraland di bawah bendera Ciputra Grup. Yoseph Ikanubun

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.