Palangka Raya, Ekuatorial – Pengrusakan kawasan hutan oleh perusahaan pertambangan batubara BHP Biliton di Desa Maruai Kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah (Kalteng) mendapat sorotan aktivis lingkungan hidup internasional. Terutama terkait dengan akan segera beroperasinya proyek pertambangan Indomet.

Arie Rompas Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Tengah mengungkapkan, penambangan batubara BHP Biliton di Kalimantan ini memicu pembangunan rel kereta api batubara dan memfasilitasi operasi bagi 37 buah perusahaan tambang batubara lainnya di wilayah hulu Kalimantan Tengah.

“Ini adalah bencana mengerikan bagi Kalimantan Tengah yang telah mengalami persoalan parah dari asap lahan gambut setiap musim kemarau dan banjir di musim hujan. Sudah seharusnya proyek ini perlu dibatalkan,” tukas Rio sapaan akrabnya.

Lebih mendalam, Pius Ginting dari Unit Kajian Walhi menyebut telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sekitar dua juta orang dari penambangan batubara sejak harga jatuh pada 2014.

“Mengembangkan proyek Indomet membuat masyarakat usia produktif masuk kelapangan pekerjaan yang tak berkelanjutan. Potret sedih pekerja tambang batubara dan keluargannya yang terlantar di kawasan hutan Kalimantan tidak boleh berlanjut terus,”ujar Pisu Ginting.

Saatnya pemerintah Jokowi menggenjot sektor nonbatubara yang lebih ramah lingkungan, berkelanjutan, seperti mendukung pertanian dan pengolahan hutan masyarakat Kabupaten Murung Raya Kalteng.

Para aktivis juga menggelar aksi demo dengan membentangkan spanduk di Kantor Pusat BHP Biliton di Melbourne Australia, Selasa (26/5).

Spanduk berukuran 12 meter persegi ini digantung di depan lobi kantor pusat BHP Bilition di Melbourne. Aksi spanduk serupa juga dilakukan di kantor BHP di London.
Tercatat tidak kurang dari 9.000 orang menyerukan kepada perusahaan tambang terbesar di dunia tersebut untuk membatalkan rencana sejumlah penambangan batubara di kawasan hutan yang menjadi paru-paru dunia di Pulau Kalimantan.

Petisi menyebutkan sejumlah proyek pertambangan di Kalimantan—dikenal dengan nama Proyek Indomet—adalah sebuah “bencana yang sedang dibuat” dan meminta BHP Biliton (BHPB) untuk “mundur segera dari proyek Indomet dan mengusahakan perlindungan permanen kawasan tersebut,”

Konsesi tambang raksasa Indomet mencakup 350,000 hektar, atau hampir lima kali luas Kota Jakarta.

Berlokasi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, wilayah proyek ini mengandung 1.2 milyar ton batubara coking dan terletak di daerah ‘Jantung Kalimantan (Heart Borneo)’, yang disebut oleh Asian Development Bank sebagai “paru-paru Asia”.

Hutan yang kaya, memberikan kehidupan berkelanjutan bagi komunitas Dayak dari generasi ke generasi, juga adalah habitat bagi orang hutan, gajah kerdil, badak sumatera. WWF melaporkan bahwa kawasan ini adalahrumah bagi 6 persen dari keragaman hayati dunia, terdapat rata-rata 3 spesies baru ditemukan setiap bulan sejak tahun 2005.

“Ribuan orang telah menandatangani petisi menyerukan agar BHP membatalkan rencana yang akan menjadi bencanalingkungan dan sosial. Ketimbang mencoba menambang batubara di Kalimantan, BHP seharusnya melakukan hal baik dan mengusahakan perlindungan permanen bagian dunia yang unik ini,” kata Julien Vincent dari Market Forces sebuah LSM Australia melalui siaran pers yang dikirimkan ke Ekuatorial Kalteng, Selasa (27/5).

Dia menyatakan, sebagai anggota International Council on Metals and Mining, BHP Biliton harus memeroleh persetujuan dari penduduk asli bagi operasi pertambangan. Karena, kegiatan pertambangan yang dilakukan mempengaruhi tanah warga, termasuk pemilik tanah adat atau pengelola tanah atau sumber daya alam.

“Akan tetapi, penduduk desa yang tinggal di Desa Maruwai, dekat wilayah pertambangan Haju, konsesi pertama yang akan dikembangkan perusahaan BHP Biliton melaporkan bahwa mereka dipaksa di bawah ancaman penangkapan agar menerima Rp 100 (seratus rupiah,Red) per meter persegi bagi hutan ulayat mereka,” beberJulien Vincent.

Terkait proyek Indomet di wilayah Murung Raya, pada pekan depan warga Maruwai berencana mendatangi pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Warga akan menuntut pengakuan atas 1000 Ha tanah yang ini dikuasai oleh BHP Biliton di area hutan Haju.

“Tak bisa diterima bagi salah satu perusahaan terkaya di dunia jika menolak mengakui hak penduduk di daerah tersebut yang memiliki legitimasi kuat,” ujar Julien Vincent.

Senada itu, Alex Scrivener dari Global Justice Now, LSM berbasis di Inggris menyebutkan, rencana beroperasinya Proyek Indomet ini merupakan berita buruk bagi penduduk lokal dan berita buruk bagi perubahan iklim dunia.

“Saat dunia kini kelebihan pasokan batubara, tidak ada alasan mengembangkan proyek Indomet,” kata Alex Scrivener dari Global Justice Now, LSM berbasis di Inggris, yang mengorganisir petisi ini. Maturidi

Artikel Terkait :
Tiga Sungai Barito Tercemar Limbah Batubara
Bupati Hulu Sungai tengah Pilih Perkebunan Sawit Ketimbang Pertambangan Batubara

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.