Solo, Ekuatorial – Karena perluasan lokasi untuk pengelolaan sampah berbasis sanitary landfill sudah tidak memungkinkan lagi, maka Pemerintah kota Solo, Jawa Tengah berencana untuk mengelola sampah melalui teknologi sistem insinerasi atau pembakaran. Teknik tersebut dalam banyak hal memiliki keunggulan diantaranya bisa mengurangi volume sampah yang sangat banyak.

“Sebelumnya ada rencana akan menerapkan sistem anaerobic digestion dan sanitary landfill. Sayang kedua sistem tersebut memiliki banyak kendala dan tidak bisa diterapkan lagi di kota Solo,” jelas Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Solo, Hasta Gunawan, Jumat (29/5).

Pasalnya menurut Hasta sistem sanitary landfill, memiliki kendala terkait lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo yang memang sangat terbatas. Demikian pula dengan sistem anaerobic digestion fasilitas fermentasi sampah yang sangat mahal. Sebab itulah di pilih sistem insinerasi.

“Sekarang mau cari lahan 100 meter saja di Kota Solo sudah sangat sulit. Apalagi, mencari lahan diatas 14 hektare jelas tidak mungkin. Jadi jalan satu-satunya hanya dengan menerapkan teknologi pengelolaan sampah dengan sistem insinerasi seperti yang diterapkan di negara Eropa,” ungkapnya.

Selain penerapan pengelolaan sampah dengan menggunakan sistem insinerasi, pihaknya saat ini sudah memberlakukan penataan sampah mulai dari hulunya. Dimana, sebelum sampah-sampah itu dibawa ke TPA Putri Cempo, sampah-sampah ini akan dipisah-pisahkan dahulu di lokasi awalnya.

“Sekarang sudah kita terapkan. Di beberapa titik lokasi pembuangan sampah di Kota Solo ini sudah kita pisah-pisahkan. Dimana sampah limbah rumah tangga dikumpulkan menjadi satu dengan limbah rumah tangga lainnya. Begitu pula dengan limbah-limbah lainnya, juga mulai kita pisah-pisahkan sebelumn dibawa ke TPA Putri Cempo. Ini dilakukan, karena pencemaran lingkungan yang disebabkan kondisi TPA Putri Cempo sudah sangat mengkhawatirkan,” pungkasnya.

Keberadaan TPA Putri Cempo yang berada di kawasan Solo bagian utara, kini dirasa sudah tidak memenuhi syarat karena sudah terlalu penuh dengan timbunan sampah. Tumpukan sampah yang menggunung menimbulkan bau busuk yang sangat menyengat.

Selain menimbulkan bau yang cukup menyengat, tumpukan sampah ini ternyata pelan namun pasti mulai mengancam kesehatan warga. Tak hanya warga di sekitar TPA yang berdiri sejak tahun 1986 ini saja, namun warga yang letaknya jauh dari TPA Putri Cempo juga terancam kesehatannya.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, volume tumpukan sampah yang terus menggunung ini, ternyata merembas ke air bawah tanah. Selain merembas ke air bawah tanah, sampah-sampah itupun masuk ke sungai yang mengalir tak jauh dari TPA Putri Cempo. Jelas kondisi tersebut, ungkap Pakar Lingkungan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prabang Setyono sangat berbahaya bagi warga yang letaknya jauh dari TPA Putri Cempo.

“Bagaimana tidak berbahaya, air bawah tanah ini meresap kecelah bawah dan terus kebawah. Hingga akhirnya menyentuh lapisan air di bawah tanah dan pada akhirnya terdorong keluar dan masuk ke sungai. Otomatis air yang masuk ke sungai inilah yang terbawa hingga jauh dari lokasi TPA Putri Cempo,” papar Prabang Setyono kepada Ekuatorial di Solo, Jawa Tengah, Jumat (29/5).

Menurut Prabang, dari hasil penelitian, bila air tersebut dikomsumsi, jelas zat-zat berbahaya yang berasal dari sampah bisa membahayakan organ tubuh manusia. Bila terus dikomsumsi, jelas berdampak sangat buruk bagi tubuh manusia.

Untuk itu, bagi masyarakat yang kebetulan tinggal di sekitar TPA Putri Cempo, serta yang kebetulan dilalui sungai yang melintasi TPA Putri Cempo, disarankan untuk tidak mengkomsumsi air bawah tanah maupun air sungai yang sudah tercemar.

“Idealnya mereka pindah menjauh dari sekitar TPA Putri Cempo atau sungai yang kebetulan alirannya melintasi TPA putri Cempo. Kalaupun tak pindah, kami sarankan untuk tidak menggali sumur atau menggunakan pompa. Tapi lebih baik memasang air dari PDAM,” ungkapnya.

Prabang menerangkan, sampai saat ini sangat sulit untuk memastikan jumlah pasti sampah yang menumpuk. Masalah luas lahan TPA sudah sangat jelas permasalahannya adalah tidak adanya batasan tentang ketinggian tumpukan sampah.

Prabang juga menghimbau kepada masyarakat yang berada di sekitar lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) agar lebih berhati- hati dan selalu memantau kualitas air di sekitar lokasi secara rutin.

“Kualitas air harus selalu di pantau secara periodik. Sebab, potensi pencemaran tersebut tak serta merta terjadi, artinya bersifat kumulatif. Sebaiknya untuk kebutuhan minum lebih baik gunakan air galon isi ulang untuk keamanan,” imbau Prabang.

TPA Putri Cempo yang memiliki luas sekitar 14 hektare ini rata-rata menerima sampah sebanyak 265 ton perharinya. Sampah-sampah itu berasal dari sampah rumah tangga, komplek perumahan, perkantoran, pasar, rumah sakit, perkantoran, terminal, stasiun, hotel dan masih banyak lagi.

Dari 265 ton sampah berharinya akan semakin meningkat jika saat libur tiba atau pada saat Solo mengadakan event besar kapasitasnya pasti ikut meningkat hingga mencapai 300 ton. Namun yang terbanyak berasal dari sampah rumah tangga. Bramantyo

Artikel Terkait :
Eutrifikasi dan Tanggul Merusak Ekosistem Bengawan Solo
Delapan Kecamatan di Lereng Gunung Lawu Terancam Longsor

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.