Bandarlampung, Ekuatorial – Penerima ijin pengelola kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Provinsi Lampung justru terindikasi sebagai perusak hutan. Pemilik ijin HKm juga ditengarai menyalahi ketentuan, dengan tidak menanam jenis pepohonan keras, tapi justru berganti menjadi pohon kopi dan rempah lainnya.

Koresponden Ekuatorial yang mengunjungi langsung Kawasan Register 30 di Kecamatan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung belum lama ini turut menyaksikan hal tersebut.

Menuju ke lokasi posko Gabungan Kelompok Petani (Gapoktan) Sumber Rejeki dari kaki gunung membutuhkan jarak tempuh sekitar sembilan kilometer (km), dengan kondisi medan yang curam dan melewati parit aliran air, kami melewati medan jalan tersebut.

Petani nampak sudah terbiasa dengan medan tersebut, meski hujan mengguyur dan kuda besi terbanting-banting, sesekali wajah tertampar-tampar dengan dedaunan kopi tetap tak menyurutkan semangat untuk segera tiba di sebuah posko tempat petani membicarakan nasibnya.

Kepala Gapoktan Sumber Rejeki, Aminullah menyebutkan ada 365 orang yang tergabung dalam Gapoktan tersebut. Mereka bergabung dalam sembilan kelompok.

“Dulu kami mengelola hutan ini penuh rasa ketakutan. Ketika melihat aparat berpakaian loreng, langsung kami lempar hasil panen kopi kami, dan lari terbirit-birit menghindar agar tidak ketangkap,” kata dia.

Kemudian tahun 2007 kelompok perambahan kawasan hutan tersebut mendapat hak izin mengelola hutan kemasyarakatan selama 35 tahun dan izin itu bisa diperpanjang “Di situ kami mulai tenang berladang,” ujar dia.

Para petani secara swadaya memanfaatkan hutan tanpa mendapat bantuan bibit dari pemerintah.

Namun sayangnya dari 499,63 hektare (ha) lahan Register 30 yang diberikan oleh pemerintah untuk dijaga justru tidak demikian adanya.

Nampak dari pintu masuk hutan sampai di pertengahan banyak ditemukan tanaman kopi, lada, pala dan lainya. Pohon-pohon besar tumbang dan digantikan kopi yang nampak proses tumbuh.

“Kami menyadari belum menjalankan syarat HKm seperti yang diharapkan oleh pemerintah, tapi ke depan secepatnya kami akan memulihkan hutan ini,” kata Amin.

Sementara itu Petugas Lapangan Perlindungan Hutan (PLPH) Kabupaten Tanggamus, Miftahun Ulum menyayangkan kelompok penerima HKm tidak melakukan penanaman tanaman keras.

“Sudah lama bapak-bapak ini mendapatkan manfaat dari hutan, tapi sepanjang perjalanan kita tadi nyaris jarang sekali tanaman keras,” kata dia.

Padahal, semestinya dalam 1 ha lahan HKm itu ditanami sekitar 400 pohon penyangga hutan. Itu bisa durian, nangka atau lainnya yang mana masyarakat bisa menikmati hasil dari tanaman keras.

“Kalau bapak tidak segera melakukan penanaman pohon keras, bukan mustahil izin HKm akan dicabut dan diberikan pada kelompok lain yang bisa menjalani syarat tersebut,” ujar dia.

Sementara itu pada Kamis (29/5) Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan yang pernah menjabat sebagai Menteri Kehutanan justru menyerahkan Izin Usaha Pengelolaan (IUP) HKm terhadap 18 Gapoktan di Kabupaten Tanggamus.

Dengan total luas izin pengelolaan 30,344 ha yang tersebar di kawasan Register 25,27,28,30, 33 dan 39 dengan total pengelola 11.048 keluarga.

Direktur Kawan Tani Lampung, Novriansyah menilai nyaris 100 persen kerusakan hutan industri justru penyumbang terbesarnya adalah kelompok HKm.

“Perlu dilakukan evaluasi secara rutin, apa yang salah dari program HKm ini, jangan sampai ini terkesan pemerintah seperti melegalkan kerusakan hutan yang semakin kritis ini,” katanya. Eni Muslihah

Artikel Terkait :
Dilema Pemenuhan Energi dan Kehutanan Lampung
Keluarga Tinggal Dekat Hutan Terus Bertambah
Sumber Daya Alam Lampung Masuki Tahap Kolaps

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.