Palangka Raya, Ekuatorial – Keberadaan orangutan di Kalimantan Tengah (Kalteng) semakin tergusur oleh pembukaan lahan secara besar-besaran. Kondisi ini kerap kali berujung terjadinya konflik antara primata ini dengan manusia.

Sayangnya, hingga pekan ini disebutkan belum ada data akurat yang terpadu tentang jumlah orangutan di wilayah Provinsi Kalteng, termasuk sebarannya. Padahal, selama ini sudah banyak penelitian maupun survei ke habitat orangutan Kalteng (Pongo pygmaeus wurmbii).

Kondisi ini mendorong Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng dan lembaga peduli orangutan se-Kalteng melakukan Lokakarya Regional orangutan di Palangka Raya dari 24-25 Juni 2015.

Dalam kegiatan lokakarya ini difokuskan kepada pemuktahiran data tentang estimasi populasi, sebaran habitat, ancaman, serta viabilitas habitat, dan populasi orangutan di Kalteng (Pongo pygmaeus wurmbii).

“Kita akan bahas bagaimana progres kegiatan yang selama ini sudah dilakukan terkait upaya perlindungan salah satu spesies kera besar (primata) endemik Asia ini,” tutur Nandang Prinadi, Kepala BKSDA Kalteng.

Menurut Nandang, sangat penting sekali berbagai pemangku kunci upaya perlindungan orangutan di Kalteng ini dapat bertemu langsung dalam satu forum untuk berbagi, memutakhirkan informasi dan data mengenai orangutan sub-spesies Morio.

“Hasilnya data populasi orangutan in-situ maupun eks-situ, akan diserahkan kepada Pemerintah Indonesia yang memiliki wewenang penuh untuk mengelola keberlangsungan hidup orangutan yang statusnya dilindungi UU dan PP, serta masuk kategori daftar merah satwa-satwa yang sangat terancam punah,” jelas Nandang.

Sementara itu, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Bambang Dahono Adji menyebutkan salah satu target ingin dicapai bahwa pada 2017 adalah populasi dan habitat alami orangutan di Sumatera dan Kalimantan, dapat dipertahankan atau dalam kondisi stabil.

Untuk itu, perlu dilakukan suatu kajian dan evaluasi mengenai perkiraan populasi dan sebaran habitat orangutan serta keberlangsungan hidupnya.

Berdasarkan data BKSD Kalteng, dalam rentang Januari hingga Mei 2015 setidaknya ada sekitar 38 laporan terkait konflik hewan dengan manusia. Dari jumlah tersebut 16 laporan terkait konflik orangutan dan manusia.

Hal senada juga disampaikan oleh WWF, terutama kaitan dengan peran masyarakat dalam konservasi orangutan.

“Mengacu pada strategi dan rencana aksi orangutan nasional, WWF di Kalteng selain melakukan restorasi habitat asli orangutan di Taman Nasional Sebangau, juga mempromosikan ekowisata berbasis orangutan, dimana masyarakat adalah pelaku utama dalam kegiatan ini,” tutur Program Manager WWF Indonesia Kalteng, Rosenda Ch Kasih.

Dalam lokakarya tersebut juga bekerja sama dengan FORINA (Forum Orangutan Indonesia) dan FORKAH (Forum Konservasi Orangutan Kalteng), dengan dihadiri 46 perwakilan lembaga mulai dari pemerintah pusat, provinsi, perguruan tinggi/peneliti, NGO, dan pihak swasta. Maturidi

Artikel Terkait :
Polisi Selidiki Pembakaran Orangutan di Facebook
Warga Sampit Serahkan Bayi Orangutan
WWF Kalteng Temukan Tulang Belulang Orangutan
Sembilan Kasus Konflik Manusia vs Orangutan

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.