Medan, Ekuatorial – Vast Haris Nugroho Nasution harus menghentikan sementara bisnis jual-beli satwa-satwa dilindungi yang selama ini dilakoninya. Kamis (9/7), ketua majelis hakim Agus Setiawan menjatuhkan vonis dua tahun penjara, subsider satu bulan penjara atau membayar denda Rp 10 juta. Gara-garanya, Haris tertangkap tangan sedang menjual satu ekor bayi orangutan (pongo abelii).

Menurut hakim, apa yang dilakukan Haris bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya pelestarian sumbar daya alam dan ekosistemnya. Dia melanggar Pasal 40 ayat 2 jo Pasal 21 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya jo PP Nomor 7 Tahun 1999.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Emmy F Manurung yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan tiga tahun penjara, denda Rp 10 juta dengan subsider tiga bulan penjara. Maka usai mendengarkan vonis, jaksa dan terdakwa menyatakan tidak akan melakukan banding alias menerima hukuman tersebut.

Sekedar mengingatkan, saksi dari Polisi Hutan SPORC Brigade Macan Tutul, Musliadi selaku Kepala Unit Intelijen dan Dedi Karo-karo selaku driver mengatakan, menangkap Haris pada Jumat (27/2/2015) lalu. Saksi bertemu Haris di depan Rumah Sakit Sembiring, Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Haris yang tidak mengetahui latar belakang saksi, sepakat mengambil orangutan di Sibiru-biru. Tak lama, datang seseorang membawa bayi orangutan yang disembunyikan di dalam ransel. Saksi langsung mengamankan binatang malang itu dan menangkap Haris. Dia melakukan perlawanan dan memerintahkan temannya untuk melarikan diri. Akhirnya Haris berhasil ditangkap setelah aksi kejar-kejaran di hutan, sementara temannya berhasil kabur.

Berdasarkan transkrip komunikasi di Blackberry Massanger yang diungkap jaksa dipersidangan diketahui, terdakwa sudah dua kali menjual orangutan. Laki-laki yang mengaku penyayang binatang ini juga menjual kulit harimau, taring harimau, elang, macan akar dan satwa-satwa liar dilindungi lainnya. Dia juga menjadi atasan Dedek Setiawan yang menjadi terpidana kasus jual beli dua ekor kucing mas, seekor owa dan seekor siamang yang sudah divonis 16 bulan penjara oleh hakim Waspin Simbolon pada 14 Agustus 2014 lalu.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya alam Sumatra Utara (BBKSDA Sumut) John Kenedie melalui staf Sub Bagian Data, Evlap dan Humas, Evansus Manalu mengatakan, pihaknya mengapresiasi putusan hakim yang dalam pertimbangannya sudah menunjukkan adanya pemahaman mengenai lingkungan dan keanekaragaman hayati yang harus dilindungi.

“Selain itu juga ada peningkatan positif dalam hal vonis,” kata Manalu. Dia bilang, pada 2012 lalu, PN Kabanjahe memvonis delapan bulan dari tuntutan satu tahun pelaku perdagangan orangutan. Di 2014, PN Medan memvonis 16 bulan dari tuntutan dua tahun, pelaku perdagangan dua ekor kucing mas, satu ekor siamang dan satu ekor owa. Terakhir PN Medan memvonis dua tahun pelaku perdagangan orangutan dari tuntutan tiga tahun penjara.

Sementara itu, Koordinator Wildlife Crime Unit-Wildlife Conservation Society (WCU-WCS), Irma Hermawaty juga mengapresiasi dan mengatakan vonis dua tahun untuk pelaku perdagangan orangutan via online ini merupakan yang tertinggi dibandingkan vonis kasus-kasus serupa lain.

“Mantap, kita mengapresiasi vonis hakim ini. Lumayan dan termasuk tertinggi walaupun kita tetap mengharapkan hakim bisa memvonis maksimal yakni lima tahun,” kata Irma.

Dia menambahkan, mulai dari vonis ini, pihaknya mengharapkan untuk kasus-kasus selanjutnya, seperti kasus lima ton trenggiling yang akan disidangkan secara perdana di Pengadilan Negeri Medan pada Senin (13/7) mendatang, hakim juga menjatuhkan vonis tinggi mengingat rentetan kejahatan yang dilakukannya.

“Jangan sampai hakim terpengaruh karena tersangka kasus trenggiling ini. Walau sudah tua, tapi harus diingat kejahatan yang sudah banyak dia lakukan,” harapnya.

Sementara ditempat terpisah, Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani mengapresiasi keputusan Hakim PN Medan tersebut. Baginya, keputusan hakim itu akan menjadi efek jera bagi para pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, khususnya terkait dengan perdagangan illegal tumbuhan dan satwa langka yang dilindungi. “Karena kejahatan ini tidak hanya merugikan negara tapi melemahkan kewibawaan negara,” pungkas Ridho di Jakarta. Mei

Artikel Terkait :
Balai Besar TNGL Tangkap Pemburu Paruh Burung Rangkong
Pemerintah Mulai Sensus Orangutan
Warga Serahkan Bayi Orangutan untuk Rehabilitasi

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.