Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di berbagai daerah di Provinsi Jambi semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan pantauan lembaga swadaya masyarakat Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi (Warung Informasi Konsevasi), kebakaran hebat terjadi di lahan gambut, sebagian besar berada di dalam kawasan konsesi perkebunan sawit milik perusahaan besar swasta dan kawasan hutan tanaman industri.
“Kebakaran gambut menjadi persoalan berulang yang terjadi di Jambi, setiap kemarau sudah bisa di pastikan kebakaran gambut akan terjadi dan kini kita melihat kondisinya malah sulit untuk dikendalikan. Hal ini terlihat dari rambatan api yang terus menjalar,” kata Asisten Koordinator KKI Warsi, Kurniawan, Rabu, 19 Agustus 2015.
Menurut Kurniawan, total lebih dari 200 hektare lahan gambut terbakar. Kenyataan tersebut diperkuat dengan hasil pantauan citra satelit Terra and Aqua NASA. Dalam kurun waktu 48 jam terakhir terpantau di kawasan perkebunan besar swasta di antaranya kawasan perkebunan tanaman industri milik PT Wirakarya Sakti.
Kurniawan mengatakan kondisi kebakaran 2015 ini cukup mengkhawatirkan lantaran kemarau panjang dan Elnino akan semakin memperparah kondisi kebakaran lahan dan hutan yang ada di Jambi. “Mustinya, untuk mengatasi kondisi ini, harus segera dilakukan penanggulangan kebakaran, pelibatan para pihak terutama tanggung jawab perusahaan terhadap areal kelolanya dari jilatan api harusnya bisa ditagih pemerintah selaku pemberi izin perusahaan,” ujarnya.
Kebakaran gambut terjadi di Provinsi Jambi tidak lepas dari kanalisasi dan sistem drainase yang dibangun perkebunan dan hutan tanaman industri yang berada di lahan gambut. Kanalisasi yang dibangun di lahan gambut telah menyebabkan keringnya muka air gambut sehingga mudah terbakar.
“Semua itu perlu adanya manajemen kanal yang dilakukan perusahaan dengan sungguh-sungguh. Kanalisasi membuat gambut mudah terbakar, teroksidasi dan mengalami subsiden serta melepaskan emisi gas rumah kaca dalam jumlah sangat besar. Mustinya ada kebijakan upaya mengatur tinggi air muka gambut minimal paling tidak 40 cm dari permukaan gambut benar-benar dipantau,” katanya.
Menurut Kurniawan, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 mengatur salah satu solusi yaitu dengan membuat pintu-pintu kanal yang bisa dibuka tutup. Jika memasuki musim kemarau maka pintu kanal ditutup rapat sehingga penurunan muka air gambut bisa dihambat. Namun jika musim hujan dibuka sehingga airnya mengalir.
Kata Kurniawan, meski secara aturan memang diperbolehkan mengelola lahan gambut untuk areal perkebunan dan industri kehutanan, aturan yang ada cukup ketat mengatur untuk pemanfaatan itu. Termasuk penggunaan kanal.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2009, kanal air ada tiga, yaitu primer: lebar atas 3 – 6 meter dan lebar bawah 1,2 – 1,8 m dengan kedalaman 1,8 – 2,5 m, sekunder lebar atas 1,8 – 2,5 m dan lebar bawah 0,6 – 0,9 m dengan kedalaman 1,2 – 1,8 m dan tersier: lebar atas 1 – 1, 2 m dan lebar bawah 0,5 – 0,6 m dengan kedalaman 0,9 – 1,0 m.
“Fakta di lapangan, lebar dan kedalaman kanal serta tinggi muka air dari tanah melebihi aturan di atas. Pengawasanpun tidak efektif dilaksanakan oleh pemerintah terhadap tiga hal tersebut,” katanya.
Aturannya sudah jelas bahwa kawasan konsesi menjadi tanggung jawab penuh perusahaan untuk mengamankannya dari kebakaran, jika tetap terjadi kebakaran perusahaan diberi sanksi hukum sesuai dengan aturan yang berlaku. “Mnurut saya jika kebakarannya terjadi berturut-turut setiap tahun, sudah selayaknya izinnya ditinjau ulang atau dikembalikan ke negara,” ujarnya.
Sebagai perbandingan, untuk saat ini kawasan gambut di Jambi terdapat 670.413 hektare. Dari lahan ini 86.442 hektare dikonversi untuk Hutan Tanaman Industri dan 136.396 hektare dikelola perkebunan sawit skala besar. Dari analisis ketebalan gambut yang dioverlay dengan izin konsesi yang dilakukan WARSI, terdapat 29.701 ha yang berada di kedalaman lebih dari 4 meter yang seharusnya berstatus sebagai lahan konservasi gambut.
Juru bicara PT Wirakarya Sakti, Taufiqurrahman, membantah jika pihaknya tidak melakukan pemantauan dan penanganan secara sungguh terhadap perusahaan mereka dari ancaman kebakaran lahan. “Perusahaan kami merupakan perusahaan yang patuh untuk ikut menanggulangi bencana kebakaran lahan. Antara lain kami membuat kanal sesuai ketentuan berlaku dan menyediakan pompa air disetiap lokasi dianggap rawan kebakaran. Kami pun memberi pelatihan kepada warga desa sekitar perkebunan cara cara menangani bila terjadi kebakaran lahan,” kataTaufiq.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jambi, Arif Munandar, mengakui ada beberapa kawasan lahan gambut di derahnya sudah mengalami kebakaran. Menurut Arif, pihaknya telah berupaya untuk memadamkan api serta mengajak warga masyarakat untuk tidak membakar bila membuka lahan untuk membuat kebun.
“Saat ini kondisi masih terkendali, kabut asap juga belum mengganggu aktivitas kehidupan warga di Jambi. Namun jika memang kondisi dinilai sudah terlalu para kita siap untuk membuat hujan buatan,” katanya. Tempo