Sorong, Ekuatorial – Penangkapan ikan menggunakan bom masih marak di perairan kepulauan Fam dan Miosmanggara, Distrik Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Ketua Dewan Adat Suku Maya, Kristian Thebu, mengatakan bahwa patroli di perairan luas dengan sumber daya laut besar tersebut amat kurang.

Akibat berulangnya aksi pengeboman ikan, tiga kampung yakni Kampung Fam, Kampung Saobabu, dan Kampung Saopapir menuntut supaya kawasan perairan yang membentang mulai dari Pulau Pianemo hingga Pulau Bambu di kawasan tersebut segera menjadi kawasan khusus adat. Dewan Adat Suku Maya telah menyiapkan hukum adat untuk menjatuhkan denda adat bagi setiap pelanggaran yang menggangu ekosistem laut. “Sidang adat akan memproses pelanggaran dan menentukan sanksi adat berupa denda dengan jaminan sita barang,” lanjut Kristian.

Sementara itu, Kepala Polair Raja Ampat, Krezman Mulalinda, mengungkapkan bahwa patroli rutin ke wilayah perairan Raja Ampat masih terkendala anggaran. “Nantinya, kami siap untuk melaksanakan patroli ke wilayah tersebut. Pada Juli 2015 sudah dilakukan pertemuan bersama pemerintah daerah untuk membentuk tim koordinasi,” kata Krezman. Saat ini, ia menduga, pelaku pengeboman ikan umumnya berasal dari Kabupaten Sorong, yang wilayahnya bertetangga dengan Kabupaten Raja Ampat. Selain menggunakan bom, nelayan luar juga kerap menangkap ikan dengan potas dan kapal jaring.

Adapun, kepulauan Raja Ampat tergolong kawasan dengan sumber daya laut besar. Wilayah lautnya berada tepat di jantung kekayaan terumbu karang dunia yang disebut Coral Triangle. Menurut penelitian WWF dan TNC, kekayaan jenis ikan di kawasan Raja Ampat mencapai 1.346 jenis. Niken Proboretno

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.