Masyarakat adat Samin di lereng Pegunungan Kendeng, tidak hanya bergulat mempertahankan produksi pangan di saat pandemi virus Corona. Mereka juga dihadapi ancaman hilangnya sumber air dan ekosistem disekitar mereka oleh penambangan batu kapur dan pembangunan pabrik semen.

Versi awal liputan ini telah terbit lebih dahulu di maxfmwaingapu.com pada tanggal 13 Juni 2020.

Text dan foto oleh Farida Indriastuti

Angin bergerak menerpa ranting-ranting pohon yang menimbulkan suara “Kraaaak.” Suara “cicit cuit” burung-burung menghasilkan komposisi bunyi yang ritmik– mewarnai pagi di Pegunungan Kendeng yang hijau bak permadani. Tebing karst dikejauhan. Tampak awan berarak melintasi langit biru. Alam Pegunungan Kendeng masih terjaga lestari.

Para petani bergerak melewati parit sempit, menuju lahan siap tanam. Beberapa petani menyunggi bakul berisi benih kacang, pupuk kompos organik hingga makanan-minuman. “Warga Kendeng punya tradisi ketahanan pangan sejak dulu. Sekarang pangan tidak gampang dijual. Pangan lebih banyak disimpan daripada dijual. Apalagi selama Pandemi Corona ini, harus hemat uang dan pangan lokal,“ ujar Gun Retno, warga Desa Kedumulyo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

 

Dinding karst menyimpan kekayaan air mineral yang melimpah. Warga Kendeng percaya bila air Pegunungan Kendeng berhenti mengalir, kehidupan akan berhenti pula. Suatu waktu pernah mata air Pegunungan Kendeng berhenti mengalir dalam beberapa jam dan membuat geger seluruh warga desa-desa di Pegunungan Kendeng. Sepanjang hidup mereka, belum pernah mata air Kendeng berhenti mengalir dan menetes. Peristiwa alam itulah yang membuat desa-desa di Pegunungan Kendeng kompak dan bersepakat untuk melawan pabrik semen bersama-sama. Padahal sebelumnya terbelah sikap mereka, ada yang sepakat melawan dan tidak. Demi kelestarian mata air Kendeng dan keberlanjutan lahan pertanian mereka tetap produktif– semua desa melawan pabrik semen.

 

Seorang ibu di lereng Pegunungan Kendeng juga memanfaatkan air untuk cuci peralatan dapur– meski memiliki dapur dan sumur. Tapi air yang mengalir dari mata air pegunungan lebih menyegarkan, jernih dan dingin.

 

Warga dilereng Pegunungan Kendeng sangat bergantung pada sumber mata air pegunungan yang jernih untuk mandi dan kebutuhan lain.

Bagi Masyarakat Adat Samin di Pegunungan Kendeng, atau yang akrab disapa Sedulur Sikep, menyimpan pangan lokal menjadi tradisi yang turun-temurun. Di tengah mewabahnya virus Corona, beragam pangan lokal seperti gabah, jagung putih, kacang, kedelai, singkong dan panen lain– menjadi lumbung pangan. Tidak cuma itu, Sedulur Sikep memenuhi kebutuhan gizi protein hewani dari ternak unggas, kambing, sapi dan budidaya ikan sendiri.

Musim tanam adalah berkah bagi para petani di Pegunungan Kendeng. Gun Retno mengajak para petani Kendeng gotong-royong menanam kacang di lahan dekat hutan jati yang berdinding tebing karst. “Kacang ini tiga bulan sudah panen. Saya juga menanam buah-buahan; pisang, pepaya, mangga dan semangka,“ ujarnya.

Para petani Kendeng membuat lubang dengan batang kayu kering untuk menanam benih kacang.

 

Lubang yang telah diisi benih kacang.

 

Benih kacang yang sudah dilumuri dengan pupuk cair dalam wadah baskom plastik.

 

Energi para petani Kendeng di saat Pandemi Corona tidak tercurah untuk mengolah lahan pertanian saja, tetapi harus terus melawan penambangan batu kapur dan pendirian Pabrik Semen yang mengancam hilangnya sumber air dan rusaknya ekosistem di Pegunungan Kendeng. Kawasan yang menjadi tempat habitat asli kelelawar dan spesies-spesies binatang liar lainnya, yang turut menyuburkan lahan-lahan pertanian.

Sikap petani Kendeng yang kukuh mempertahankan alam tetap lestari, membuktikan di saat Pandemi Corona– mereka menjadi pemasok beras 30 ton lebih ke jaringan kelompok miskin kota Jakarta. “Sedulur-sedulur, kelompok miskin Jakarta ingin mendapatkan harga beras yang murah, terjangkau dan dapat membeli langsung dari petani,“ ujar Gun Retno yang aktif di Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK).

Para petani bergotong-royong mengolah lahan bersama.

 

Petani menanam benih kacang. Pernyataan ‘TOLAK PABRIK SEMEN’ tertulis pada caping (topi lebar dari anyaman bambu).

 

Petani sepuh memasukkan pupuk kompos organik pada setiap lubang yang berisi benih kacang. ‘TOLAK PABRIK SEMEN’ tertulis ada caping (topi lebar dari anyaman bambu).

 

Menjadi petani merupakan komitmen Sedulur Sikep, juga upaya untuk menjaga ketahanan pangan, melestarikan alam dan mempertahankan ekosistem di Pegunungan Kendeng, agar 15 ribu hektar wilayah karst dan Pegunungan Kendeng tidak dicaplok oleh industri pabrik semen. “Kami melawan pabrik semen bisa dengan cara apa saja, termasuk menanam di lahan ini,“ ujar Gun Retno.

Pada pukul 13.00 WIB para petani beristirahat dan makan bersama berupa nasi dan lauk sayur yang sederhana.

 

Petani sepuh sangat lahap memakan nasi dan sayur rebung setelah lelah bekerja sejak pagi.

 

Gadis (petani muda) sedang beristirahat.

 

Untuk menghilangkan dahaga paling nikmat meminum air kendi (tembikar) yang terbuat dari tanah liat.

 

Untuk menuju kawasan vegetasi alami yang berdinding batuan karst di Pegunungan Kendeng bisa melalui jalur darat Pantura dari Semarang, Demak, Kudus hingga Pati. Rute lainnya, perjalanan darat dari Solo, Sragen, Grobogan hingga Pati, dengan waktu tempuh sekitar enam jam menggunakan bus ekonomi yang ugal-ugalan, karena bus melaju kencang diatas kecepatan normal berkendaraan. Sudah jamak bus-bus kalap di jalur ini dan dijuluki sebagai bus setan.

Namun bus hanya sampai di Pati, dan perjalanan selanjutnya menggunakan bus mini menuju Kecamatan Sukolilo. Dilanjutkan lagi, menggunakan ojek motor menuju desa-desa di sepanjang Pegunungan Kendeng yang kaya vegetasi alami. Air jernih pegunungan dari kawasan karst inilah yang diperjuangkan para petani Kendeng. Setidaknya kawasan lindung Geologi ini menyimpan 109 mata air yang sangat bening. Tak ayal, para petani Kendeng menuntut kawasan kaya mata air ini tetap lestari tidak dijamah oleh pabrik semen. FARIDA INDRIASTUTI.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.