Posted in

BUTUH KONSERVASI BERKUALITAS

thumbnailJakarta – Sepanjang tahun 2010 ini menunjukan makin lemahnya perlindungan terhadap keberadaan keanekaragaman hayati. Terutama di Indonesia, yang merupakan negara terkaya nomor dua dalam hal keanekaragaman hayati di dunia, keterancaman biodiversitas tersebut juga makin menggejala. Untuk mencegah makin banyak keanekaragaman hayati yang punah, perlu pengelolaan konservasi yang lebih menitikberatkan pada nilai kualitas, ketimbang kuantitas.

Beberapa hal menjadi catatan penting bagi Indonesia dalam hal pelestarian keanekaragaman hayati, ditahun 2010 ini. Salah satu yang cukup krusial adalah tidak terdapatnya data awal mengenai keanekaragaman hayati di Indonesia. Peneliti Senior di Bidang Entomologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rosichon Ubaidillah, mengungkapkan ketidaktersediaan data awal ini mengakibatkan sulitnya dilakukan perhitungan kuantitatif mengenai hilangnya keanekaragaman hayati di Indonesia. Meskipun begitu, untuk beberapa kelompok mamalia memang sudah ada perhitungan kuantitatif mengenai berkurangnya spesies tersebut dari waktu ke waktu.

Selain ketidaktersediaan data awal, masalah lain yang muncul terkait perlindungan keanekaragaman hayati di Indonesia adalah belum adanya regulasi bersifat nasional yang dapat mengatur keluar-masuknya keanekaragaman hayati dari dan ke Indonesia. Keberadaan regulasi bersifat nasional ini penting dalam kaitannya dengan masalah akses dan pembagian hasil (Acces and Benefit Sharing/ABS). Indonesia pun sudah semestinya melindungi kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki dari berbagai kepentingan yang mungkin muncul.

“Selama ini, hanya regulasi sektoral saja yang mengatur masalah tersebut, misalnya yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), atau Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dan kita pun masih berlindung kepada regulasi internasional untuk masalah ini,” begitu jelas Rosichon yang dikenal juga sebagai Ketua Perencana, Evaluasi, dan Monitoring Bidang Ilmu Hayati LIPI.

Meski COP-10 CBD di Jepang telah menyepakati Protokol ABS, di mana isi protokol tersebut menjamin adilnya pembagian keuntungan bagi negara-negara berkembang yang kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk Indonesia di dalamnya, namun keberadaan regulasi yang sifatnya nasional tetap diperlukan. Hal ini mengingat adanya indikasi bahwa negara-negara maju ingin memperoleh akses sebesar-besarnya untuk menggapai keanekaragaman hayati dan seminimal mungkin mengeluarkan benefit sharing yang mengikutinya.

 

Keanekaragaman Hayati Laut

Berbicara mengenai perlindungan terhadap keberadaan keanekaragaman hayati, tentu tidak dapat dipisahkan dari perlindungan keanekaragaman hayati laut di Indonesia. Terlebih mengingat sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lautan. Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM) atau Center for Ocean Development and Maritime Civilization Studies (COMMITS), Muhamad Karim, pada satu kesempatan menjelaskan, konservasi keanekaragaman hayati laut di dalam wilayah kewenangan nasional Indonesia sangat perlu untuk dilakukan, terutama di wilayah Laut Teritorial atau sejauh 12 mil dari garis pantai.

“Keanekaragaman hayati laut, baik yang berbentuk mikro hingga makro, di wilayah Laut Teritorial Indonesia sangat penting untuk dilindungi agar jangan sampai diambil oleh negara lain. Terlebih lagi Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati laut yang paling tinggi, karena Indonesia terletak di daerah tropis,” begitu disampaikan Karim.

Apa yang disampaikan Karim memang sangat beralasan. Terutama akibat belum optimalnya upaya konservasi untuk melindungi keanekaragaman hayati laut Indonesia hingga saat ini. Hal ini menjadi sangat disayangkan, mengingat Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut terbaik di dunia, mulai dari hutan bakau, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, hingga berbagai jenis ikan ekonomis lainnya.

Di Indonesia, target konservasi keanekaragaman hayati laut memang cukup luas, terutama di wilayah Indonesia Timur. Di wilayah itu, Indonesia memiliki banyak cagar alam laut, misalnya di Wakatobi, Raja Ampat, Bunaken, dan Pulau Komodo. Namun, semuanya akan menjadi sia-sia jika upaya konservasi yang ada hanya memprioritaskan kuantitas, bukan kualitas. (prihandoko)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.