Posted in

IJIN PERTAMBANGAN RUSAK KOMITMEN LINGKUNGAN INDONESIA

thumbnailJakarta – Daya rusak tambang terhadap lingkungan hidup tak akan pernah terpulihkan dan akan meninggalkan warisan bencana yang tak ternilai. Untuk itu Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mendesak agar pemerintah segera menghentikan pemberian dan juga membatalkan pemberian ijin tambang.

 

Salah satu Juru Kampanye Tambang Jatam, Hendrik Siregar mengatakan bahwa, pemerintah untuk segera mencabut berbagai ijin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan, merevisi kebijakan yang memperparah kerusakan lingkungan dan yang menimbulkan konflik keruangan dan sosial.

Selain itu, pemerintah juga harus melakukan audit terhadap perusahaan-perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan hutan serta mencabut semua ijin yang bertentangan dengan Undang-undang (UU), khususnya UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

“Kami mengutuk tindakan pemerintah yang tetap membiarkan praktek penghancuran bangsa di berbagai tempat di Indonesia saat ini,” ujar Hendrik dalam jumpa pers yang bertemakan Tolak Alih Fungsi Hutan Untuk Pertambangan di Kantor Walhi, Jakarta (29/10/2010).

Dengan melihat kondisi yang seperti, ungkap Begi, panggilan akrabnya, sangat mudah untuk mengalihfungsikan hutan untuk menjadi area pertambangan. Sebab, imbuhnya, tidak kemauan yang baik dari pemerintah untuk menghentikannya.

“Menurut kami, untuk mendapatkan devisa negara, tidak harus semata-mata dengan membuka lahan pertambangan yang akan merusak lingkungan,” ujar Begi.

Maraknya alih funsi dan perusakan hutan di Indonesia juga dibenarkan oleh Pengkampanye Hutan Walhi, Deddy Ratih.Menurutnya, alih fungsi dan perusakan hutan saat ini masih terus berlanjut. Hal tersebut terbukti dengan masih maraknya perubahan kawasan hutan lindung yang menjadi kawasan pertambangan sepertihalnya Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Taman Nasional Batang Gadis, Taman Nasional Laimani Wanggameti, Taman Nasional Tangkoko, Taman Nasional Lalobata dan Taman Nasional Aketajawe.

“Pemerintah bukannya menjaga sisa hutan tersebut, tapi malah membiarkan secara terus menerus perubahan alih fungsi hutan tersebut menjadi lahan pertambangan,” kata Deddy.

Yang lebih parah, Imbuh Deddy, pembukaan lahan tambang di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone seolah-olah diterbitkan untuk kepentingan produktivitas rakyat. Namun, pada kenyataannya diberikan pada perusahaan tambang.

“Bahkan rekomendasi untuk melakukan kajian lingkungan hidup strategis paska SK 324/Menhut-II/2010, juga ditinggalkan begitu saja dan hanya difokuskan pada AMDAL PT Gorontalo Mineral,” ujar Deddy.

Ia sangat pesimistis dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon sebesar 26%. Sebab, saat ini pemerintah semakin mendorong industri yang eksploitatif atau ekstraktif dengan mengatasnamakan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut terlihat dari ijin yang diberikan oleh pemerintah pada 19 perusahaan tambang untuk membabat sekitar 3.008.384,60 hektar hutan konservasi dan hutan lindung.

“Ini tentunya akan berdampak pada penghancuran ekologi di Indonesia yang tentunya akan berdampak pada keberlanjutan ekologi,” kata Deddy. (Teddy Setiawan)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.