Posted in

INDONESIA HARUS HENTIKAN SSME DAN CTI

thumbnailJakarta – Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion (SSME) dan Coral Triangle Initiative (CTI), sudah semestinya dihentikan keberlangsungan kerja samanya oleh pemerintah Indonesia. Banyak pihak yang menilai bahwa dua program konservasi laut regional yang melibatkan Indonesia dan Malaysia itu hanya akan memberikan keuntungan bagi pihak Malaysia, namun sebaliknya merugikan pihak Indonesia sendiri. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa lebih dari 60 persen kawasan perairan yang termasuk ke dalam kedua program tersebut merupakan wilayah perairan Indonesia.
“Dua program konservasi laut regional yang melibatkan Indonesia dan Malaysia, yaitu Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion (SSME) dan Coral Triangle Initiative (CTI), perlu dihentikan sementara, hingga ada kesepemahaman batas wilayah di laut dan perairan tradisional lintas-negara, serta penegakan hukumnya,” begitu ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), M. Riza Damanik, Minggu (15/8).

Kesepemahaman batas wilayah di laut antara Indonesia dengan Malaysia memang perlu segera ditindaklanjuti. Terlebih lagi sejak keluarnya keputusan Mahkamah Internasional pada bulan Desember 2004, yang menyatakan bahwa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan adalah bagian dari wilayah Malaysia. Akibatnya, permasalahan batas laut antara kedua negara di sekitar kedua pulau tersebut mulai dirundingkan kembali sejak tahun 2005, sesuai dengan aturan United Nations Convention of Law at Sea (UNCLOS) tahun 1982.

Hingga kini, perundingan perbatasan laut antara Indonesia dengan Malaysia masih meliputi empat kawasan, yaitu Selat Malaka untuk penentuan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Selat Malaka bagian selatan untuk penentuan batas Laut Teritorial, Laut Cina Selatan untuk penentuan batas Laut Teritorial dan ZEE, serta Laut Sulawesi untuk penentuan batas Laut Teritorial, ZEE, dan Landas Kontinen. Selain itu, masih ada satu kawasan batas laut yang harus dibicarakan antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura, yaitu wilayah laut di sekitar Pulau Batu Puteh atau Pedra Branca yang terletak di sebelah utara Pulau Bintan.
Pernyataan senada soal penghentian sementara program SSME dan CTI juga diungkapkan oleh Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim, Institut Pertanian Bogor (IPB), Suhana, pada kesempatan berbeda, Selasa (17/8). Suhana menerangkan bahwa Indonesia harus bercermin dari kasus Sipadan dan Ligitan, di mana Malaysia telah melakukan “kecurangan” terhadap Indonesia. Selain itu, yang mesti dipahami adalah bahwa di sekitar wilayah dua program konservasi laut tersebut (SSME dan CTI), terdapat Blok Ambalat yang menjadi incaran Malaysia pasca Sipadan dan Ligitan menjadi milik Malaysia.
“Saya mengusulkan agar permasalahan batas wilayah ini harus menjadi prasyarat keberlanjutan dua program konservasi tersebut. Artinya kedua program konservasi tersebut dapat kita jadikan sebagai alat penekan kepada Malaysia agar mau secepatnya berunding terkait penentuan dan penetapan batas Laut Teritorial, ZEE, dan Landas Kontinen di sekitar perairan Laut Sulawesi. Sebenarnya, Indonesia memiliki posisi strategis dalam mendukung keberlanjutan kedua program tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia harus memanfaatkan hal tersebut untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI,” tambah Suhana.
Kesepemahaman batas wilayah menjadi sangat penting mengingat program SSME dilaksanakan di pusat segitiga terumbu karang dunia (coral triangle), yang terdapat di wilayah tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Kawasan ini dihuni oleh megabiodiversitas, antara lain 400 spesies alga laut, 16 spesies lamun, 5 dari 7 spesies penyu di dunia, 22 spesies mamalia laut, dan semua potensi hayati yang bernilai ekonomi tinggi. Diperkirakan sekitar 45 juta jiwa manusia hidup di kawasan ini.
Kerja sama SSME memang telah dimulai sejak ditandatanganinya Nota Kesepemahaman (MoU) tentang Rencana Konservasi Ecoregion Laut Sulu-Sulawesi, antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina, pada tanggal 13 Februari 2004, di Kuala Lumpur, Malaysia. Implementasi program SSME di tiga negara mengacu kepada Rencana Aksi Konservasi yang telah disusun bersama.
Sementara itu, program CTI sendiri merupakan usulan yang dikemukakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan pemimpin Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Sydney, Australia, pada bulan September 2007. Usulan Presiden SBY tersebut kemudian masuk ke dalam APEC Sydney Declaration 2007. (prihandoko)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.