Jakarta, Ekuatorial – Dari lima kegiatan utama pengurangan emisi di Indonesia, baru dua kegiatan yang telah dimasukkan ke dalam dokumen tingkat emisi rujukan Indonesia untuk perundingan COP 20 di Peru. Heru Prasetyo, Kepala Badan Reduksi Emisi dari Degradasi dan Deforestasi Plus Indonesia (REDD+), mengatakan hal tersebut karena mempertimbangkan ketersediaan data dan prasyarat data yang digunakan dalam perundingan Internasional.

“Kami baru memasukkan dua variabel dalam FREL (Forest Reference Emission Level/ tingkat emisi rujukan), yaitu data deforestasi dan degradasi hutan. Hal ini karena data deforestasi dan degradasi yang kami masukkan sudah memiliki kehandalan dan kualitas Internasional untuk perundingan COP 20 Peru,” jelas Heru di Jakarta, dalam acara Komunikasi Stakeholder Tentang Hasil Penyiapan Dokumen FREL, Senin (24/11).

Adapun tiga data lain yaitu konservasi cadangan karbon, peningkatan serapan karbon, dan konservasi hutan lestaridikatakan Heru belum memiliki dasar sains yang kuat. “Selain itu kelengkapan, ketersediaan, transparansi dan konsistensi data juga merupakan hal yang perlu dipenuhi dalam standar data yang diajukan dalam UNFCCC,” tambahnya.

Senada dengan hal itu, Ruanda Sugardiman, Direktur Inventarisasi dan Sumberdaya Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan data dua kegiatan yang sudah dimasukkan dalam FREL, merupakan data yang sudah disetujui oleh semua lembaga penyusun dokumen ini.

Ia mengatakan, data-data lain mengenai kebakaran gambut, konservasi dan peningkatan stok karbon sebenarnya sudah ada, namun data masih banyak yang poliploidi atau bukan satu data tunggal yang terverifikasi. “Hal itu tentu tidak layak untuk dimasukkan dalam dokumen perundingan,” imbuhnya.

Thomas Jamaludin, Kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN), yang juga menjadi anggota perumus dokumen FREL mengatakan, data-data yang disajikan dalam UNFCCC memiliki kualifikasi yang ketat dengan standar internasional. “Data-data baik kualitas dan kuantitas harus bisa dipertanggungjawabkan. Untuk kualitas misalnya, harus sudah dipublish dalam jurnal internasional,” ujarnya.

Sementara itu, ia mengatakan untuk melengkapi data-data lain yang belum tercantum, Indonesia harus segera merumuskan dan memverifikasi data-data tersebut. “Kita juga harus mencari metode yang cepat seperti automatisasi untuk mengumpulkan dan mengolah data. Hal itu penting,” tambahnya.

Di akhir diskusi, Heru merasa sangat optimis bahwa dokumen FREL yang sudah dibuat akan dapat lolos dan membawa hasil positif bagi Indonesia. Untuk selanjutnya, Heru mengatakan akan terus mengupayakan menghadirkan semua data yang diperlukan. “Kita berharap di tahun mendatang, semua data bisa selesai dikumpulkan. Jika semua variabel sudah masuk, artinya kami sudah melaporkan semuanya,” tutup Heru. Januar Hakam

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.