Posted in

KONFERENSI TENURIAL INTERNASIONAL AKUI HAK HUTAN ASIA TAK ADIL

thumbnailPada sesi penutupan, Jumat (15/7), Konferensi Internasional Tenurial Hutan, Tata Pemerintahan dan Tatawirausaha di Senggigi, Lombok menyimpulkan komunitas lokal di banyak negara Asia tak mendapat hak tenurial yang adil, karena hak mereka diambil negara.

Pada hari penutupan, Konferensi Internasional Tenurial Hutan mengakui fakta 68 % hak tenurial hutan di negara-negara Asia dikuasai negara. Sementara di negara-negara Amerika Latin yang secara internasional diakui cukup baik melindungi hak-hak komunitas lokal sekitar hutan mereka, hanya 32 % hutan yang dikuasai negara.Karenanya, Konferensi tersebut mengakui, hak-hak tenurial hutan di Asia tak adil terhadapKomunitas Lokal.
”Karena itu, konferensi ini diadakan untuk menyelamatkan hutan tetap sebagai hutan dan untuk membantu masyarakat mengelolanya,”, Eduardo Mansur dari International Tropical Timber Organization (ITTO), dalam pernyataan penutupannya.

Konferensi internasional ini diselenggarakan oleh ITTO dengan tuan rumah Kementerian Kehutanan bekerjasama dengan Right Resources Initiative (RRI).

Berdasarkan kesimpulan itu, Konferensi Tenurial Hutan merekomendasikan para pemerintah termasuk Pemerintah Indonesia, menggunakan lembaga internasional sebagai pembimbing penyelesaian kebijakan pemerintah dan sektoral terkait hak Masyakat Adat dan Komunitas Lokal, dan membuat Undang-Undang Masyarakat Adat yang melindungi mereka.
”Musuh masalah kehutanan di Indonesia ini pada dasarnya hanya dua, yaitu konflik tenurial lahan dan korupsi. Jadi semua reformasi seharusnya diarahkan menyelesaikan dua hal ini, karena kalau tidak maka bisa dibilang masalah kehutanan di Indonesia sekarat,” kata Abdon Nababan, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Rekomendasi Konferensi Tenurial Hutan ini segera didukung oleh Koalisi Kelompok Sipil yang hadir di sana. Mereka mendesak Pemerintah Indonesia melakukan rekomendasi Konferensi Tenurial Hutan untuk membuat peta tunggal hutan yang transparan dan terbuka untuk partisipasi dari kelompok sipil, akademisi dan Masyarakat Adat dan berdasarkan peta tersebut, Pemerintah bisa merealisasikan UU Perlindungan Masyarakat Adat.

Konferensi Tenurial Hutan juga merekomendasikan para pemerintah berkomitmen membuat anggaran khusus dengan jaringannya untuk membantu rakyat miskin dalam Komunitas Lokal sekitar hutan agar mereka mampu mengerti dan mengembangkan hak-hak tenurial mereka. Demikian diharapkan Komunitas Lokal dapat meningkatkan kapasitas dan menaikkan taraf hidup mereka.

Selain itu, Konferensi Tenurial Kehutanan juga merekomendasikan para pemerintah terus bekerja dengan Komunitas Lokal memetakan hutan adat, memastikan Komunitas Lokal mendapat konsultasi legal sebelum pengembangan manajemen hutan berbasis usaha dilakukan di daerah mereka, terjalinnya kerjasama Pemerintah Pusat dan Daerah yang benar-benar dapat diterapkan dalam Reformasi Hutan dan Tata Pemerintahan, serta membantu kewirausahaan komunitas lokal mengakses pasar untuk produk dan jasa mereka.
Dengan adanya rekomendasi-rekomendasi tersebut, Koalisi Kelompok Sipil meminta Pemerintah Indonesia untuk segera membentuk semacam sistem monitoring pelaksanaannya.
”Dengan adanya mekanisme monitoring ini diharapkan hal-hal yang direkomendasikan konferensi ini bisa diperiksa secara reguler sampai sejauh mana kemajuannya, atau apa saja hambatannya di lapangan,” kata  Muayat Ali Munshi, Board dari Working Group Tenure.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.