Posted in

NASIB ORANG ASAL MALAYSIA

thumbnailPerjuangan Masyarakat Adat bukan hanya terjadi di Indonesia. Di Malaysia, khususnya di Sabah dan Serawak di mana etnis-etnis Dayak yang sama dengan Kalimantan bermukim, juga mempunyai perjuangannya sendiri.
Senggigi-Secara legal, Konstitusi Malaysia Artikel 161.E memang mengakui adanya hak Masyarakat Adat, yang oleh negeri serumpun Melayu ini disebut sebagai ”Orang Asal”. Dan di negara-negara bagian seperti Sabah dan Serawak, Pemerintah Negara Bagian bahkan mendata secara jelas siapa saja etnis-etnis Orang Asal ini. Tapi bukan berarti Orang Asal bisa berbahagia di Malaysia. Tetap saja mereka menghadapi perjuangan mempertahankan hak atas tanah adat mereka.

”Karena di lapangan yang punya kuasa bukanlah Pemerintah Federal, tapi tergantung masing-masing Pemerintah Negara Bagian,” kata Mark Bujang, Direktur Eksekutif Jaringan Orang Asal Malaysia (JOAS).

Bujang diwawancarai di sela-sela Konferensi Internasional Tenurial Hutan, Tata Pemerintahan dan Tata Wirausaha di Senggigi, Lombok, (13/7).

Untuk Sabah dan Serawak misalnya, Pemeirntah Negara Bagian secara detil sudah mendata etnis-etnis mana saja yang diakui negara sebagai Orang Asal. Di Serawak total etnis yang diakui 27 etnis, dan Sabah 39 etnis. Mereka yang diakui sebagai Orang Asal ini secara legal berhak menggugat jika tiba-tiba hak tanah adatnya diberikan negara ke perusahaan.

Namun masalahnya, pemerintah negara bagian di Malaysia tidak diharuskan membuka informasinya ke publik. Termasuk tidak harus membagikan informasi pemetaan wilayah hutan di sana.

”Peta itu seperti top secret , yang tak bisa diakses. Jadi Orang Asal tak pernah tahu tanahnya diberikan ke perusahaan mana sampai akhirnya jentera-jentera itu datang,” kata Bujang

JOAS bersama etnis-etnis Orang Asal memang telah berusaha memetakan sendiri wilayah-wilayah Orang Asal di Malaysia, namun peta ini tak diakui secara legal oleh Pemerintah Malaysia. Perebutan lahan masih tetap jadi masalah. Pada Oktober 2010 misalnya, JOAS memediasi 7 desa Orang Asal Dayak Iban Sebuyau yang disergap polisi Malaysia. Yang juga, menahan empat Orang Asal ini terkait perebutan lahan dengan Perusahaan kayu Quality Concrete Holding.

Memang pengakuan konstitusi mempermudah JOAS memenangkan kasus-kasus Orang Asal ini di pengadilan. Namun yang jadi masalah adalah jika Orang Asal yang direbut lahannya ini berasal dari etnis yang tidak secara legal diakui Pemerintah Negara Bagian. Tahun lalu misalnya, Etnis Dayak Berawan dan Sambob harus berusaha lebih keras karena etnis mereka tak terdaftar legal dalam konstitusi sebagai Orang Asal. Akibatnya, sebelum maju ke pengadilan mereka harus mampu membuktikan diri sebagai Orang Asal terlebih dahulu.

”Biasanya cara kita adalah menggabungkan mereka ke etnis yang sudah diakui konstitusi, yang secara adat kami kira paling dekat hubungannya,” kata Bujang.

Bila kasus ini adalah individual, maka penelusuran trah kelahiran menjadi penting. Seperti Kasus Merina Udau pada 2010, yang berusaha menggugat negara memberikan Beasiswa Bumiputera baginya. Merina yang lahir dari pasangan Dayak Iban dan Peranakan China ini akhirnya kalah karena Pemeirntah Malaysia hanya mau mengakui ”keaslian” Orang Asal jika kedua orang tua sama-sama berasal dari etnis yang diakui konstitusi. Tak peduli sekalipun jika Merina Udau lahir dan hidup dalam aturan hukum dan adat Dayak Iban.

Beda padang tak beda ilalang. Dayak di Malaysia pun masih harus berjuang mempertahankan hukum adatnya melawan hukum modern yang dibangun pasca kolonial berakhir.

”Bagi kami, semua orang Dayak itu saudara. Batas negara di Borneo itu pun bagi kami cuma dibuat kolonial,” kata Bujang.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.