Posted in

OSIRIS PREDIKSI INDONESIA PUNYA POTENSI DANA REDD 2,2 MILIAR USD

thumbnailHasil analisis pemodelan yang dikembangkan Dewan Nasional Perubahan Iklim, yaitu OSIRIS (Open Source Impacts of REDD Incentives Spreadsheet) mengklaim Indonesia mempunyai investasi senilai  2,2 miliar dolar Amerika di pasar karbon apabila harganya berkisar antara  10 USD per tCO2e.

Hasil analisis pemodelan yang dikembangkan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), yaitu OSIRIS  menyebutkan bahwa Indonesia mempunyai investasi senilai  2,2 miliar dolar Amerika (USD) di pasar karbon apabila harganya berkisar antara  10 USD per tCO2e.

Prediksi tersebut berdasarkan analisis OSIRIS yang menyebutkan
deforestasi dalam pengamatan (observed deforestation) kurun 2000-2005, deforestasi di Indonesia mencapai  687.000 hektar per tahun dengan emisi sebesar 860 juta ton karbondioksida ekuivalen (tCo2e) per tahun.

Sedangkan deforestasi tanpa REDD akan  menjadi 693.000 hektar per tahun, dengan emisi 803 juta tCo2e per tahun.  Oleh karena itu ada potensi pengurangan emisi sebesar 30% dari perkiraan emisi akibat deforestasi hutan dan kebakaran lahan yang setara dengan investasi senilai 2,2 miliar USD tersebut.

Salah satu tim pengembang OSIRIS-Indonesia dari DNPI, Farhan Helmy di Durban, Afrika Selatan mengatakan model OSIRIS yang dapat digunakan sebagai basis dalam melihat berbagai pilihan serta dampak dari skema REDD+ baik secara ekonomi, potensi pengurangan deforestasi yang terintegrasi ke dalam pembangunan rendah karbon.

Hasil modeling OSIRIS-Indonesia ini  diterbitkan oleh DNPI dalam bentuk  Kertas Kebijakan (policy memo) berjudul Economic “Incentive Policies for REDD+in Indonesia: Finding from OSIRIS Model”, yang dapat  memprediksikan potensi REDD+ Indonesia melalui pengembangan model sistem yang dapat  digunakan sebagai alat untuk mengkaji berbagai pilihan instrumen yang terkait dengan REDD+

Pengembangan model ini dilakukan oleh DNPI bekerja sama dengan Conservation International, Environmental Defense Fund, dan World Resource Institute.

Farhan menjelaskan hasil dari model tersebut selanjutnya akan diuji di tingkat propinsi maupun kabupaten untuk mendapatkan satu struktur insentif yang lebih teliti di dalam merespon berbagai dinamika sosial dan ruang terutama di areal yang menjadi target implementasi program REDD+, salah satunya di Kalimantan Tengah.
Model ini juga akan dikembangkan untuk mencakup sektor-sektor mitigasi lain yang lebih komprehensif, seperti sektor energi, pertanian, di dalam konteks pembangunan rendah emisi karbon. Dalam pengembangannya model ini, dilakukan  kerjasama dengan lembaga penelitian maupun pemerintah daerah, seperti di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, Sumatera dan Papua.

Salah satu upaya ke arah itu dilakukan melalui kegiatan yang akan difasilitasi oleh Indonesia Climate Change Center (ICCC), suatu wadah yang mendorong kebijakan berbasis sains, yang pembentukannya diprakarsai oleh DNPI dan pemerintah Amerika Serikat dalam kerangka kerjasama Indonesia US Comprehensive Partnership.

Jonah Busch dari Conservation International (CI) mengatakan kelebihan sistem pendukung pengambil keputusan (Decision Support System) OSIRIS adalah sangat terbuka, online, gratis dan berbasis “open source”. Model OSIRIS ini menggabungkan model spasial dan ekonomi (spatial econometric model) dari penggunaan lahan dengan insentif REDD+, keterlibatan pemerintah daerah dan swasta.

OSIRIS-Indonesia bisa digunakan untuk mengidentifikasi emisi terbaru dari deforestasi dan daerah rentan beremisi, daerah target program percontohan REDD, memprediksi kebutuhan pendanaan untuk pencapaian komitmen nasional, memperkirakan pengurangan emisi dan pendapatan yang dicapai berdasar alternatif insentif struktur ekonomi untuk REDD+. (FJR)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.