Banyak warga berinisiatif membuat gerakan untuk mencegah penyebaran virus Corona dengan memproduksi sendiri Alat Pelindung Diri. Inisiatif tersebut terus bermunculan sebagai gerakan moral meski tanpa bantuan pemerintah.

Oleh May Rahmadi

JAKARTA. Gerakan solidaritas dalam penanganan penyebaran Coronavirus Disease atau yang lebih dikenal sebagai Covid-19, terus bertambah seiring semakin meningkatnya jumlah kasusnya di Indonesia. Sampai saat ini (15/4), 4.839 orang positif terjangkit virus ini, 426 orang diantaranya berhasil sembuh, sedangkan 459 orang meninggal dunia.

Munculnya gerakan solidaritas ini tidak terlepas dari lambatnya pemerintah dalam merespon pandemi virus tersebut. Sejak dua bulan pertama (Januari-Februari) pandemi Covid-19 muncul di Indonesia, tak ada kebijakan berarti dari pemerintah untuk mencegah penyebaran virus tersebut.

Fakta itu kemudian mendorong individu maupun kelompok warga di banyak daerah secara sukarela membuat gerakan solidaritas. Mereka bergerak sendiri-sendiri tanpa bantuan pemerintah sebagai inisiatif melawan penyebaran virus mematikan tersebut.

Bentuknya, macam-macam. Ada yang menggalang dana, ada juga yang membagi-bagikan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker dan pelindung muka (face shield).

Pelindung muka untuk tenaga medis

Mira Madjid, seorang dokter gigi di Jakarta, tergerak membuat pelindung wajah untuk para tenaga medis yang membutuhkannya. Dokter gigi yang biasa berpraktek di sebuah klinik di Kelapa Gading, Jakarta Utara, ini membuat ratusan pelindung muka setiap harinya untuk dibagi-bagikan ke tenaga medis yang membutuhkan.

Mira membagikan pelindung wajah itu ke banyak Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Jakarta dan beberapa Rumah Sakit di luar Jakarta. “Pengiriman paling tinggi 1.000 unit dalam lima hari untuk 15 Rumah Sakit dan Puskesmas,” kata Mira Sabtu (4/4).

Kegiatan Mira itu mulai dia lakukan di pertengahan Maret. Dia meceritakan, ketika coronavirus mulai merebak di Jakarta waktu itu, para dokter termasuk dirinya sendiri, sulit mendapatkan pelindung muka.

Teman Mira, yang juga berprofesi sebagai dokter, mengusulkan untuk membuat pelindung muka sendiri. Usulan itu dilanjutkan dengan pembuatan video tutorial.

Pada saat yang bersamaan, Persatuan Dokter Gigi Indonesia mengeluarkan imbauan untuk menutup klinik, pada 20 Maret 2020. Sejak saat itu, Mira punya banyak waktu di rumah. Waktu itulah yang dia gunakan untuk membuat pelindung muka.

“Ketika saya sudah mulai berhenti praktik dan punya banyak waktu di rumah, saya sudah mulai aktif,” jelas dia. “Waktu itu orang-orang mulai panik dengan adanya coronavirus, tetapi kita belum ada penanganan yang cukup serius di Jakarta.”

Mira mengaku, dengan dibantu asisten dan anaknya di rumah, ia pernah membuat 400 pelindung muka dalam satu hari. Biasanya, dia membuat sekitar 200 unit.

Mira kerap mengunggah foto kegiatannya di media sosial. Tujuannya, untuk mengajak teman-teman – khususnya teman seprofesi – untuk bersolidaritas. Lewat media sosial itu pula Mira menawarkan face shields secara gratis bagi tenaga medis yang membutuhkannya.

Mira mengatakan, banyak permintaan kemudian mengalir masuk, termasuk dari luar kota. Sebab, tenaga medis di luar Jakarta mulai banyak menangani pasien Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Sialnya, mereka tidak dibekali APD.

Sejak saat itu Mira mulai mengembangkan gerakannya. Dia mencari relawan di luar Jakarta untuk bisa mendistribusikan pelindung muka buatannya ke para tenaga medis yang membutuhkan di daerah.

Tenaga medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi menerima bantuan pelindung muka dari Mira Madjid dan rekan-rekannya. Sumber: Mira Madjid.

 

Kini, sudah ada beberapa relawan yang terhubung dengan Mira, di beberapa kota besar di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Mira mengatakan, pembuatan pelindung muka sebenarnya cukup mudah dan hanya butuh sedikit bahan, di antaranya, plastik mika dan busa. “Bahan di rumah masih ada. Mungkin masih bisa untuk 3.000 unit lagi,” katanya.

Mira menegaskan, semua kegiatannya dilakukan secara swadaya, tanpa bantuan dari pemerintah atau organisasi manapun. Meski awalnya menggunakan biaya sendiri, ia kemudian mendapatkan donasi dari perorangan berupa tenaga, uang, dan bahan.

“It is like a movement. Kita gak mewakilkan organisasi apapun. Tidak ada satupun yang menjadikan ini sebagai panggung untuk kepentingan pribadi. Ini seperti gerakan moral saja,” katanya. “Dari pada kita hanya ketakutan di rumah.”

Mira mengajak siapapun yang serius dalam gerakan ini untuk menjadi relawan, khususnya di luar Jakarta. Dia bisa dihubungi melalui akun Instagram nya @miramadjid.

Mira hanyalah satu di antara banyaknya orang dan gerakan yang membuat pelindung muka. APD jenis ini jadi elemen penting bagi tenaga medis dalam menagani kasus Covid-19. Pelindung muka berfungsi untuk membuat wajah dan mata terhindar dari paparan bahan kimia atau partikel-partikel berbahaya yang melayang di udara.

Masker untuk masyarakat

Selain pelindung muka, banyak pula gerakan yang berfokus pada pembagian masker. Kalau pelindung muka ditujukan untuk tenaga medis, masker ditujukan untuk masyarakat menengah ke bawah. Khususnya, masyarakat yang terpaksa harus berkegiatan di luar rumah seperti ojek online dan pedagang asongan.

Solidaritas Bekasi Lawan Covid-19 adalah salah satu gerakan tersebut. Sasmito Madrim, inisiator gerakan tersebut, mengaku sudah membagikan lebih dari 2.000 masker untuk warga Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi.

Sasmito yang berprofesi sebagai jurnalis, terdorong untuk membuat gerakan solidaritas karena sebagai pekerja lapangan, ia sadar dirinya lebih rentan terinfeksi virus. Sementara, masker untuk melindungi diri mengalami kelangkaan sejak awal Maret karena orang berbondong-bondong membeli, ditambah lagi banyak yang menimbun masker.

Sasmito kemudian mengajak beberapa teman untuk membantu merealisasikan gerakan ini dan dia mendapatkan respon positif. Salah satu temannya yang mendukung ide tersebut, kebetulan, memiliki usaha konveksi. Pengusaha konveksi ini memiliki banyak bahan-bahan sisa yang bisa digunakan untuk membuat masker.

Gerakan Sasmito juga bekerjasama dengan salah satu organisasi jurnalis yang pada saat itu, menggalang dana dan usaha untuk pengadaan masker yang diperlukan organisasi, dan untuk membekali para wartawan agar mereka memiliki alat perlindungan diri ketika melakukan peliputan Covid-19.

Dengan tiga koordinator, mereka membagikan masker di antaranya untuk warga Kabupaten Bekasi di Griya Tambun Selatan dan Cibitung, sedangkan di Kota Bekasi untuk warga Bekasi Jaya, Duren Jaya, Stasiun Bekasi, Pondok Ungu Permai, Bintara Kranji, Kaliabang Tengah, Mustika Jaya dan Karang Taruna Bekasi Jaya.

“Pemberian dilakukan secara langsung dari rumah ke rumah dengan koordinasi RT dan di jalan dengan tetap memperhatikan jarak aman,” kata Sasmito.

Gerakan ini pun kini menargetkan produksi 20.000 masker hingga akhir April mendatang. Mereka memperkirakan biayanya sebesar Rp80 juta. Biaya itu digalang melalui situs penggalangan dana Kitabisa.

Seorang anggota daro Gerakan Bekasi Lawan Covid-19 membagikan masker ke rumah-rumah warga. Sumber: Gerakan Bekasi Lawan Covid-19/Sasmito Madrim.

 

Seiring berjalannya waktu, anggota gerakan ini pun terus bertambah. Masyarakat yang sadar pentingnya bergerak untuk membuat perlindungan diri melawan Covid-19, turut bergabung bersama Sasmito dan kawan-kawan. Gerakan itu kini melibatkan lebih dari 50 orang. Beberapa dari mereka adalah pengusaha konveksi yang bersedia membantu dengan pengadaan material pembuatan masker.

Sasmito menjelaskan, inisiatif pemberian masker ini dilakukan karena adanya kelangkaan masker di Bekasi.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Bambang Wibowo mengatakan, saat ini, APD tidak hanya diperlukan untuk dokter dan tenaga medis, tetapi juga masyarakat. Itu sebabnya, ketersediaan APD perlu diperuntukan berdasarkan prioritas.

“Penggunaan APD yang tepat guna bisa berfungsi sebagai penghalang antara bahan infeksius seperti virus dan bakteri pada kulit, mulut, hidung atau selaput lendir mata bagi tenaga kesehatan maupun pasien,” terang Bambang dalam konferensi pers di Gedung BNPB, Jakarta, Kamis (9/4).

Ada beberapa jenis APD, yaitu, pelindung muka, masker, celemek apron, sepatu pelindung, dan pelindung kepala. Masker, yang digunakan untuk melindungi mulut dan hidung, memilki beberapa varian.

Masyarakat diimbau menggunakan masker kain, sementara masker N95 dan masker bedah diprioritaskan bagi dokter dan tenaga medis. “Masker kain tidak dianjurkan untuk tenaga medis, tapi masyarakat akan lebih baik menggunakannya,” kata Bambang.

Sementara APD berfungsi sebagai penghalang paparan kontaminasi virus atau bakteri dari orang yang terinfeksi. Seiring semakin seriusnya wabah covid-19, APD menjadi sangat diperlukan semua orang tanpa terkecuali.

Tetapi Bambang mengingatkan, penggunaan APD harus disertai pengendalian infeksi lainnya. Caranya dengan mencuci tangan, serta perlindungan yg dilakukan ketika batuk dan bersin. Ekuatorial.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.