Posted in

SVLK BISA CEGAH ILLEGAL LOGGING?

thumbnailKementerian Kehutanan saat ini tengah disibukan dengan upaya mendorong penerapan Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).  Dimana semua produk kayu yang mau dipasarkan baik dalam maupun luar negeri harus dilengkapi dengan dokumen SVLK. Kebijakan baru ini diyakini bisa mencegah illegal logging SVLK ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menepis keraguan dunia Internasional akan hasil produksi kayu Indonesia, sekaligus sebagai alat yang kuat untuk menyatakan kepada negara konsumen seperti Uni Eropa, Amerika, Jepang dan lain-lain bahwa kayu dan produk kayu yang diekspor dari Indonesia terpercaya legalitasnya.

Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan,Dr Ir Iman Santoso MSc, saat tampil menjadi pembicara pada Seminar  Kehutanan Masyarakat dan Tantangan Pasar Global yang diselenggarakan Forum Komunikasi Kehutanan (FKKM) di Cisarua, Bogor (7/8), menjelaskan beberapa alasan mengapa Indonesia perlu mendorong dan melaksanakan pengelolaan hutan produksi lestari melalui SVLK.

Menurutnya, nilai perdagangan produk kayu Indonesia masih signifikan terutama ke Uni Eropa, sehingga secara politisi, SVLK merupakan salah satu upaya pemerintah dalam penganggulangan illegal logging dan perdagangannya untuk beralih kepada perdagangan kayu legal.

Secara lingkungan lanjut Iman, Indonesia memiliki keunikan keanekaragaman hayati di Indonesia dalam penanggulangan perubahan iklim (REDD+) dan jika dilihat dari  pembangunan hutan memberikan penghasilan bagi berjuta rakyat Indonesia untuk penanggulangan kemiskinan, sehingga pemerintah berkepentingan mendorong tata kelola hutan secara lestari

Yang tak kalah pentingnya, SVLK ini mendidik para pelaku usaha untuk melakukan praktek pengelolaan hutan yang lebih tertib dan taat aturan main. SVLK  juga menanamkan dasar yang kuat untuk melanjutkan praktek yang benar ini menjadi praktek yang berkelanjutan alias adil dan lestari. Pelaku usaha yang telah lulus SVLK tidak akan terlalu kesulitan untuk melanjutkan kebijakan manajemen perusahaan menjadi kebijakan manajemen hutan yang adil dan lestari. Memulihkan kembali kepercayaan publik terhadap kebijakan pemerintah yang mengatur tata kelola hutan dan perdagangan kayu.

Dalam kesempatan tersebut, Iman juga memaparkan secara detail proses dan pengembangan SVLK. Menurutnya, SVLK dikembangkan secara multipihak, kemudian diwujudkan dengan aturan  PP 38/Menhut-II/2009 yang berlaku bagi hutan produksi, hutan hak dan industri perkayuan dari hulu-hilir. Dalam proses SVLK ini setidaknya ada empat aktor utama yaitu Komite Akreditasi Nasional, Lembaga Penilai (LP-PHPL), Lembaga Verifikasi independen, Lembaga Pemantau Independen dan Unit Usaha.

Poses penyusunan SVLK dirintis sejak tahun 2003.  Dalam perkembangan pihak Uni Eropa telah mengakui SVLK sebagai salah satu sistem yang bisa menjamin legalitas kayu yang berasal dari Indonesia. Bahkan Indonesia dan Uni Eropa (UE) telah menandatangani   kesepakatan Voluntary Partnership Agreement (VPA) on   Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT). Melalui perjanjian tersebut, Indonesia dan Uni Eropa sepakat mencegah perdagangan produk kayu hasil illegal logging. Uni Eropa juga mengakui SVLK yang telah dibuat Indonesia, sebagai dasar untuk menentukan legal tidaknya produk kayu Indonesia yang diekspor ke Uni Eropa.

Kesepakatan antara Indonesia dan Uni Eropa tersebut ditandatangani oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Komisaris Perdagangan Uni Eropa, Karel de Gucht di Jakarta, awal Mei 2011 lalu. Sebagai bentuk dukungan, Uni Eropa menyediakan dana senilai Rp 380 miliar untuk memperbaiki infrastruktur agar kualitas kayu yang diekspor membaik.“Sehingga kita akan memperoleh manfaat pendapatan negara disektor kehutanan akan terselamatkan, meningkatkan daya saing dan memperoleh dukungan internasional, melalui jalur hijau,’tandasnya.

Kebijakan baru Kementerian Kehutanan ini mendapatkan sambutan hangat dari berbagai lembaga penggiat kehutanan.  Bagi Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), keluarnya PP 38/Menhut-II/2009 yang mengatur tentang Standar Penilaian Kinerja PHPL dan SVLK ini merupakan langkah maju pemerintah dalam mendorong perbaikan pengelolaan hutan di Indonesia dan menciptakan iklim yang baik bagi pengelolaan hutan yang adil dan lestari.

Dalam penilaian Diah Y Raharjo, Direktur Program Multistakeholder Forestry Programm (MFP), munculnya SVLK melewati proses panjang  menuju tata kelola hutan  yang lestari.“Ada 5 hal yang menjadi bahan diskusi salah satunya adalah mempromosikan kayu legal. SVLK merupakan sistem menyuruluh, tidak hanya isu besar kehutanan tapi terkait industri, dan perdagangan,”jelasnya. MFP mengajak para stakeholder kehutanan untuk melihat kebijakan baru ini dalam arti yang lebih luas, karena masyarakat akan berhadapan dengan tata kelola kehutanan dan pasar.

SVLK ini menjadi terobosan baru dalam tata kelola hutan Indonesia, sekaligus jawaban akan kebutuhan pasar global yang semakin menghargai produk ramah lingkungan. Namun benarkan SVLK bisa mencegah illegal logging? Semoga.(Marwan Azis).

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.