Jakarta, Ekuatorial – Kebijakan Pemerintah soal tata niaga impor pangan nasional yang rentan spekulasi dan kartel yang memanfaatkan ketidakseimbangan antara ketersediaan pasokan – supply dan permintaan – demand, seharusnya disikapi Pemerintah dengan merombaknya.Dari kelemahan ini, diperkirakan potensi kerugian bisa mencapai sebesar Rp 11,34 triliun.

Menurut Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri – KADIN Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog, Natsir Mansyur berdasarkan data, nilai potensi kartel enam komoditas strategis, yakni daging sapi, daging ayam, gula, Kedelai, jagung, dan beras bisa mencapai sebesar Rp 11,34 triliun.

Sementara, perkiraan kartel untuk kebutuhan daging sapi yang mencapai sebesar 340 ribu ton untuk kebutuhan nasional, nilai kartelnya bisa sebesar Rp 340 miliar. Selanjuynya, kartel pada sejumlah komoditas pangan lainnya, seperti daging ayam 1,4 juta ton dengan nilai Rp 1,4 triliun, gula 4,6 juta ton sebesar Rp 4,6 triliun, kedelai 1,6 juta ton sebesar Rp 1,6 triliun, jagung 2,2 juta ton sebesar Rp 2,2 triliun, dan beras impor 1,2 juta ton diperkirakan Rp, 12 triliun.

Dia juga mengatakan, kebijakan pangan oleh Pemerintah yang masih sangat sentralistis dimana, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perindustrian belum rela untuk menyerahkan kebijakan tata niaga pangan ke Pemerintah Daerah – Pemda karena lebih mengetahui kebutuhan wilayahnya.

Dia menambahkan, Pemerintah harus berani memotong rantai niaga yang panjang untuk melemahkan kekuatan pedagang atau pelaku usaha besar yang kuat dan hanya beras yang tidak dapat dikuasai pedagang besar. (MI)     

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.