Posted in

WWF INDONESIA: PENGEMBANGAN PANAS BUMI BANYAK KENDALA

thumbnailMeskipun baru dikembangkan 4 persen, energi panas bumi yang ramah lingkungan tak lantas menjadi primadona. Apa kendalanya?

SIEJ-Jakarta. “Sudah saatnya pengembangan energi terbarukan menjadi prioritas pengelolaan energi nasional yang berkelanjutan” kata Nazir Foead, Direktur Konservasi World Wildlife Fund (WWF) Indonesia dalam siaran pers peluncuran buku di Jakarta, Kamis (05/07). Buku Igniting the Ring of Fire: A Vision for Developing Indonesia’s Geothermal Power ini memuat kajian yang menguraikan tantangan dan peluang pengembangan energi panas bumi di Indonesia, serta menjelaskan peta kemungkinan solusinya.

Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia. Namun, dari total potensi sekitar 29 Giga Watt (GW) hanya 4% yang telah dimanfaatkan. Padahal kebutuhan listrik di Indonesia rata-rata meningkat lebih dari tujuh persen per tahun dimana sebagian besar dipasok dari sumber energi fosil yang semakin terbatas. Karena itu, WFF Indonesia melihat panas bumi bukan lagi menjadi sebuah peluang tetapi sudah menjadi sebuah kebutuhan. “Panas bumi sebagai energi terbarukan mampu menopang ketahanan energi nasional dalam jangka panjang”, ungkap Nyoman Iswarayoga, Direktur Program Iklim dan Energi WWF-Indonesia, “karena panas bumi itu rendah emisi, membutuhkan lahan lebih sedikit dari energi lainnya, serta dapat mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil dan beban subsidi energi”.

Kebijakan energi nasional menargetkan panas bumi dapat menyongkong lima persen bauran energi nasional pada tahun 2025, namun hingga saat ini panas bumi baru berkontribusi satu persen secara lambat. Melalui program Gheothermal Ring of Fire yang mulai berjalan di tahun 2012, WWF-Indonesia bersama WWF Filipina dan WWF Climate and Energy Global Initiative memiliki ambisi besar tahun 2015 dapat memacu pergerakan signifikan pemanfaatan sumber energi terbarukan di Indonesia dan Filipina.

Dalam pengelolaannya, menurut WWF Indonesia diperlukan perhatian dari berbagai aspek, seperti aspek kelestarian dan peningkatan nilai-nilai konservasi tinggi seperti keanekaragaman hayati dan habitatnya, tata ruang, ekosistem unik, jasa lingkungan, serta kesejahteraan masyarakat setempat, serta mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan yang terintegrasi dalam perencanaanya. Selain itu, juga perlu adanya pengakuan hak warga lokal dengan memastikan partisipasi mereka sejak perencanaan hingga pelaksanaan. Karena itu, WWF Indonesia juga mengajak peran serta para pemangku kepentingan, baik dari pemerintah, maupun dari akademisi dan masyarakat.

Menurut Prof Rinaldi Dalimi, anggota Dewan Energi Nasional (DEN), pengembangan geothermal memiliki kendala dari sisi ekonomi. “Biaya pengembangan panas bumi cukup mahal, selama price value tidak dinaikkan maka geothermal tidak akan berkembang,” ungkapnya. Selain itu, kendala juga banyak ditimbulkan dari sektor lingkungan, otonomi daerah, sumber daya manusia, maupun sisi kebijakan pemerintah. Cita Ariani

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.