Ratifikasi Perjanjian Laut Global patut dirayakan dengan kesadaran akan kesiapan implementasinya agar berkelanjutan dan berkeadilan.

perjanjian laut global
Laut harus dilindungi. (Greenpeace)

Konferensi Kelautan ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Ocean Conference/UNOC3) yang berlangsung di Nice, Prancis, pada 9-13 Juni 2025 menjadi momentum Pemerintah Indonesia meratifikasi Perjanjian Konservasi dan Pemanfaatan Berkelanjutan Keanekaragaman Hayati di Luar Wilayah Yurisdiksi Nasional. Perjanjian yang juga disebut dengan Biodiversity Beyond National Jurisdiction (BBNJ) atau Perjanjian Laut Global tersebut menjadi bagian tidak terpisahkan dari Hukum Laut Internasional (UNCLOS).

Ratifikasi Indonesia dilakukan melalui Perpres 67/2025 tertanggal 4 Juni 2025 dan dilanjutkan dengan penyampaian Instrumen Ratifikasi terhadap Perjanjian Laut Global BBNJ tersebut ke PBB. Pernyataan deklarasi resmi ratifikasi dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Sakti Wahyu Trenggono, pada 10 Juni 2025, sebagai Ketua Delegasi Indonesia dalam UNOC3.

Greenpeace Indonesia mengapresiasi Pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi Perjanjian Laut Global. Greenpeace Indonesia sekaligus mendesak penguatan kepemimpinan Indonesia untuk semakin mengarusutamakan pendekatan berbasis Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pelindungan dan pengelolaan laut secara berkelanjutan dan berkeadilan, baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia.

Greenpeace Indonesia juga terus mendorong peran krusial Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Luar Negeri, dan kementerian/lembaga terkait lainnya untuk semakin proaktif dalam memastikan kesiapan Indonesia dalam skenario dan mekanisme implementasi–terutama saat Perjanjian Laut Global dinyatakan berlaku penuh dalam jangka waktu 120 hari setelah sekurang-kurangnya 60 negara meratifikasinya.

Afdillah, Pimpinan Tim Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, menyatakan:

“Kami turut mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia meratifikasi Perjanjian Laut Global atau BBNJ. Ini perlu dijadikan momentum untuk memastikan bahwa 5 Program Prioritas Ekonomi Biru yang dicanangkan oleh KKP harus dijalankan secara efektif dan progresif dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip kehati-hatian, partisipasi multipihak yang bermakna, transparan, berkelanjutan dan berkeadilan,” dalam keterangan resmi, diakses Minggu, 15 Juni 2025.

“Secara konseptual, kami yakin 5 Program Prioritas Ekonomi Biru tersebut dibangun dengan niat dan semangat yang baik. Sehingga selain patut didukung, juga perlu dikritisi dan diawasi dengan seksama dalam pelaksanaannya. Tentunya, jika ada hal-hal yang perlu dikoreksi atau diperbaiki lebih lanjut terkait arahan kebijakan strategis dan dalam pelaksanaan kebijakan praktis dan teknisnya, KKP diharapkan terbuka serta dapat semakin proaktif menjaring dan adaptif mendengar sekaligus mempertimbangkan masukan dari masyarakat sipil dan multipihak lainnya. Greenpeace Indonesia siap mendukung dan memberikan pandangan atau saran secara kritis untuk setiap kebijakan publik yang dijalankan oleh pemerintah, termasuk KKP.”

Arifsyah Nasution, Juru Kampanye Laut dan Pimpinan Global “Beyond Seafood Campaign” Greenpeace Asia Tenggara, menyatakan:

“Selamat dan semangat untuk Indonesia, menjadi negara ke-50 secara global dan ke-4 di kawasan Asia Tenggara, setelah Singapura, Timor Leste dan Viet Nam, yang meratifikasi Perjanjian Laut Global. Diharapkan dengan kepemimpinan Indonesia dalam ratifikasi BBNJ dan mendeklarasikannya pada momentum UNOC3, dapat menjadi penggerak dan solidaritas negara-negara anggota ASEAN lainnya, juga negara-negara di kawasan Asia-Pasifik untuk segera meratikasinya.”

“Keberanian dan keteladanan diplomasi Indonesia meratifikasi Perjanjian Laut Global, patut dirayakan dengan kesadaran akan kesiapan implementasinya, agar benar-benar berkelanjutan dan berkeadilan. Untuk itu, literasi dan urgensi penguatan paradigma serta kerangka sistem dan kebijakan dalam tata kelola sumber daya kelautan dan perikanan harus senantiasa mengarusutamakan pendekatan berbasis HAM.”

“Oleh karena itu pula, sejumlah elemen masyarakat sipil dan gerakan buruh juga turut mendesak dan menantikan Pemerintah Indonesia untuk segera meratifikasi Konvensi ILO 188 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan [6]. Ratifikasi C-188 urgen agar kondisi kerja layak serta hak-hak pekerja awak kapal perikanan Indonesia, baik yang bekerja di kapal ikan berbendera Indonesia maupun di kapal kapal ikan berbendera asing di luar wilayah pengelolaan perikanan Indonesia dapat semakin terlindungi. Hal ini juga sebagai bentuk komitmen dan upaya pelaksanaan kebijakan yang efektif dan progresif, wujud nyata keteladanan diplomasi Indonesia di kancah internasional.”

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.