Perhutanan sosial merupakan sistem pengelolaan hutan lestari oleh masyarakat di dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat.

Pencabutan 2.000 batang sawit ilegal di wilayah perhutanan sosial Desa Kwala Serapuh, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. (WALHI)
Pencabutan 2.000 batang sawit ilegal di wilayah perhutanan sosial Desa Kwala Serapuh, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. (WALHI)

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Sumatera Utara (WALHI Sumut) bersama tim lintas instansi mencabut 2.000 batang sawit ilegal di wilayah perhutanan sosial Kelompok Tani Hutan (KTH) Nipah, Desa Kwala Serapuh, Kabupaten Langkat, Selasa (17/6/2025). Aksi ini sekaligus menjadi peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

“Bersama dengan lintas instansi, 2.000 pohon sawit ilegal yang merambah kawasan kelola KTH Nipah berhasil kami eksekusi,” ujar Maulana Gultom, Staf Advokasi dan Kampanye .

Maulana menegaskan, WALHI Sumut mengecam keras segala bentuk perambahan hutan, terutama di wilayah perhutanan sosial milik masyarakat. “WALHI Sumut mengecam keras segala aktivitas perambahan hutan, utamanya di area kelola Perhutanan Sosial milik masyarakat,” tegasnya.

Tindakan pencabutan sawit ini dilakukan oleh Tim Terpadu yang melibatkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumatera Utara, WALHI Sumut, Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah II, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Sumatera, serta masyarakat dan anggota KTH Nipah.

Kepala DLHK Sumut Yuliani Siregar, yang hadir langsung di lokasi, menyatakan bahwa aksi ini merespons laporan KTH Nipah terkait perambahan lahan seluas 60 hektare dari total izin kelola 242 hektare yang mereka miliki dalam skema Hutan Kemasyarakatan (HKm).

“Kami bersama masyarakat sudah mengeksekusi sebanyak 2.000 batang sawit, dan nanti akan kami ganti dengan tanaman yang memang bermanfaat untuk masyarakat,” jelas Yuliani. Ia menyebut, tanaman pengganti yang direncanakan adalah aren dan kelapa pandan, yang dinilai lebih sesuai dan mendukung peningkatan ekonomi warga pesisir.

Yuliani juga mengingatkan masyarakat agar tidak menguasai kawasan hutan tanpa izin. “Tidak boleh ada satu pun orang yang menguasai lahan tanpa izin. Jadi kalau memang ini pemilik sawit menyatakan lahannya milik dia, ya silakan datang ke DLHK Sumut membawa semua dokumen kepemilikannya,” katanya.

Hendry Elvin Simamora, Kepala Seksi Wilayah II BPSKL, mengapresiasi langkah KTH Nipah yang melaporkan perambahan tersebut. “Kita hadir di sini untuk menyaksikan dan mengeksekusi, dan ada benar, ada 2.000 tanaman sawit muda yang kita tahu di area Perhutanan Sosial itu tidak diperkenankan penanaman sawit,” jelasnya.

Ketua KTH Nipah, Samsir, menyampaikan rasa terima kasih kepada tim atas eksekusi tersebut. “Harapan kami dari dulu, sekarang terwujud, eksekusi sawit, yang menjadi halangan kegiatan kelompok tani kami dalam melestarikan hutan,” katanya.

Percepatan Perhutanan Sosial

Sebelumnya, WALHI Sumut menyatakan dukungannya atas pembentukan kepengurusan Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia (AP2SI) wilayah Sumatera Utara yang resmi terbentuk pada 7 Mei 2025 di Medan.

Perhutanan sosial merupakan sistem pengelolaan hutan lestari oleh masyarakat di dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat. Skema ini memberi pengakuan legal kepada masyarakat untuk mengelola hutan demi kesejahteraan, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya.

Saat ini, perhutanan sosial diakses melalui surat keputusan persetujuan dari negara dalam berbagai bentuk, seperti Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Adat, Hutan Tanaman Rakyat, dan Kemitraan Kehutanan. Namun, tantangan terbesar muncul setelah surat persetujuan dikeluarkan, yakni pelaksanaan pengelolaan kawasan, kelembagaan, dan usaha secara nyata.

Kehadiran AP2SI bertujuan mempercepat akselerasi pengelolaan hutan lestari oleh masyarakat. AP2SI juga menjadi wadah konsolidasi antar pengelola perhutanan sosial dan lembaga pendamping, terutama untuk menjawab tantangan administratif, permodalan, tata kelola, serta penguatan kesadaran ideologis masyarakat pengelola.

AP2SI dibentuk sebagai tindak lanjut dari deklarasi 26 November 2019, yang melibatkan 51 kelompok perhutanan sosial dan 17 lembaga pendamping. Dengan misi “Hutan Lestari, Rakyat Sejahtera”, AP2SI memperkuat peran masyarakat dalam mengelola sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.