Hutan Harapan dikelilingi perkebunan sawit dan hutan tanaman industri. Di wilayah tersebut telah lama jadi surga bagi penambang minyak ilegal
Hutan Harapan, yang berstatus hutan restorasi, kini telah bersih dari tambang minyak ilegal. Sebanyak 113 unit sumur minyak ilegal yang pernah beroperasi di sana telah ditutup medio Februari lalu. Namun demikian, ancaman terhadap kawasan yang berada di Provinsi Sumsel dan Jambi ini sangat tinggi.
Hutan Harapan ini dikelilingi perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI). Salah satunya berbatasan dengan PT AAS (Agronusa Alam Sejahtera), dengan luas konsesi 22.525 ha. Di wilayah perbatasan ini, yang diberi nama KM 52, telah lama jadi surga bagi penambang minyak ilegal.
Hingga Kamis (27/11/2025), aktivitas itu terlihat masih sangat ramai. Bahkan pada siang saat melintas di sana, terpantau adanya pembukaan sumur baru. Sumur yang sudah eksisting yang terlihat langsung dari jalan poros pemisah Hutan Harapan dengan konsesi PT AAS, sumur beroperasi lebih puluhan unit.
Aktivitas pembukaan sumur baru terlihat dari kehadiran mobil pikap mengangkut pipa besi yang jumlahnya puluhan batang. Mobil tersebut berhenti di lokasi yang hanya berjarak kurang dari 100 meter dengan Hutan Harapan yang merupakan paru-paru dunia. Beberapa pipa terlihat telah diturunkan.
Sementara berjarak sekitar 50 meter dari lokasi pikap berhenti, ada beberapa unit sumur minyak yang sudah beroperasi. Di sana juga ada pondok pekerja, kolam yang menampung hasil pengeboran, dan sejumlah fasilitas lainnya. Para pekerja tambang itu terkesan tak peduli kehadiran orang lain. Mereka terus beroperasi memompa sumur menyedot cairan dari perut bumi.
Informasi yang diperoleh dari pelaku tambang minyak di tempat berbeda namun masih di wilayah berdekatan, biaya untuk pembuatan sumur minyak relatif murah. Hal itu membuat banyak tergiur mencoba peruntungan di bisnis minyak ini.
Tahap pertama, akan dicoba bor tanah yang diyakini memiliki minyak. Bila ternyata hasil pengeboran tidak hasilkan minyak, biaya yang dikeluarkan antara Rp 5 juta-Rp 7 juta. Sementara bila hasil pengeboran itu mendapatkan minyak, biaya dikeluarkan antara Rp 35 juta-Rp 50 juta. “Tergantung kedalaman sumur. Kalau kurang dari 100 meter mungkin sekitar Rp 35 juta,” ucap MS, pemain minyak.
Bila sudah didapatkan minyak, tahap yang selanjutnya adalah memompa sumur secara terus menerus. Mesin akan bekerja 24 jam sehari, dikerjakan secara shift. Hasil di tiap sumur tidak sama. MS mengatakan ada yang hanya mendapat 2 drum satu minggu, ada juga yang menghasilkan lebih dari 1 drup tiap hari. “Untung-untungan juga main minyak ini. Spekulasi tinggi. Kadang sudah bor sampai 5 titik bisa hasil nol,” jelasnya.
Bagaimana hasil minyak di dalam kawasan Hutan Harapan dan PT AAS? PT REKI, yang jadi pengelola Hutan Harapan, tidak punya angka pasti. Sebagai gambaran, Adrian dari Departemen Perlindungan Hutan menyebut saat ada aktivitas 113 sumur minyak di sana, suasananya seperti pasar. Sepeda motor hilir mudik setiap saat mengangkut minyak mentah dari lokasi pengeboran ke titik penampungan.
“Sekarang di sini sudah tidak ada lagi setelah dilakukan penutupan. Akses jalan mereka selama ini untuk masuk ke Hutan Harapan juga sudah diputus,” jelasnya. Tapi melihat semakin masifnya bisnis tambang minyak di dekat hutan harapan, kekhawatiran mereka juga sangat tinggi. Hingga akhirnya PT REKI membangun pos pantau di sekitar lokasi yang berpotensi pintu masuk penambang ilegal.
Jumlah sumur minyak di wilayah konsesi PT AAS diperkirakan sudah lebih dari 1.000 unit. Seorang bekas pekerja di PT AAS mengatakan, petugas perusahaan tak kuasa menahan penambang. Sebab, selalu ada ancaman dari orang berseragam yang memiliki senjata bila berusaha hentikan aktivitas ilegal itu. “Saya lebih dari 5 tahun saya bekerja di sana, jadi cukup paham. Ada pekerja, pemodal, dan yang membekingi,” ungkapnya.
Bagaimana PT AAS menjaga kawasannya dari upaya pengrusakan yang berlangsung lama dan masif ini? Humas PT AAS, Anton, mengatakan dirinya tidak memiliki keterlibatan dalam penanganan illegal drilling. Dia menyarankan untuk mewawancarai Zumriadi.
Namun hingga berita ini dipublikasikan, Zumriadi belum berhasil dikonfirmasi. Upaya wawancara dan juga pesan yang dikirimkan melalui whatsapp belum ditanggapinya. [Suang Sitanggang]
- Tambang minyak ilegal menghantui Hutan Harapan
- Banjir dan longsor di Sumatra: Krisis ekologis akibat kerusakan hutan dan gagalnya tata kelola lingkungan
- Kayu ilegal dari Hutan Sipora Mentawai berlayar hingga Gresik
- Menembus belantara jargon, cara IS2P perkuat narasi jurnalisme keberlanjutan
- ‘Tsunami kedua’ wujud nyata bencana ekologis yang melanda Sumatera
- Bekas tambang minyak di Hutan Harapan mulai menghijau
