Diduga kuat bangkai ikan ini merupakan individu sama yang ditemukan terdampar di Pantai Cemoro Sewu dan Pantai Roro Inten.
Nelayan di Pantai Pasir Pancu, Desa Keburuhan, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, tak menyangka akan melihat sosok besar berwarna abu-abu berbintik putih tergeletak di tepi pantai. Senin, 8 Desember 2025 selepas Subuh, nelayan yang hendak melaut menemukan satu individu hiu paus (Rhincodon typus) jantan berukuran 5,2 meter telah mati di atas pasir.
Sehari sebelumnya, Minggu, 7 Desember 2025, kehebohan serupa juga dirasakan oleh warga pesisir Desa Pagak, Kecamatan Ngombol, setelah menemukan individu hiu paus yang sama terdampar di Pantai Roro Inten. Menurut keterangan warga, hiu paus tersebut masih dalam keadaan hidup, tetapi tubuhnya sudah terlihat sangat lemas di tepi pantai.
Namun, saat itu warga belum sempat melakukan evakuasi karena spesies ikan terbesar di dunia itu sudah terseret kembali ke laut. Hingga keesokan harinya, individu hiu paus ini ditemukan mati di Pantai Pasir Pancu.
Tak hanya itu, diduga kuat bangkai ikan ini merupakan individu sama yang ditemukan terdampar di Pantai Cemoro Sewu, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dua hari sebelumnya, pada 6 Desember 2025.
Hiu paus rawan terdampar di pesisir selatan Jawa
Kejadian terdamparnya hiu paus di pesisir selatan Jawa bukan baru kali ini saja. Menurut data Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Serang Wilker Yogyakarta, sejak 2022 hingga 2025 sudah tercatat 24 kali hiu paus terdampar di pantai. Sebanyak 7 kali terjadi di Cilacap, 4 kali di Kebumen, 4 kali di Kulonprogo, 3 kali di Purworejo, 2 kali di Pandeglang, 1 kali di Lebak, dan 1 kali di Bantul.
“Data kami menunjukkan hiu paus terdampar dominasi terjadi pada bulan September hingga Februari dengan puncak jumlah tertinggi pada bulan Oktober dan November, meskipun juga beberapa terjadi di bulan Juni dan Agustus,” kata Kepala LPSPL Serang Wilker Yogyakarta, Budi Raharjo.
Berkaca dari hal tersebut, sumber daya manusia di lapangan serta koordinasi penanganan biota laut terdampar dinilai sangat penting untuk ditingkatkan. Selain itu, diperlukan juga penelitian yang cepat untuk menghasilkan rekomendasi yang tepat untuk melestarikan dan menjaga megafauna laut.
Alasan hiu paus rawan terdampar di selatan Jawa
Focal Species Conservation Senior Manager Konservasi Indonesia, Mochamad Iqbal Herwata Putra mengatakan, selama lima tahun terakhir wilayah selatan Jawa memang menjadi pusat terdamparnya hiu paus, terutama pada kuartal empat setiap tahun.
Alasannya karena pada periode ini terjadi fenomena oseanografi berupa upwelling yang ditandai dengan penurunan suhu permukaan laut dan meningkatnya produktivitas perairan. Fenomena ini menarik perhatian hiu paus untuk datang mencari makan.
Di sisi lain, perubahan iklim juga turut memberi dampak yang besar terhadap kehidupan hiu paus. Perubahan iklim dapat menggeser distribusi mangsa hiu paus, bersamaan dengan munculnya cuaca ekstrem, angin kencang, dan gelombang tinggi yang meningkatkan risiko gangguan kesehatan hingga keterdamparan.
“Selain faktor alamiah, ancaman antropogenik seperti by-catch, tertabrak kapal, dan pencemaran perairan, turut menjadi penyebab terdamparnya hiu paus ke pesisir,” jelas Iqbal.
Setelah penemuan bangkai
Setelah mendapat laporan penemuan bangkai hiu paus di Pantai Pasir Puncu, tim gabungan langsung datang melakukan nekropsi untuk menginvestigasi penyebab kematiannya. Dibantu petugas lapangan lainnya, pembedahan dilakukan oleh dokter hewan Dwi Suprapti dari Sealife Indonesia.
Proses pembedahan meliputi pengambilan sampel sejumlah organ dalam bangkai tersebut, seperti jantung, hati, ginjal, limpa, usus, lambung jaringan kulit dan otot, guna dilakukan penelitian lebih lanjut di laboratorium.
Dari pemeriksaan fisik eksternal tidak ditemukan luka signifikan pada tubuh hiu paus selain bekas luka melepuh pada ekor bagian bawah. Secara umum, kondisinya sudah kode 3 artinya bangkai mulai membusuk. Diperkirakan hiu paus ini mati lebih dari 24 jam dan tetap dapat dilakukan nekropsi lanjutan.
“Sementara dari hasil pemeriksaan organ dalam secara makroskopis, tidak ditemukan adanya tanda-tanda mencurigakan. Namun, saat membuka bagian lambung, ditemukan penuh makanan berupa kumpulan udang kecil (udang rebon) dan belum tercerna. Untuk memastikannya kita uji toksikologi dari sampel isi lambung,” kata Dwi.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh para ahli, bangkai hiu paus tersebut dipindahkan untuk dikubur. Awalnya proses evakuasi coba dilakukan secara manual, tetapi upaya tersebut tidak membuahkan hasil karena bobot berat hiu paus yang diperkirakan lebih dari satu ton.
Akhirnya bangkai tersebut berhasil diangkat menggunakan ekskavator yang kemudian dipindahkan ke area vegetasi pantai untuk dilakukan penguburan.
