Malnutrisi berat yang dialami Gollum membuat kulitnya memucat, bulu hampir tidak ada, dan tulang terasa mendominasi saat disentuh.
Pada 25 April 2025 lalu, di sebuah kandang ayam di Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur menemukan seekor owa kalawat (Hylobates muelleri) dalam kondisi memprihatinkan. Tubuhnya kurus bak tulang berlapis kulit, bulunya hampir tak ada, dan suara yang hilang membuatnya sulit dikenali sebagai primata. Owa itu kemudian diberi nama Gollum.
Cikal bakal nama Gollum cukup unik. Saat pertama kali datang ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Long Sam di Kampung Merasa, Kabupaten Berau, kondisi satwa dilindungi ini sangat buruk dan mengalami malnutrisi. Wajahnya cekung, giginya tidak teratur, dan perilakunya menggambarkan bahwa ia sudah cukup lama hidup di tempat gelap. Penampilannya serupa Gollum, tokoh fiksi di film Lord of The Rings. Nama itulah yang disematkan kepada owa kalawat ini.
Malnutrisi berat yang dialami Gollum membuat kulitnya memucat, bulu hampir tidak ada, dan tulang terasa mendominasi saat disentuh. Tim medis awalnya menduga penyakit kulit, tetapi analisis lebih lanjut justru menunjukkan malnutrisi dan dehidrasi sebagai akar masalahnya.
Paulinus Kristanto, Direktur dan Founder Conservation Action Network (CAN), mengatakan dari pemeriksaan medis bahwa Gollum tidak menderita penyakit kulit menular, tetapi mengalami gangguan serius akibat kekurangan nutrisi jangka panjang akibat pola pemeliharaan yang tidak sesuai untuk primata arboreal seperti dirinya.
“Sang pemilik tidak mengetahui bahwa satwa jenis dilindungi. Kondisinya yang kurus tanpa bulu, sulit dikenali,” ujar Paulinus.
Perawatan Gollum
Setelah melihat kondisinya, KSDA Kalimantan Timur bertindak cepat dengan mengevakuasi dan membawa Gollum ke PPS Long Sam untuk perawatan intensif. Pada awal proses rehabilitas, tim konservasi fokus untuk memulihkan nutrisi Gollum, memperbaiki kondisi kulit, serta melakukan perawatan lingkungan kandang agar Gollum dapat beradaptasi dan bergerak.
Dalam waktu empat minggu, perkembangan awal pun mulai tampak. Bulunya sudah mulai tumbuh, nafsu makannya meningkat, dan perilaku abnormal seperti mengulang gerakan kepala atau menyakiti diri sendiri berkurang drastis. Hal ini menjadi indikator awal bahwa kondisi fisik dan mentalnya mulai membaik.
Tidak hanya fisiknya yang pulih, tetapi juga suara dan interaksi sosialnya mulai berkembang. Vokalisasi Gollum yang semula pelan kini mulai terdengar, dan ia menunjukkan minat untuk berinteraksi dengan sesama owa. Vokalisasi yang lebih jelas juga menjadi penanda bahwa mental Gollum sudah mulai pulih.
Setelah sekitar tujuh bulan masa rehabilitasi, kondisi Gollum semakin stabil sehingga tim konservasi memutuskan untuk melanjutkan ke tahap pra-pelepasliaran. Pulau pra-pelepasliaran merupakan sebuah kawasan rehabilitasi yang mirip dengan habitat alami owa kalawat.
Pulau seluas 14 hektar ini memiliki vegetasi hidup dengan kanopi rapat, ruang jelajah yang luas, dan sungai buatan untuk membatasi interaksi langsung dengan manusia. Tempat ini menjadi arena persiapan satwa untuk belajar kembali pada pola hidup liar sebelum benar-benar dilepas ke hutan.
“Di tahap ini owa akan dilatih untuk mengenali pakan alami, membentuk struktur sosial, serta mengasah kemampuan bertahan hidup di luar bantuan manusia,” tambah Paulus.
Perjalanan Gollum menuju hutan
Perjalanan Gollum menjadi bukti bahwa upaya konservasi dapat mengubah nasib individu satwa yang terancam punah. Menurut klasifikasi internasional, owa kalawat sendiri termasuk spesies yang terancam dan menjaga peranan penting dalam ekosistem hutan hujan tropis Kalimantan.
Gollum akan kembali hidup di hutan. Pulau pra-pelepasliaran menjadi ujian terakhir sebelum satwa ini benar-benar dilepas kembali ke habitat alaminya, tempat di mana suara-suara khas owa akan kembali menggema di kanopi hutan. Suara yang sempat hilang saat Gollum hanya dapat diam dalam keheningan panjang di kandang ayam.
