Jakarta, Ekuatorial–Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan menerima reporter Ekuatorial, Wisnu Murti Wibowo untuk sebuah wawancara. Abdon menjawab berbagai isu seputar masyarakat adat, termasuk keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengakui hutan adat dan keberadaan masyarakat adat, RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat adat yang merupakan inisiatif DPR RI, hasil pemetaan partisipatif, dan pendapatnya tentang Kepala UKP4/Ketua Satgas REDD+ Kuntoro Mangkusubroto yang mengelola proyek REDD+ di Indonesia. Dengan semua kemajuan itu, kenapa pula ia masih mengatakan bahwa masyarakat adat sampai hari ini masih menjadi anak haram bangsa Indonesia? Berikut hasil wawancara E yang dilakukan di Sekretariat AMAN di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Tanya : Apa sebenarnya implikasi penting dari keputusan Mahkamah Konstitusi – MK ini untuk masyarakat adat atau masyarakat hukum adat – MHA ?
Jawab : Pertama, implikasinya belum kepada masyarakat namun, terhadap Negara. Amanat konstitusi yang dilanggar oleh rezim penguasa masa lalu dan berakibat kepada puluhan juta masyarakat adat kehilangan haknya. Jadi yang paling penting dari keputusan MK itu adalah kesimpulannya. Dimana telah terjadi pengabaian terhadap hak-hak konstitusional masyarakat adat.
Seharusnya Presiden sebagai kepala negara harus meminta maaf, dan MK secara tidak langsung memerintahkan untuk mengungkap kebenaran yang muncul dari pelanggaran hak-hak konstitusional masyarakat adat, itu secara umum. Oleh karena itu MK secara tidak langsung juga menganjurkan supaya lewat Presiden sebagai kepala negara ada rekonsiliasi antara negara dan masyarakat adat.
Putusan MK yang terkait dengan hutan adat ini hanya bagian kecil dari keputusan MK. Jadi secara paradigmatik secara filosofis MK mengembalikan kewarganegaraan masyarakat adat di republik Indonesia yang selama ini kewarganegaraannya diragukan, tidak jelas. Jadi kalau selama ini kalau anda masyarakat adat dan masih menganut agama-agama asli dari leluhur, anda tidak punya hak karena anda tidak di administrasikan sebagai warganegara. Jadi hanya lima atau enam agama yang dianggap resmi lah yang bisa punya KTP yang di dalamnya harus ada agama itu, diluar yang enam itu kalau anda beragama asli leluhur sebagai masyarakat adat anda tidak bisa dapat KTP, jadi luar biasa diskriminasinya.
Konteks dari putusan MK itu adalah sebenarnya secara normatif diatas kertas memulihkan kewarganegaraan masyaraka adat sebagai warganegara Indonesia. Putusan MK ini juga memiliki implikasi terhadap bangsa dan negara dimana, masyarakat adat merasa dirinya kembali menjadi bahagian dari bangsa Indonesia. Jadi ada aspek kebangsaan yang muncul karena putusan MK itu.
Kedua, baru terhadap masyarakat adat. Putusan MK ini mengatakan, bahwa hutan adat itu adalah hutan yang ada di atas hak ulayat, artinya hutan adat itu ikut tanah bukan tanah ikut hutan. Jadi kalau UU Nomor 41 Tahun 1999, tanahnya ikut hutan karena ikut hutan maka masuk kawasan hutan yang dikelola oleh negara dalam hal ini Kementerian Kehutanan. Namun, putusan MK ini menegaskan tidak. Pohon-pohonan itu yang namanya hutan itu ikut tanah dan tanahnya ini tanah adat, wilayahnya wilayah adat karena itu bukan hutan negara, itu hutan yang ada di atas wilayah adat di atas tanah negara.
Soal hutannya, pemerintah masih bisa atur fungsinya namun, tanahnya tanah adat wilayahnya wilayah adat. Dengan demikian putusan MK ini harus dilaksanakan oleh seluruh penyelenggara negara karena putusan MK itu bersifat final dan setara dengan Undang-Undang. Jadi Presiden harus segera melaksanakan dan menteri-menteri harus seluruhnya bergerak.
Jadi implikasinya nanti adalah wilayah-wilayah adat itu harus segera didata, diinventarisasi,dipetakan sehingga bisa jelas mana batas wilayah adat dengan tanah negara/hutan negara. Ini pekerjaan luar biasa ya. Jadi 60% – 70% kemerdekaaan masyarakat adat yang selama ini diperjuangkan ada di putusan MK Nomor 35/PUU/X/2012 dan didukung lagi oleh putusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011.
Tanya : Apa sudah ada peraturan pelaksanaannya, seperti Inpres ?
Jawab : Belum, jadi putusan MK ini kan sebenarnya tepat waktu karena pada saat ini juga DPR RI bersama Pemerintah sedang membahas RUU tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Artinya adalah putusan MK ini menjadi salah satu dasar muatan inti dari RUU yang sedang dibahas di DPR bersama pemerintah. Jadi kalau nanti RUU itu berbeda dari putusan MK, jelas ini merupakan pembangkangan konstitusional.
Baru-baru ini ada UU yang disahkan, namanya UU penghentian perusakan hutan – P3H itu malah melanggar dan tidak sesuai dengan putusan MK yang dua tadi dan merupakan pembangkangan konstitusional oleh penyelenggara negara, itu luar biasa. Namun, UU masyarakat adat ini kan masih dalam proses pembahasan oleh karena itu AMAN sebagai pihak yang dikabulkan permohonannya melalui putusan MK meminta ke Presiden supaya ada kebijakan transisional/kebijakan peralihan.sampai pada RUU itu disahkan nanti.
Tanya : Bagaimana implementasi keputusan ini di lapangan ?
Jawab : Karena ini ada kekosongan hukum antara putusan MK ini dengan UU yang belum disahkan di DPR, maka AMAN mendesak ke Presiden supaya mengeluarkan Instruksi Presiden – Inpres untuk pendataan, identifikasi, inventarisasi, dan pendaftaran wilayah-wilayah adat di seluruh Indonesia. Mengapa Inpres karena lebih operasional dimana, instansi-instansi pemerintah yang diperintahkan oleh Presiden itu bisa menggunakan anggaran dari anggaran yang mereka punya sekarang.karena memang itu kan anggaran pemerintah. Oleh karena itu Inpres harus segera dikeluarkan supaya bisa operasional sebab kalau tidak segera operasional, tidak ada pendataan, identifikasi, inventarisasi, dan pendaftaran wilayah-wilayah adat , maka dengan kevakuman hukum jika tidak segera direspons oleh Inpres maka konflik akan luar biasa yang terjadi di lapangan.
Jadi masyarakat adat akan berfikir koq katanya putusan MK bersifat final, setara dengan UU tapi di lapngan tidak terjadi perubahan kemudian dikhawatirkan mereka akan melakukan pembangkangan-pembangkangan sipil terhadap hukum yang ada karena tidak ada hukum yang berlaku. Implikasinya luar biasa di lapangan jika Inpres ini tidak segera diturunkan. Dengan Inpres ini Presiden bisa memerintahkan ke seluruh kantor-kantor pemerintah di Pusat, Provinsi, Kabupaten untuk bekerja bersama-sama mengidentifikasi, menginventarisasi, memetakan dan mendaftarkan klaim wilayah adat. Badan Pertanahan Nasional – BPN sebagai instansi pemerintah yang masih sentralistik terpusat dengan perintah presiden sebenarnya bisa langsung bekerja sampai ke kantor-kantor pertanahan. Perlu diketahui hal ini telah disambut oleh Presiden SBY, itu luar biasanya. Presiden SBY dalam pidatonya pada acara Tropical Forest Alliace mengatakan, sebagai kepala negara akan menempatkan pelaksanaan putusan MK Nomor 35/PUU/X/2012 sebagai agenda pribadi kepala negara. Itu sangat luar biasa. Jadi kita tunggu mudah-mudahan dalam waktu 1 (satu) sampai 2 (dua) minggu ke depan ini, Inpres itu bisa keluar dan kita sudah masukkan usul-usul apa isi Inpres itu. Mudah-mudahan Prresiden bersama para Menteri membahas segera dan mengeluarkannya.
Tanya : Apa sudah ada kasus-kasus/konflik yang muncul karena interpretasi yang berbeda terhadap keputusan MK ini ?
Jawab : Sejauh ini belum ada interpretasi yang berbeda terhadap putusan MK. Jadi semua, Kementerian Kehutanan, BPN, Kementerian Lingkungan Hidup, Bappenas, semua yang saya ketemu mengatakan bahwa ini harus dilaksanakan sesuai dengan isi MK. Jadi sebenarnya tidak ada lagi yang mengatakan tidak, sekarang ini adalah bagaimana mengerjakannya. Jadi kalau Presiden memerintahkan tentu akan dikerjakan tapi kalau Presiden tidak memerintahkan ya santai-santai saja karena mereka tidak bisa mengeluarkan anggaran dan harus jelas instansi mana yang diperintahkan. Maka kalau menurut AMAN yang harus diperintahkan adalah BPN sama dengan Kementerian Dalam Negeri. Sementara, Kementerian Kehutanan dalam hal ini adalah pihak yang harus membela diri dan mendukung dengan menyediakan data. Wong masalah ada di mereka ya jangan mereka yang mengerjakan nanti konflik lagi.
Jadi sekali lagi kalau menurut AMAN Kementerian Dalam Negeri bersama dengan BPN memimpin proses itu dan Kementerian Kehutanan mendukung dengan data-data. Selanjutnya yang lain, seperti Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Hukum dan HAM, Bappenas, Badan Informasi Geospasial boleh mendukung, kira-kira begitu.
Tanya : Menurut anda, hal-hal apa saja yang sebaiknya diatur di dalam peraturan pelaksanaannya (Inpres) ?
Jawab : Ya, karena ini kan Inpres ini instruksi yang bukan produk hukum yang tinggi, ini adalah operasional karena itu yang harus dilakukan adalah pertama, BPN lewat kantor-kantor pertanahan di Kabupaten, Kakanwilnya di Provinsi bersama dengan Kementerian Dalam Negeri dengan perangkat pemerintahan Provinsi dan Kabupaten bekerja bersama-sama, yang pertama mengidentifikasi siapa masyarakat adat di Kabupaten masing-masing. Selanjutnya, masyarakat adat diminta untuk menunjukkan dimana wilayah adat mereka supaya para petugas dari BPN dibantu masyarakat adat sama-sama mendeliniasi/menunjukkan, ini dulu kawasan hutan sekarang terdiri dari dua hutan negara dan hutan hak.
Jadi BPN harus bekerjasama dengan masyarakat adat dan Kementerian Dalam Negeri lewat kantor Bupati, Kepala Desa dan lain-lain untuk segera mengidentifikasi itu. Selanjutnya, diinventarisir secara nasional dan dipetakan secara benar lalu dibuat pendaftarannya. Jadi ini untuk mencegah adanya orang mengaku-aku masyarakat adat. Karena pada rezim penguasa dulu banyak dibentuk lembaga-lembaga adat buatan yang tujuannya untuk kepentingan penguasa.
Tanya : Apa yang dilakukan AMAN untuk mempercepat keluarnya Inpres ?
Jawab : AMAN telah menyiapkan Draf.dan sudah diserahkan ke Bapenas serta sebentar lagi draf itu akan kita serahkan ke Kepala UKP4, bapak Kuntoro Mangku Subroto. Jadi kita siapkan isinya, sudah tidak mau lagi kita menyerahkan cek kosong. Sudah dijanjikan di depan umum, disiarkan di televisi, dipuji-puji pidato bapak Presiden bagus sekali, maka kita ambil inisiatif ini usulan kami supaya Inpres bisa mengadopsi usulan kami itu.
Tanya : Untuk tanah atau lahan yang diklaim milik MHA tetapi Sekarang dikuasai pihak lain dan masyarakat tidak mendapatkan kompensasi atau bagi hasil yang adil atas sumber daya itu, bagaimana tindakan AMAN ? Apa yang anda sarankan untuk anggota AMAN yang ingin segera menuntut hak mereka karena adanya keputusan MK ini ?
Jawab : Itulah gunanya Inpres tadi dimana Inpres itu mendata yang nantinya akan terlihat mana wilayah adat setelah ada peta wilayah adat itu kelihatan, misal bisa dibagi tiga pertama,ada wilayah adat yang tidak bermasalah dengan izin-izin. Kedua, wilayah adat yang bermasalah dengan izin. Jadi sudah ada izin yang masuk ke wilayah adat itu tapi izin-izin ini belum bekerja jadi masih diberikan namun, belum ada eksplorasi atau pun eksploitasi/pelaksanaannya belum ada. Inikan artinya adalah kalau yang pertama tadi kan yang masih bersih tidak ada masalah dengan izin-izin kan tinggal dilindungi dan dikembangkan menurut masyarakat adat bekerjasama dengan pemerintah. Lalu yang ini, izin-izin yang sudah sempat diberikan di wilayah adat ini tapi belum dikerjakan harus dicabut dong izin-izinnya karena itu adalah izin-izin yang salah tempat dimana, memberikan izin di tempat yang orang punya pun tidak tahu, jadi ini harus dicabut.
Ketiga, wilayah –wilayah adat yang sudah ada izin-izin dan tumpang tindih maka inilah yang harus di review atau dilihat ulang mana izin-izin yang dulu sudah diberikan pemerintah sudah lewat persetujuan masyarakat adat, sudah ada kesepakatan-kesepakatan jalan terus izin itu karena memang tinggal melanjutkan dan memang sudah bersepakat dari dulu.
Selanjutnya, ada izin-izin yang diberikan oleh pemerintah tidak melalui proses konsultasi dengan masyarakat bahkan bisa jadi melanggar prosedur hukum ya kan, nah ini kan harus dicabut. Kemudian oleh pemerintah mereka difasilitasi untuk negosiasi ulang. Pertanyaannya kira-kira siapa yang akan memfasilitasi mereka kita minta sebaiknya itu ada, peran mediasi itu di dalam UU itu ada, itu ada di Komnas HAM jadi tidak usah bikin lembaga baru serahkan lembaga yang sudah ada. Jadi wilayah-wilayah adat yang ketahuan bermasalah dengan izin-izin dan merugikan masyarakat adat dan bahkan sebelumnya ada pelanggaran HAM maka serahkan ke Komnas HAM.
Tanya : Apa yang anda sarankan untuk anggota AMAN yang ingin segera menuntut hak mereka karena adanya keputusan MK ini ?
Jawab : Pertama, begitu putusan MK ini keluar langsung kita sosialisasikan ke anggota AMAN ke luar anggota AMAN ke pemerintah Provinsi, pemerintah Kabupaten pokoknya kita merasa kita yang paling berkepentingan, kan seharusnya negara tho yang paling berkepentingan karena ini kan keputusan negara harusnya Republik yang bergerak tapi kita lihat pengalaman masa lalu republik sulit beregerak nanti selalu nggak ada anggarannya karena itu saya bilang seluruh struktur AMAN dari pusat sampai tingkat komunitas bergerak mensosialisasikan.
Kedua, masyarakat-masyarakat adat segera mengidentifikasi wilayah adatnya, buat plang atau tanda yang kemudian oleh media disebut plangisasi untuk menunjukkan kami siap berunding kami tahu kita sama-sama punya dasar hukum yang lemah. Dasar hukum kami jelas putusan MK tapi belum ada aturan pelaksanaannya. Sementara, anda yang punya izin itu pun sebenarnya punya dasar hukum masa lalu yang sudah mestinya otomatis bubar setelah putusan MK secara substansial/secara normatif karena itu plang-plang itu mengatakan kami siap berunding dan saya ingatkan ketika masyarakat adat membuat plang, dia tidak boleh merusak plang yang ada sebelumnya. Jadi kalau masyarakat adat membuat batas-batas wilayah adat maka tidak boleh merusak batas-batas yang sudah ada karena kalau merusak batas-batas yang sudah ada nanti dikriminalisasi lagi karena merusak aset negara dan bukan karena melanggar UU No. 41 Tahun 1999 tapi, KUHP. Jadi sekarang ini masyarakat adat sah secara hukum untuk membuat plang dimana-mana tapi nggak boleh merusak batas yang sudah ada kira-kira begitu. Itu yang oleh media disebut gerakan plangisasi.
Tanya : Bagaimana komentar anda secara umum terhadap RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat, sebagai usulan inisiatif DPR ?
Jawab : Pertama, RUU yang diadopsi oleh DPR RI sebagai RUU inisiatif mereka itu kan draf nolnya kan dari AMAN. Dan kalau saya bandingkan antara draf yang kami usulkan dengan yang kemudian menjadi RUU inisiatif DPR, saya pikir 70% mereka sudah adopsi dan 30% belum. Tiga puluh persen itu apa pertama, soal istilah masyarakat hukum adat kami mengusulkan supaya istilahnya masyarakat adat kenapa, karena di UUD 45 itu disebutkan ada dua istilah yaitu di pasal 18B ayat 2 itu disebut masyarakat hukum adat tapi di pasal 28I ayat 3 disebut masyarakat tradisioanal yang kalau kita lihat ciri-cirinya mereka sebenarnya dua-duanya menunjuk kepada masyarakat adat. Oleh karena itu kami bilang kita gunakanlah masyarakat adat supaya dua pasal ini kemudian dibuat pengertian yang lebih jelas. Jadi masyarakat adat adalah yang bisa mengatakan itulah masyarakat hukum adat dan itu jugalah masyarakat tradisional yang ada di pasal 28I.
Dalam hal ini AMAN punya keinginan jangan sampai ketika UU masyarakat hukum adat keluar nanti ada pihak lain lagi, kalau begitu perlu UU lagi untuk pasal 28I ayat 3 untuk masyarakat tradisioanal, tambah kacau lagi nanti urusan hukum kita. Sebenarnya, AMAN ingin mendamaikan atau paling tidakmemperjelas penafsiran atau pemahaman tentang masyarakat hukum adat yang ada di pasal 18B ayat 2 dengan masyarakat tradisional yang ada di pasal 28I ayat 3. Dengan demikian, ketika ada usulan untuk membuat UU baru lagi untuk pasal 28I ayat 3 DPR dan Presiden sudah bisa mengatakan oh itulah UU masyarakat adat, kira-kira begitu.
Kedua, di dalam usulan kami itukan sebenarnya memang harus ada kelembagaan baru, apakah itu lembaga negara maupun lembaga pemerintah yang lintas sektor untuk mengurusi masyarakat adat, kenapa karena saat ini masyarakat adat itu juga kan diurusi sektoral dan jadi target proyek masyarakat adat itu. Depsos memproyekkan masyarakat adat dengan istilah yang berbeda namanya komunitas adat terpencil, ya diproyekkan. Kementerian Dalam Negeri memproyekkan masyarakat adat dengan istilah pembinaan adat istiadat dan lembaga adat, proyek lagi itu. Kementerian Hukum dan HAM ada lagi pembinaan hukum dan peradilan adat jadi proyek lagi dia. Lalu, BPN jadi proyek dan di seluruh Kementerian dan lembaga non Kementerian itu memproyekkan masyarakat adat.
Tapi ketika masyarakat adat punya masalah, semua lepas tanggungjawab. Oleh karena itu kita minta di daerah harus ada komisi daerah urusan masyarakat adat, baik di Kabupaten dan Provinsi serta di tingkat nasional harus ada Komisi Nasional urusan masyarakat adat, itulah yang kami usulkan di RUU masyarakat adat tapi oleh DPR dihilangkan, ya yang 30% tadi. Oleh karena itu kami minta itu sekarang harus ada karena apa, kalau nanti urusan masyarakat adat di tempel di satu Kementerian, akan menjadi sektoral lagi. Padahal sebenarnya kan yang sekrang ini kan sudah ada yang baik ada program tapi ada yang mengkoordinasikan ada yang mengintegrasikan program-program itu sekarang tidak ada. Jadi Kementerian Sosial suka-sukanya jalan sendiri, Kementerian lainnya juga jalan sendiri, nah melalui Komisi Nasional ini nanti menjembatani itu di samping kemudian melakukan verifikasi-verifikasi terhadap klaim-klaim masyarakat adat, jadi tidak seenaknya mengatakan kami ini masyarakat adat jadi harus diakui, eeh nanti dulu harus diverifikasi dulu oleh komisi daerah karena mereka yang tahu di daerah itu apakah ada masyarakat adat atau bukan dan SK nya juga Bupati atas hasil verifikasi dari komisi daerah dan tidak perlu sampai Jakarta gitu. Jadi biarlah daerah kalian yang tahu masyarakat adat nya.
Tanya : Banyak kritik yang dilontarkan terhadap RUU ini antara lain soal pengaturan kompensasi dan restitusi. AMAN juga punya masalah dengan hal ini ?
Jawab : Pertama, di masa lalu itu tadi implikasi dari putusan MK yang mengatakan telah terjadi pengabaian. Artinya adalah kalau telah terjadi pengabaian bagaimana kesalahan yang selama ini, oleh karena itu justru kita bilang harus ada mekanisme untuk memberikan kompensasi terhadap masyarakat adat yang selama ini sudah menderita, harus ada restitusi pengembalian hak-hak itu karena sekarang hak-hak itu sekarang dikuasai pihak lain. Jadi negara lewat pemerintah wajib pertama, mengganti rugi kerugian yang sebelumnya dan mengembalikan, jadi restitusi itu memulihkan dan itu harus dilakukan karena itulah inti dari rekonsiliasi. Minta maaf setelah itu mari kita bersatu kembali kita bangun republik Indonesia yang baru yang adil yang tidak lagi merampas hak-hak masyarakat adat. Tapi bukan berarti perampasan di masa lalu tidak dibicarakan. Jadi minta maaf bukan berarti melupakan masa lalu, tidak. Minta maaf itu adalah awal untuk melihat kesalahan-kesalahan masa lalu dan memperbaikinya lewat proses kompensasi dan restitusi.
Tanya : Selain aturan kompensasi, ada juga kritik bahwa kekayaan alam di bawah tanah, seperti migas dan tambang tetap dikelola oleh negara tanpa perlu melibatkan masyarakat adat. Komentar anda ?
Jawab : Itu tidak benar, jadi pandangan yang seperti itu kan pandangan yang mencoba mereduksi hak-hak masyarakat adat. Dalam situasi seperti itu, menurut saya acuan Internasional menjadi penting. Deklarasi PBB tentang hak-hak masyarakat adat yang ditandatangani juga oleh pemerintah Indonesia.
Tanya : Tapi kabarnya Pemerintah Indonesia menolak Deklarasi itu ?
Jawab : Tidak, Pemerintah Indonesia menandatangani tapi waktu penandatangan deklarasi itu, dikatakan oke kami dukung deklarasi ini dan kami tandatangan, tapi ini tidak otomatis berlaku di Indonesia karena apa, karena deklarasi itu harus dibarengi identifikasi masyarakat adat. Jadi ketika deklarasi PBB ditandatangani diadopsi oleh Pemerintah Indonesia, mereka bukan menolak deklarasi. Menolak pemberlakuannya karena di Indonesia belum jelas siapa masyarakat adat. Apakah masyarakat adat itu seluruh rakyat Indonesia atau bisa jadi tidak ada sama sekali, itulah catatan kritis Pemerintah Indonesia ketika deklarasi ini. Artinya apa, setelah nanti ada Inpres ada UU siapa masyarakat adat, identifikasi dan segala macam artinya ya harus kembali ke substansi deklarasi. Jadi deklarasi itu tidak bisa dilakukan di Indonesia bukan karena isi deklarasinya tapi karena di Indonesia belum jelas siapa masyarakat adat
Dalam konteks instrumen HAM Internasional tidak ada itu hanya mengakui yang dipermukaan tanah yang di atas tanah dan di bawah tanah nggak boleh, tidak begitu harus satu kesatuan. Tapi bukan berarti kalau wilayah adat kembali ke masyarakat adat, baik yang di permukaan bumi di atas bumi, di dalam tanah bukan berarti pemerintah tidak bisa bikin apa-apa di sana, tidak. Bedanya itu adalah, kalau Pemerintah mau mengambil mineralnya, emasnya, minyaknya enggak bisa lagi seperti dulu seenaknya aja, tidak. Sekarang itu harus bermusyawarah.
Tanya : Setelah ada kejelasan tentang instrumen dari masyarakat adat, apakah itu aturan pelaksanaannya, seperti Inpres, UU dan lainnya apakah juga akan mempengaruhi investasi ?
Jawab :Iya, investasi pun menjadi jelas tidak seperti sekarang karena hukumnya tidak jelas maka investasi juga menjadi tidak pasti. Jadi situasi ini, bukan hanya masalah buat masyarakat adat tapi juga masalah buat investasi karena investor menjadi ragu-ragu betulkah saya ini, nanti jangan-jangan digugat lagi saya ini. Sekarang para investor ketika tahu bahwa itu wilayah adat si anu dan ketika dia mengaplikasi izin ke Pemerintah si investor sudah tahu itu ditangani si anu. Pemerintah kemudian punya kewajiban mengatakan oke kalau begitu saya bawa anda ke wilayah dimana anda dapat izin itu bermusyawarah dengan mereka nanti hasilnya akan kami catat dan itulah dasar kami mengeluarkan izin. Jadi investornya juga pasti senang karena nggak digangguin demo, engak diperas lebih save gitu, Indonesia pasti akan lebih makmur.
Tanya : RUU ini juga jarang melibatkan konsultasi publik dalam penyusunannya. Anda melihat hal ini sebagai kelemahan sehingga banyak kritik?
Jawab : Tidak, kalau RUU masyarakat adat yang sekarang ini karena draf awalnya AMAN yang bikin dan AMAN melakukan konsultasi yang luar biasa di seluruh Provinsi kita bikin konsultasi sampai ke level Kabupaten sampai ke level komunitas. Itu dari sisi AMAN sebelum kita serahkan ke DPR dan saya dengar DPR juga melakukan konsultasi. Apkah kemudian mereka tidak melakukan konsultasi yang masif itu karena AMAN sudah melakukan konsultasi atau tidak. Namun, paling tidak kami melihat ada efortnya. Jadi untuk yang ini memang, menurut saya DPR harus dikasih pujian ya, dua jempol untuk DPR karena memang draf nolnya diberikan kepercayaan ke masyarakat untuk membuat. Nah yang jadi soal sekarang 30% dari masukan masyarakat itu hilang dari RUU inisiatif DPR dan mudah-mudahan lewat konsultasi dengan Pemerintah ini lagi nanti kita masih bisa memasukkan 30% itu, sehingga nanti ketika dia disahkan RUU ini menjadi UU tidak ada masalah lagi.
Tanya : Anda dan AMAN pernah menyerahkan draf RUU yang sama ketika Kongres AMAN di Maluku, apa saja perbedaan draf AMAN dengan yang ada sekarang ini ?
Jawab : Itu tadi yang 30% itu.
Tanya : Beberapa waktu lalu, AMAN menyerahkan peta wilayah masyarakat hukum adat kepada Satgas REDD dan Kementerian Lingkungan Hidup. Ada berapa lembar peta yang diserahkan AMAN ?
Jawab : Ya, jadi karena itu tahun 2006 Presiden SBY itu kan sudah mengatakan ketika perayaan hari masyarakat adat sedunia di TMII, bahwa masyarakat adat memerlukan satu UU supaya jelas masyarakat adat itu siapa, ya dan itu sedang dalam proses. Itu adalah satu tanda pengakuan ketika Pemerintah Indonesia menandatangani deklarasi PBB tadi saya menyebutkan Pemerintah Indonesia mempunyai catatan, tidak bisa dilaksanakan di Indonesia karena begini begini begini. Memang Pemerintah Indonesia tidak punya data tentang masyarakat adat, siapa masyarakat adat itu tidak ada administrasinya, dimna wilayah adat tidak ada administrasinya karena itu AMAN mengambil kepemimpinan dari sisi masyarakat mengatakan ini data kami ini peta wilayah adat, ya silahkan ditunjukkan di dalam peta Indonesia supaya masyarakat adat itu merasa dirinya Indonesia juga, nanti kalau kita tidak bilang Indonesia dibilang kita mau merdeka, mau merdeka kemana lagi. Tapi kalau kita tanya dimana masyarakat adat di Indonesia tidak ada juga, ya kan. Oleh karena itu kita bilang ini data-data taruhlah di peta Indonesia supaya kami ini betul-betul menjadi Indonesia, itu tujuannya.
Lalu kita serahkan peta-peta wilayah adat ini dengan profil-profil masyarakat adat ke UKP4 dan Badan Informasi Geospasial dan oleh Badan Informasi Geospasial itu sudah mereka masukkan itu sebagai salah satu tematematik di portal mereka. Jadi ada kemajuan, sudah ada masyarakat adat di peta Indonesia.
Tanya : Peta yang diserahkan belum keseluruhan kan ?
Jawab : Belum, ini masih terus. Ini adalah setoran tahap pertama 2,6 juta hektar, 265 wilayah adat dan nanti secara berkala dalam waktu dekat juga akan kami serahkan lagi. Di samping itu, kan sebenarnya ada juga UU di Republik ini yang sudah bagus tentang masyarakat adat, yaitu UU tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup – PPLH karena itu kemarin selama lima tahun lebih kan ada kerjasama AMAN dengan KLH. Oleh karena itu, kemarin kami bilang supaya UU Lingkungan Hidup itu bisa lebih efektif dilaksanakan di lapangan, maka KLH pun harus punya data, harus punya peta, peta wilayah adat karena peta wilayah adat itu isinya kearifan tradisional dalam pengelolaan lingkungan.
Jadi kalau KLH yang UU nya sudah bagus terhadap masyarakat adat tidak tahu itu dimana masyarakat adat itu ada, dimana wilayah adat yang kearifan tradisioanalnya bekerja pasti dia enggak bisa apa-apa. Oleh karena itu kita bilang, oke silahkan melaksanakan UU Lingkungan Hidup itu karena ada datanya. Selanjutnya kita titip pesan, jangan hanya menerima data, ya kan. Buatkan sistemnya supaya peta-peta wilayah adat dengan kearifan tradisioanal ini menjadi bagian dari sistem pengelolaan lingkungan nasional. Jadi dia memang secara terpadu menjadi bagian dari sistem pengelolaan informasi lingkungan hidup.
Tanya : Berapa jumlah komunitas masyarakat adat yang terlibat dalam pembuatan peta partisipatif itu ?
Jawab : Nah sekarang ini, yang kami serahkan itu misalnya yang kami serahkan ke KLH itu ada 364 komunitas adat yang berpartisipasi yang bekerja membuat itu (peta) karena ini kan namanya pemetaan partisipatif wilayah adat. Jadi di dalam peta wilayah adat itu kan ada sejarahnya, ada pranata-pranata kearifan tradisionalnya, ada kelembagaan adat, ada hukum adat, jadi lengkap itu. Jadi bukan hanya peta, lengkap itu dengan discription dan itu luar biasa, itu kan masih berlangsung terus. Jadi ini kan gerakan semesta masyarakat adat kan.
Tanya : Sebenarnya berapa hektar luas Hutan yang masuk wilayah adat ?
Jawab : Belum, karena ini masih pendataan.tapi perhitungan kita paling tidak hutan terbaik yang masuk dalam wilayah adat itu sekitar 40 juta hektar. Jadi memang kenapa Pak Kuntoro Mangku Subroto bekerja keras memfasilitasi AMAN itu karena dalam pikirannya Kepala UKP4 sebenarnya, kalau pengakuan wilayah adat dengan hutan yang ada di dalamnya saja, ya bisa dikelola denga baik, sebenarnya seluruh janji/komitmen Presiden di tingkat Internasional untuk menurunkan emisi 14% dari kehutanan, itu dari anggota AMAN saja itu selesai. Jadi Presiden SBY itu nanti turun dari Presiden hanya dengan mengandalkan AMAN, Dia akan bilang ini komitmen saya, janji saya terhadap dunia sudah saya lakukan, luar biasa.
Tanya : Apa yang ingin dicapai AMAN dengan menyerahkan peta tersebut ?
Jawab : Yang ingin dicapai itu adalah masyarakat adat itu menjadi bagian dari Republik Indonesia. Jadi ketika Pemerintah membuat perencanaan harus mengintegrasikan keberadaan masyarakat adat. Kemudian jika ingin mengeluarkan izin, mereka harus tahu dimana masyarakat adat kira-kira begitu, jadi membuat masyarakat adat itu betul-betul menjadi Indonesia. Sekarang ini masyarakat adat itu enggak dianggap sebagai Indonesia, di peta tidak ada kalau masih beragama asli enggak dapet KTP kalau nikah adat enggak bisa bikincatatan pernikahan, menjadi anak haram. Masyarakat adat sampai hari ini masih anak bangsa yang dianggap haram, belum halal. Dari data-data itu tadi supaya kita betul-betul menjadi anak kandung bukan menjadi anak tiri, bukan menjadi anak haram, kira-kirra begitu ya.
Tanya : Peta itu disusun secara partisipatif. Bagaimana sikap AMAN jira ada klaim wilayah MHA yang bertentangan dengan aturan Badan Pertanahan Nasional – BPN, misalnya tumpang tindih dengan kepemilikan orang/lembaga ?
Jawab : Pertama, ini kan putusan konstitusional karena itu memang harus dibereskan, jadi kemudian jangan AMAN menerima kesalahan masa lalu jangan dong, justru kita harus menelusuri kesalahan msa lalu itu sehingga kita tahu mana yang bisa kita maafkan mana yang tidak, ya kan. Mari bermusyawarah menyelesaikannya jangan ngotot-ngotot lagi, kita ingin hidup di Indonesia ini damai ke depan, jangan gontok-gontokan lagi, itu yang kita inginkan.
Tanya : Bila terjadi konflik kepemilikan atau hak atas tanah (Tenurial) dari peta itu, tindakan apa yang menurut AMAN sebaiknya diambil oleh para pihak (AMAN, Pemerintah, pihak lain) ?
Jawab : Kalau usulan AMAN di dalam rantai ini adalah supaya seluruh konflik-konflik ini di mediasi oleh Komnas HAM. Jadi lewat Komnas HAM inilah nanti AMAN datang menunjukkan ini bukti-bukti bahwa merekalah masyarakat adat, jadi memang kelihatan netral. Karena menurut saya menyelesaikan konflik kalau yang berkonflik yang menyelesaikan itu menurut saya enggak pas. Jadi vírala itu menjadi urusannya Komnas HAM karena Komnas HAM itu kan Lembaga Negara yang sampai hari ini bisa diterima sebagai lembaga negara yang independent.
Tanya : Anda dan AMAN mempertanyakan implementasi dari Stranas REDD, seperti apa yang Anda inginkan ?
Jawab : Pertama, REDD itu kan sudah ada di masyarakat adat tadi saya sebutkan yang tidak ada ádalah perlindungan terhadap REDD ala masyarakat adat itu. Jadi untuk melaksanakan Stranas REDD dan itu suda ada di sana AMAN bersama masyarakat adat nusantara melaksanakan Stranas REDD jadi itu. Paling penting itu kan REDD ala masyarakat adat itu yang di 40 juta hektar hutan-hutan terbaik itu terlindungi dengan baik. Jadi logikanya kan begini, bagaimana kita mau melindungi hutan kalau orang-orang yang mau melindungi hutan itu sendiri tidak terlindungi. Bagaimana kita melindungi hutan supaya tetap baik kalau orang-orang yang mau melindungi hutan itu hidupnya terancam. Terancam oleh izin-izin yang diberikan oleh pemerintah yang katanya mau melindungi hutan itu, itu cilaka.
Jadi menurut saya banyak yang tidak masuk akal dari retorika pemerintah itu mau melindungi hutan mau melindungi hutan tapi masyarakat adat yang nyata-nyata melindunginya di lapangan justru tidak dilindungi oleh pemerintah. Artinya apa, artinya pemerintah mau menjual perlindungan hutan ke perusahaan-perusahaan swasta asing. Kenapa perlindungan hutan itu tidak dipercayakan kepada masyarakat adat yang sudah terbukti ratusan tahun, kenapa harus menyerahkannya lagi ke perusahaan-perusahaan multi nasional. Menurut saya salah kaprah REDD itu kalau dipikirkannya seolah-olah REDD itu hanya bisa bekerja di Indonesia kalau perusahaan-perusahaan asing yang melakukan.
Masyarakat adat bilang tidak, lewat strategi REDD kita katakan tidak. Serahkan REDD ke masyarakat adat maka REDD itu akan berjalan sebagaimana diharapkan untuk menurunkan emisi karbon dan melakukan stabilisasi iklim. Jadi jangan lagi serahkan izin-izin ke perusahaan untuk urusan itu. Maka itu saya bilang, kalau pemerintah menyerahkan pengelolaan restorasi ekosistem ya kan, proyek-proyek REDD kepada perusahaan-perusahaan asing sama saja menjual negeri ini, menjual Republik ini. Pemiliknya sendiri yang masyarakat adat yang sudah nyata-nyata diputuskan demikian oleh MK tidak dipercaya oleh pemerintahnya sendiri.
Tanya : Kerjasama AMAN dengan UKP4, apakah hanya sebatas untuk menjembatani pembuatan peta MHA ?
Jawab : Tidak, sebenarnya tidak ada kerjasama resmi AMAN dengan UKP4 tidak ada. Tapi kan UKP4 dapat tugas berat dari Presiden dan saya sebagai Sekjen AMAN yang mengetahui integritas dan kredibilitas Kepala UKP4 Pak Kuntoro Mangku Subroto ini, menawarkan persahabatan untuk membenahi masalah-masalah berat yang diserahkan Presiden kepada beliau. Jadi kerjasama saya dengan UKP4 karena visi dari Pak Kuntoro sebagai Kepala UKP4 itu ketemu dengan visi dan misi saya sebagai Sekjen AMAN. Oleh karena itu, atas dasar kepercayaan integritas pribadi itu saya membangun kerjasama secara informal dengan UKP4, ya kira-kira begitu.