Manado, Ekuatorial – Sejak tahun 1998, tercatat sebanyak 19 ijin reklamasi dikeluarkan untuk dua daerah yakni Kota Manado dan Kabupaten Minahasa, dari total 15 kabupaten dan kota di Sulawesi Utara (Sulut).

“Total ada 19 ijin reklamasi yang dikeluarkan di Sulawesi Utara sejak tahun 1998. Delapan ijin reklamasi pantai di Kota Manado, dan 11 untuk reklamasi di Kabupaten Minahasa,” ungkap Kepala Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulut, Sri Intan Motol, Jumat (30/1).

Menurut Sri, pengurusan reklamasi harus melalui berbagai ketentuan dan kajian, sebelum izin diterbitkan. “Semua aktivitas reklamasi dalam daftar ini sudah berizin dan ikut aturan yang berlaku,” jelasnya.

Lanjut dia, reklamasi diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, merupakan kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurungan, pengeringan lahan atau drainase.

“Dampaknya saat ini pun terasa, baik plus maupun minusnya terhadap kondisi sosial, ekonomi dan kemasyarakatan. Tak tanggung-tanggung, untuk luasan keseluruhan lokasi reklamasi di pesisir pantai Manado dan Minahasa mencapai seluas 140,59 hektare atau sekira 140.590 meter. Di Manado seluas 114 hektare dan di Minahasa seluas 36 hektare,” ungkapnya.

Secara terpisah, Rignolda Jamaludin MS, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado menyampaikan kritik tajam atas reklamasi yang gencar dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Menurut Rignolda, reklamasi pantai dapat memberikan dampak terhadap lingkungan seperti kehancuran ekosistem berupa hilangnya keanekaragaman hayati. Lanjut dia, ditakutkan akibat reklamasi berbagai spesies mangrove akan punah serta spesies ikan, kerang, kepiting, burung dan berbagai keanekaragaman hayati lainnya.

“Selain itu dampak buruk terhadap lingkungan adalah meningkatkan potensi banjir. Hal itu dikarenakan proyek tersebut dapat mengubah bentang alam atau geomorfologi dan aliran air di kawasan reklamasi tersebut,” papar Rignolda.

Lanjut dia, perubahan lingkungan itu antara lain berupa tingkat kelandaian, komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai dan merusak kawasan tata air. “Potensi banjir akibat proyek reklamasi itu akan semakin meningkat bila dikaitkan dengan adanya kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pemanasan global,” jelas Rignolda.

Selain kalangan akademisi, sejumlah nelayan juga mengeluhkan kegiatan reklamasi yang berdampak pada pekerjaan mereka. “Kami kehilangan tempat tambatan perahu karena sudah dibangun pusat-pusat perbelanjaan. Harus jauh berjalan 300-500 meter untuk menambatkan perahu,” ujar Sonny Bro, Ketua Kelompok Nelayan Firdaus, Kelurahan Sario Tumpaan, Kecamatan Sario, Manado. Yoseph Ikanubun

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.