Kabupaten Wakatobi di perairan Sulawesi Tenggara terkenal akan keindahan panorama lautannya, namun ancaman sampah, khususnya plastik, kerap menghantui. “Poassa Nuhada”, sebuah kelompok pelaku ekowisata lokal, berupaya ikut mengatasi masalah tersebut dengan menanamkan kesadaran akan bahaya sampah dan mengajarkan upaya mengatasinya sejak usia dini.
Wakatobi merupakan akronim dari nama empat pulau besar yang ada di wilayah tersebut, yaitu Pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Sejak tahun 2002, area seluas 1,3 juta hektare di kawasan tersebut ditetapkan pemerintah sebagai Taman Nasional Laut sejak 2002.
Keindahan panorama lautan dengan 750 spesies terumbu karangnya, sekitar 80% terumbu karang dunia, membuat Wakatobi dijuluki “Surga Nyata di Pusat Segitiga Karang Dunia” (The Heart of Coral Reef Triangle Center). Kawasan ini pun masuk dalam 10 destinasi wisata prioritas yang ditetapkan pemerintah Indonesia.
Namun, sampah telah lama mengancam keindahan Wakatobi. Tak hanya sampah yang dihasilkan oleh warganya sendiri, Kabupaten Wakatobi juga selalu direpotkan oleh sampah kiriman dari luar kepulauan, bahkan dari luar negeri.
Menurut data Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Wakatobi, pada tahun 2020 sampah yang menumpuk mencapai 45 ton per harinya dan sekitar 30%-40% berupa sampah plastik.
Dampaknya sungguh mengkhawatirkan. Selain mengganggu kehidupan warga, keberadaan sampah plastik juga merusak kehidupan biota laut. Salah satu insiden yang menggegerkan adalah ditemukannya 5,9 kg sampah plastik di dalam tubuh paus sperma yang ditemukan tewas terdampar di Desa Kapota, Wakatobi, pada tahun 2018.
Perlu tindakan nyata untuk mengurangi polusi di perairan dan pesisir Wakatobi. Poassa Nuhada pun tergerak untuk ambil bagian.
“Kami melihat banyaknya sampah yang berserakan di pantai-pantai, dan hal ini membuat kami resah. Sampah tersebut tidak hanya merusak keindahan panorama di Kabupaten Wakatobi, tetapi juga berbahaya bagi ekosistem laut di dalamnya,” kata Nyong Tomia, ketua Poassa Nuhada, saat ditemui pada 16 Februari 2023.
Memutus rantai sampah
Poassa Nuhada, yang beranggotakan sembilan orang, didirikan pada tahun 2013. Mereka bersama mengelola kawasan ekowisata di Desa Kulati, Kecamatan Tomia Timur.
Kekhawatiran akan semakin menumpuknya sampah di lautan Wakatobi mendorong mereka untuk segera mengambil tindakan. Pada tahun 2018, Poassa Nuhada mulai berkolaborasi dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) untuk mencari solusinya. Mereka mulai mendata berapa banyak jumlah sampah di kawasan pesisir dan asal sampah tersebut.
Data dan fakta yang mereka peroleh menunjukkan bahwa, selain dari luar daerah, warga setempat pun masih banyak yang memperlakukan lautan sebagai tempat sampah. Untuk memutus mata rantai pembuangan sampah sembarangan itu, Poassa Nuhada memutuskan mencoba memberi pendidikan lingkungan hidup dan manajemen sampah pada anak-anak di Wakatobi.
“Poassa Nuhada yakin karakter ramah lingkungan lebih mudah untuk ditanamkan pada siswa Sekolah Dasar daripada ke orang dewasa. Selain itu, pelajar Sekolah Dasar dapat membantu dalam mensosialisasikan kembali pendidikan tersebut kepada keluarga mereka di rumah,” kata Nyong Tomia.
Edukasi sejak dini
Langkah pertama yang mereka lakukan adalah berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan dan para Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Wakatobi. Izin didapat dan pada 2018 mereka mulai mengedukasi siswa di Sekolah Dasar.
Mereka fokus memberi pendidikan lingkungan hidup dan manajemen sampah di Kecamatan Tomia Timur karena akses yang mudah dijangkau. Saat ini, sudah ada sembilan SD di Kecamatan Tomia Timur yang telah menjadi sasaran edukasi program Poassa Nuhada.
Ada dua cara pengajaran yang dilakukan Poassa Nuhada terhadap para siswa. Pertama, mereka menyampaikan materi tentang dampak sampah terhadap lautan Wakatobi. Para pelajar didorong untuk mendiskusikan isu-isu dan solusi pemberantasan sampah, serta diajarkan cara menyortir dan mengelola sampah plastik menjadi barang-barang yang bermanfaat.
Kedua, mereka memainkan permainan bertema lingkungan hidup di dalam kelas. Pada salah satu permainan, mereka mendesain permainan ular tangga menggunakan gambar dan tulisan yang berisikan pesan tentang tindakan dalam melindungi atau merusak lingkungan.
Permainan lain yang mereka ajarkan adalah ekobrik. Para siswa diajak berlomba membangun miniatur bangunan menggunakan sampah plastik.
“Saya sangat menyukai pelajaran lingkungan di kelas ketika Poassa Nuhada datang mengunjungi kami,” kata Inkaros, pelajar kelas 6 di SD Negeri Kulati, Kecamatan Tomia Timur, 21 Maret 2023. “Mereka mengajarkan saya tentang bagaimana mengelola sampah dan dampak plastik di lingkungan kita. Bagian paling menyenangkan adalah ketika saya bersama dengan teman kelas memainkan permainan ular tangga karena saya bisa belajar sambil bermain.”
Menurut salah seorang guru di SD Negeri Kulati, La Ode Darmawan, model pendidikan yang digunakan Poassa Nuhada terbilang efektif.
“Saya menyaksikan bahwa setelah mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, para pelajar mulai peduli terhadap lingkungan sekitar mereka. Mereka bahkan memberikan nasihat kepada orang tua mereka untuk berhenti menggunakan kantung plastik ketika berbelanja di pasar,” kata La Ode Darmawan pada 19 Maret 2023.
Jenjang lebih tinggi
Dinas Lingkungan Hidup Wakatobi melihat bahwa kegiatan yang dilakukan oleh komunitas tersebut bisa menjadi sebuah langkah awal untuk ikut membantu pemerintah mengatasi masalah sampah.
“Apa yang telah dilakukan oleh komunitas-komunitas, termasuk Poassa Nuhada, bisa mengurangi jumlah sampah laut dan juga membantu pemerintah dalam mengatasi masalah sampah ini. Saya berharap model pendidikan lingkungan bisa diaplikasikan tidak hanya pada Sekolah Dasar akan tetapi juga sejak tingkat pendidikan kanak-kanak,” Kata Agu S.Sos, Kepala Bidang Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup Wakatobi.
Agu memastikan Pemerintah Kabupaten Wakatobi akan terus mendukung aktivitas-aktivitas kelompok masyarakat yang ikut membantu mengatasi masalah lingkungan, khususnya sampah laut di Kabupaten Wakatobi.
Nyong Tomia yakin program Poassa Nuhada bisa membawa dampak positif terhadap upaya perbaikan lingkungan, terutama dalam membangun kesadaran akan lingkungan hidup sejak usia dini. Dia juga gembira karena model pendidikan yang mereka ajarkan bisa diterima di sekolah-sekolah dan saat ini beberapa organisasi pemuda melakukan kegiatan serupa di pulau-pulau lain di Kabupaten Wakatobi.
Target berikut Poassa Nuhada, menurut Nyong adalah mengaplikasikan pengajaran tersebut pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi di seluruh wilayah Wakatobi.
“Poassa Nuhada juga berharap bahwa ke depan pendidikan lingkungan hidup dapat menjadi kurikulum pendidikan wajib di Kabupaten Wakatobi,” kata Nyong, yang juga salah satu dari 13 Pahlawan Alam (Nature Hero) YKAN.
Selain aktivitas di sekolah-sekolah, saat ini Poassa Nuhada masih melakukan aksi bersih-bersih sampah di daerah pesisir dan mengedukasi masyarakat tentang dampak sampah laut melalui diskusi-diskusi informal.
Wakatobi is nominated for world heritage in Marine conservation (cagar biosfer) so any endeavor for protect the wakatobi marine area it will be helpfull for further wakatobi generation