250 anak muda Bandung bersatu melalui From Roads to Roots, sebuah inisiatif kolaboratif bertujuan mendorong transformasi transportasi publik.

Sebagai ibu kota Jawa Barat dengan populasi anak muda dinamis lebih dari 1,8 juta jiwa, Bandung menghadapi tantangan serius terkait transportasi dan lingkungan. Tidak seperti Jakarta yang menawarkan berbagai moda transportasi umum, Bandung hanya mengandalkan bus, angkot, dan kereta api—yang belum beroperasi sepanjang waktu. Akibatnya, kemacetan di jam sibuk dan polusi udara semakin memburuk, ditambah lagi dengan status Bandung sebagai tujuan wisata utama. Data IQ Air menunjukkan indeks kualitas udara Bandung berada di angka 165 (tidak sehat), mencerminkan krisis lingkungan yang mendesak.
Dalam upaya menghadapi krisis lingkungan tersebut, 250 anak muda Bandung bersatu melalui acara From Roads to Roots, sebuah inisiatif kolaboratif yang bertujuan mendorong transformasi transportasi publik yang berkeadilan. Berlangsung di berbagai titik kota Bandung, menjadikan acara ini wadah kolaborasi antara generasi muda, akademisi, dan seniman untuk mendorong transformasi transportasi publik yang berkeadilan.
Dimulai sejak pagi di Pecel Saestu, acara diawali dengan pawai yang menyuarakan isu transportasi berkeadilan, 7 Desember 2024 – . Peserta membawa perangkat aski buatan mereka, berkeliling ke berbagai titik ikonik seperti Taman Pramuka dan Disclosure Store, sambil diiringi penampilan dari seniman-seniman lokal seperti Hadi dan Obur, Dongker, Bisma Karisma, Rasukma, Suar Nusantara, dan Pendarra.
Diskusi publik yang menggali tantangan dan solusi transportasi publik yang berkeadilan bagi anak muda di kota Bandung menjadi inti dari acara. Menghadirkan berbagai narasumber inspiratif seperti Reka dari Golosor, Anugrah Nurrewa sebagai pemerhati transportasi, Khemal seorang antropolog, dan Daryl Gema dari Enter Nusantara.
Mereka berbicara tentang pentingnya transportasi publik yang adil, tidak hanya untuk mengatasi kemacetan tetapi juga untuk mendukung mobilitas anak muda secara berkelanjutan
“Saya percaya bahwa akses transportasi publik yang inklusif tidak hanya memperlancar mobilitas, tetapi juga membuka peluang bagi seluruh warga, termasuk kelompok rentan, untuk meningkatkan kualitas hidup mereka,” kata Anugrah Nurrewa, diakses dari laman Enter Nusantara, Selasa, 31 Desember 2024.
“Ini bukan berarti persoalan kenyamanan, fitur canggih, dan hal-hal estetis menjadi tidak penting, tapi saya rasa bisa kita mulai dari bagaimana transportasi publik di Bandung -terlebih angkot- ini, bisa memberikan ketepatan waktu tempuh dengan jadwal teratur dan rasa aman bagi penumpangnya, terutama perempuan,” kata Reka dari Golosor.
“Kita butuh transportasi publik yang berkeadilan, Sistem transportasi yang memikirkan bagaimana kebutuhan untuk memindahkan manusia dari satu titik ke titik lainnya secara inklusif untuk dapat menunjang kebutuhan dan produktivitasnya. Karena apabila Transportasi publik buruk justru akan memperlebar kesenjangan sosial di masyarakat,” kata Daryl Gema dari Enter Nusantara.
Sementara itu, Khemal seorang antropolog, mengatakan transportasi bukan hanya tentang alat untuk berpindah, jauh dari pada itu transportasi memiliki makna kebudayaan. Transportasi tidak terlepas dari sistem sosial bahkan kelas sosial. Motor yang dianggap sebagai kendaraan massal di satu tempat dapat menjadi simbol kebebasan dan kemandirian di tempat lain.
“Sehingga untuk mewujudkan transportasi publik yang berkelanjutan dan inklusi tidak dapat dilaksanakan dengan upaya yang selama ini dilakukan yakni top down. Dibutuhkan partisipasi warga, dialog dan kolaborasi dengan seluruh stakeholder agar mampu menciptakan sistem transportasi publik yang berkeadilan,” kata Khemal.
Dalam kesempatan ini, Enter Nusantara meluncurkan hasil riset tentang tantangan anak muda Bandung dalam menghadapi krisis iklim melalui transportasi publik berkeadilan berbentuk zine dengan judul “From Roads to Roots: Youth Tackling Climate Crisis through Just Transportation!”
Riset ini mengungkapkan bahwa 88% anak muda Bandung merasa transportasi publik belum memadai untuk mendukung aktivitas harian mereka. Selain itu, tata kota yang belum berorientasi pada manusia menjadi penyebab utama sulitnya mengakses transportasi publik.
“88% anak muda di Kota Bandung sudah tau kalau penggunaan transportasi publik dapat mengurangi emisi karbon/polusi dan dapat mencegah krisis iklim namun kurang dari sepertiga yang bisa beralih menggunakan transportasi publik, sisanya masih kesulitan untuk dapat mengakses transportasi publik di Kota bandung.”
Melalui acara ini, anak muda Bandung tidak hanya menyuarakan kebutuhan mereka, tetapi juga menggagas solusi bersama yang diharapkan mampu memberikan inspirasi bagi kota-kota lain. Transformasi transportasi publik yang berkeadilan tidak hanya akan mengurangi emisi karbon, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
Mari bersama, wujudkan Transportasi Publik yang lebih berkeadilan dan ramah lingkungan!
- Bahaya bahan kimia plastik pada kesehatan, peneliti Unpad kembangkan plastik ramah lingkunganLebih dari 13.000 jenis bahan kimia plastik digunakan secara global. Dari jumlah tersebut, lebih dari 3.200 bahan berbahaya bagi kesehatan.
- Warga Dairi mendesak KLHK patuh pada putusan Mahkamah AgungPerusahaan tambang di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara masih beroperasi tanpa persetujuan lingkungan yang sudah dibatalkan Mahkamah Agung.
- Masjid Al Muharram Brajan gunakan panel surya, teladan transisi energi bersihPanel-panel surya mampu mengurangi emisi karbon. Listrik yang ada saat ini dihasilkan energi kotor batu bara.
- Deforestasi Memicu Krisis Ekologis dan Merusak Keanekaragaman Hayatidi Sumatera UtaraKerusakan hutan di Sumatera Utara menunjukkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah Sumatera Utara mengungkap bahwa deforestasi merupakan penyebab utama rusaknya ekosistem hutan di berbagai kabupaten. Dalam laporan berjudul “Ribak! Risalah Bumi Para Ketua”, WALHI Sumut mencatat kerusakan hutan terjadi di Tanah Karo, Tapanuli Selatan, Dairi, Tapanuli Utara, Toba, Simalungun,… Baca selengkapnya: Deforestasi Memicu Krisis Ekologis dan Merusak Keanekaragaman Hayatidi Sumatera Utara
- WALHI mengkritik proyek panas bumi tidak melibatkan rakyatWahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Nusa Tenggara Timur (WALHI NTT) menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan pengembangan panas bumi (geothermal) yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Pulau Flores. WALHI menilai kebijakan tersebut tidak melibatkan masyarakat secara langsung dan sarat dengan pendekatan top-down yang bertentangan dengan semangat desentralisasi. Pernyataan ini disampaikan… Baca selengkapnya: WALHI mengkritik proyek panas bumi tidak melibatkan rakyat
- Food Estate, jalan lama yang mengkhawatirkan bagi para petaniPemerintah menempatkan ketahanan pangan sebagai prioritas utama dalam strategi pembangunan nasional. Indonesia ditargetkan mampu mencapai swasembada pangan dalam empat hingga lima tahun ke depan. Namun, langkah ambisius ini kembali menempatkan kebijakan food estate sebagai andalan utama, kebijakan yang justru menyimpan rekam jejak penuh masalah di masa lalu. Kebijakan food estate sejatinya bukan hal baru. Program… Baca selengkapnya: Food Estate, jalan lama yang mengkhawatirkan bagi para petani