Di Indonesia angka konflik manusia dan satwa mengalami peningkatan. Penanggulangan konflik yang tidak inklusif.

Wahana Lingkungan Hidup Eksekutif Daerah Sumatra Utara (Walhi Sumut) menggelar pengenalan panduan alat bantu konflik manusia satwa berbasis HAM. (WALHI Sumut)
Wahana Lingkungan Hidup Eksekutif Daerah Sumatra Utara (Walhi Sumut) menggelar pengenalan panduan alat bantu konflik manusia satwa berbasis HAM. (WALHI Sumut)

Wahana Lingkungan Hidup Eksekutif Daerah Sumatra Utara (Walhi Sumut) menggelar pengenalan panduan alat bantu konflik manusia satwa berbasis hak asasi manusia (HAM) di tingkat wilayah. Gelaran ini berlangsung dalam bentuk workshop, yang diselenggarakan di Hotel Grandhika Setiabudi, Medan.

“Acara ini untuk mengenalkan alat bantu konflik manusia satwa berbasis HAM kepada peserta, juga membangun perspektif yang sama terhadap tujuan alat bantu ini,” ucap Rianda Purba, Direktur Eksekutif WALHI Sumut, diakses dari laman resmi, Selasa, 25 Maret 2025.

Di Indonesia sendiri, kata Rianda, kasus ini mengalami peningkatan di mana masalah mendasar terhadap konflik yang terjadi tidak diidentifikasi secara menyeluruh dan berdampak terhadap upaya penanggulangan konflik yang tidak inklusif.

“Konflik manusia dan satwa memiliki dampak serius bagi manusia dan satwa, akan tetapi penyelesaian konflik yang ada selama ini masih belum mempertimbangkan aspek penghormatan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia dalam penyelesaiannya,” tambahnya.

Workshop yang dipandu oleh Akademisi USU Wina Khairina ini dihadiri perwakilan masyarakat dengan tingkat konflik manusia-satwa yang tinggi di Sumut, yakni masyarakat Barak Induk & masyarakat Damar Hitam.

Hadir juga perwakilan organisasi konservasi/lingkungan dan lembaga studi meliputi Konservasi Indonesia (KI), Orangutan Information Center (OIC), Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Medan (PUSHAM UNIMED), Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), dan Yayasan Gerakan Menuju Masyarakat Madani (GEMMA).

Sementara, peserta workshop dari perwakilan pemerintah meliputi Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Wilayah Sumatera Utara, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumatera Utara, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Unit III Stabat, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Unit V Bahorok, serta Seksi Pengelolaan Taman Nasional Unit VI Besitang.

Sebagai bagian dalam forum lingkungan hidup secara global, jelas Rianda, International Institute for Environment and Development (IIED) bersama WALHI Sumatera Utara dengan dukungan DARWIN Initiative sedang mendorong upaya penyelesaian konflik manusia dan satwa berbasis hak asasi manusia.

Upaya ini dilakukan dengan mengeluarkan panduan internasional dan alat yang dapat digunakan oleh organisasi konservasi/lingkungan, lembaga donor dan pemerintah nantinya.

“Adapun draft alat bantu konflik manusia dan satwa berbasis hak asasi manusia akan diuji coba dengan melibatkan para pihak terkait dalam lingkup pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser,” pungkasnya.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.