Pengembangan briket kelapa merupakan kolaborasi antara YDML, Badan Pengembangan Ekonomi Gereja Protestan di Indonesia, dan Yayasan EcoNusa.

Tempurung kelapa biasanya hanya dijadikan limbah atau dimanfaatkan menjadi bahan bakar di dapur dan pengusir nyamuk. Namun, oleh masyarakat Malind di Distrik Okaba, Papua, tempurung tersebut bisa dijadikan briket.
Briket adalah bahan bakar padat alternatif yang terbuat dari bahan organik yang dikompres, dalam hal ini arang, yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari rumah tangga hingga industri.
Pengembangan briket tersebut merupakan kolaborasi antara Yayasan Dahetok Milah Lestari (YDML), Badan Pengembangan Ekonomi Gereja Protestan di Indonesia (BPE GPI), dan Yayasan EcoNusa. Ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat lokal dan menjaga kearifan budaya berbasis lingkungan.
“Tujuannya untuk menciptakan lapangan kerja dan sumber penghasilan baru bagi masyarakat asli Papua. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah, diharapkan masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup mereka secara mandiri dan berkelanjutan,” kata Pdt. Andreas Serhalawan, Direktur BPE GPI, dalam keterangan resmi, diakses Sabtu, 12 April 2025.
Pengembangan briket arang tempurung kelapa juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada kayu hutan. Karena selama ini, masyarakat biasanya memanfaatkan kayu hutan sebagai bahan bakar. Sehingga dengan memanfaatkan tempurung kelapa, ekosistem hutan menjadi lebih terjaga.
Selain itu, memanfaatkan limbah tempurung kelapa juga dapat mengurangi sampah, sehingga mendukung kebersihan lingkungan dan mengurangi polusi.
Lewat usaha briket arang tempurung kelapa diharapkan memberikan dampak positif bagi ekonomi masyarakat asli Papua. Pelatihan dan pendampingan ini memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam seluruh rantai produksi, mulai dari pengumpulan tempurung kelapa, pengolahan, hingga pemasaran. Hal ini tidak hanya meningkatkan pendapatan, tetapi juga membangun kemandirian ekonomi masyarakat.
Selain pembuatan briket, masyarakat juga dilatih untuk pengelolaan ayam petelur. Kelompok peserta pelatihan terdiri dari 2 orang laki-laki dan 8 orang perempuan, menegaskan fokus kegiatan ini pada pemberdayaan perempuan. Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan peserta dalam mengelola ayam petelur, sehingga hasilnya dapat dijual untuk meningkatkan pendapatan keluarga sekaligus memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari.
“Ini merupakan hal baru bagi kami sebagai pemula. Melalui pelatihan yang diberikan, kami berharap dapat mengembangkan usaha ini dengan baik,” ujar Pdt. Marel Pattipelohy, Ketua Klasis GPI Papua Okaba.
Pelatihan ini juga bekerja sama dengan Politeknik Pertanian Yasanto. Maya Novi Pelamonia, dosen dari Poltiknik Pertanian Yasanto yang memberikan pelatihan ini berharap dari pelatihan tersebut, masyarakat bisa meningkatkan perekonomian mereka.
“Kami berharap peserta dapat menerapkan ilmu yang didapat untuk mengembangkan usaha ayam petelur secara mandiri dan berkelanjutan,” ujarnya.
Pelatihan ini diharapkan menjadi langkah awal bagi masyarakat Kampung Okaba untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi melalui usaha ayam petelur. Selain itu, keterlibatan perempuan dalam kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat peran mereka dalam pengambilan keputusan ekonomi keluarga dan mendorong kesetaraan gender di tingkat komunitas.
- Bahaya bahan kimia plastik pada kesehatan, peneliti Unpad kembangkan plastik ramah lingkunganLebih dari 13.000 jenis bahan kimia plastik digunakan secara global. Dari jumlah tersebut, lebih dari 3.200 bahan berbahaya bagi kesehatan.
- Warga Dairi mendesak KLHK patuh pada putusan Mahkamah AgungPerusahaan tambang di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara masih beroperasi tanpa persetujuan lingkungan yang sudah dibatalkan Mahkamah Agung.
- Masjid Al Muharram Brajan gunakan panel surya, teladan transisi energi bersihPanel-panel surya mampu mengurangi emisi karbon. Listrik yang ada saat ini dihasilkan energi kotor batu bara.
- Deforestasi Memicu Krisis Ekologis dan Merusak Keanekaragaman Hayatidi Sumatera UtaraKerusakan hutan di Sumatera Utara menunjukkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah Sumatera Utara mengungkap bahwa deforestasi merupakan penyebab utama rusaknya ekosistem hutan di berbagai kabupaten. Dalam laporan berjudul “Ribak! Risalah Bumi Para Ketua”, WALHI Sumut mencatat kerusakan hutan terjadi di Tanah Karo, Tapanuli Selatan, Dairi, Tapanuli Utara, Toba, Simalungun,… Baca selengkapnya: Deforestasi Memicu Krisis Ekologis dan Merusak Keanekaragaman Hayatidi Sumatera Utara
- WALHI mengkritik proyek panas bumi tidak melibatkan rakyatWahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Nusa Tenggara Timur (WALHI NTT) menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan pengembangan panas bumi (geothermal) yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Pulau Flores. WALHI menilai kebijakan tersebut tidak melibatkan masyarakat secara langsung dan sarat dengan pendekatan top-down yang bertentangan dengan semangat desentralisasi. Pernyataan ini disampaikan… Baca selengkapnya: WALHI mengkritik proyek panas bumi tidak melibatkan rakyat
- Food Estate, jalan lama yang mengkhawatirkan bagi para petaniPemerintah menempatkan ketahanan pangan sebagai prioritas utama dalam strategi pembangunan nasional. Indonesia ditargetkan mampu mencapai swasembada pangan dalam empat hingga lima tahun ke depan. Namun, langkah ambisius ini kembali menempatkan kebijakan food estate sebagai andalan utama, kebijakan yang justru menyimpan rekam jejak penuh masalah di masa lalu. Kebijakan food estate sejatinya bukan hal baru. Program… Baca selengkapnya: Food Estate, jalan lama yang mengkhawatirkan bagi para petani